Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

IMPLEMENTASI SISTEM E-COURT DALAM PENEGAKAN HUKUM DI PENGADILAN NEGERI Annisa Dita Setiawan; Artaji; Sherly Ayuna Putri
Jurnal Poros Hukum Padjadjaran Vol. 2 No. 2 (2021): JURNAL POROS HUKUM PADJADJARAN
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23920/jphp.v2i2.352

Abstract

ABSTRAK Sistem terobosan yang diberi nama sistem E-Court merupakan salah satu inovasi Mahkamah Agung dalam menghadapi tantangan terkait perkembangan kehidupan manusia yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan secara Elektronik. Sistem ini dibuat untuk menjembatani kendala geografis Indonesia, membuat sistem peradilan lebih sesuai dengan asas yang ada, dan memicu peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum dan keadilan yang dilakukan oleh lembaga peradilan. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris dengan data dianalisis secara kualitatif dan spesifikasi penelitian adalah deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukan bahwa Implementasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan secara Elektronik di beberapa Pengadilan Negeri sebagian besar sudah terlaksana dengan efektif, namun beberapa fitur seperti pemanggilan secara elektronik dan persidangan secara elektronik belum sepenuhnya diterapkan karena masih terdapat perdebatan terkait asas hukum. Kata kunci: e-court; penegakan hukum; persidangan elektronik. ABSTRACT The E-Court system is one of the Supreme Court's innovations in facing challenges related to the development of human life, regulated in the Regulation of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 1 of 2019 concerning the Administration of Cases and Trials in Courts electronically. This system was designed to solve Indonesia's geographic constraints, make the judicial system simpler and faster, reduce court costs, and increase public confidence in the judiciary in upholding law and justice. This study used an empirical juridical approach to the specifications of the research carried out in a descriptive analytical manner with data analyzed qualitatively. The results show that the implementation of Supreme Court Regulation No.1 of 2019 concerning Electronic Case and Trial Administration in District Courts has mostly been carried out effectively, but features such as electronic summons (E-Summon) and electronic trials (E-Litigation) have not fully implemented. There are still obstacles such as the trial schedule not appearing. The current E-Court regulations do not regulate access to court for the public, additional evidence, and fee refunds. Public trust in the security of the E-Court system is still low, so further socialization is needed to the public and judicial apparatus to maximize E-Court users. Keywords: e-court; law enforcement; electronic trial.
Penerapan Ketentuan Praktik Sita Jaminan atas Saham Guna Memperoleh Kepastian Hukum Adelia Audiana Gerchikova; Anita Afriana; Sherly Ayuna Putri
Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum Vol 7, No 1 (2020): JURNAL ILMIAH PENEGAKAN HUKUM JUNI
Publisher : Universitas Medan Area

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (289.689 KB) | DOI: 10.31289/jiph.v7i1.3671

Abstract

This research is intended to assert the legal basis for Shares Guarantee Seizure implementation, and execution mechanism towards Court Judgement of Permanent Legal Force, based on positive laws as an actual legal basis in order to achieve legal certainty as a practice of Shares Guarantee Seizure. The research is conducted through normative juridical method approach with descriptive analytical research specifications, and data analysis performed with qualitative methods. This study results shown, first, the actual legal basis for the efforts of Shares Guarantee Seizure is contained in article 227 section (1) of HIR in conjunction with Article 511 of The Indonesian Civil Code, as long as its implementation fulfills the basic requirements. Secondly, there are several distinct in the execution mechanisms of Shares Guarantee Seizure towards limited companies and both mechanisms have not been asserted in HIR, therefore the rule itself became unclear, whereas rules supposed to achieve legal certainty. To obtain legal certainty, new product regulations for Procedure of Civil Law are required in legislation (wet) arrangement, which should accommodate most of legal issues dynamics in Indonesia.
Penunjukan Wali Anak Berdasarkan Asas Audi Et Alteram Partem dan Asas Wali Anak Hanya Satu Nathania Amadea; Fatmi Utarie Nasution; Sherly Ayuna Putri
SIGn Jurnal Hukum Vol 4 No 1: April - September 2022
Publisher : CV. Social Politic Genius (SIGn)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37276/sjh.v4i1.185

Abstract

This study examines and analyzes the dispute resolution of appointing a legal guardian based on the audi et alteram partem principle and only one legal guardian principle. This research combines normative juridical and empirical research methods. The types and sources of data used in this research are primary and secondary data. The primary data were collected using direct interviews with an informant. While the secondary data was collected using literature study techniques on primary, secondary, and tertiary legal materials. The data obtained in this research were then analyzed juridically qualitatively. The results show that implementing the dispute resolution of appointing a legal guardian through a lawsuit realizes the principle of audi et alteram partem. Furthermore, with the realization of the audi et alteram partem principle, it will also directly realize the principle of only one guardian or what is known as the principle of one and indivisible. Therefore, it is recommended that the Government make amendments to Government Regulation No. 29 of 2019. In this case, explicitly and regulated disputes over guardianship rights should be examined through the jurisdictio contentiosa mechanism. Thus, anyone has the right to apply as a legal guardian, as long as they meet the requirements, have closeness, and the Child’s willingness.
Tinjauan Hukum tentang Pembatalan Perkawinan Paksa Disbebakan Adanya Hubungan di Luar Nikah Ditinjau dari Undang-Undang Perkawinan dan Hukum Islam Bestari Prahastani Intan Sekarwangi; Artaji Artaji; Sherly Ayuna Putri
COMSERVA : Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Vol. 3 No. 08 (2023): COMSERVA : Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Publisher : Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/comserva.v3i08.1089

Abstract

Perkawinan paksa menjadi permasalahan global dikarenakan tidak sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan, karena pada dasarnya perkawinan harus dilaksanakan atas kesepakatan kedua belah pihak. Objek kajian dalam penelitian ini adalah Putusan Pengadilan Agama Boyolali Nomor 1114/Pdt.G/PA.Bi/2018 dan Putusan Pengadilan Agama Purwokerto Nomor 950/Pdt.G/PA.Pwt/2023. Adapun tujuan penelitian ini adalah mengetahui keabsahan dan akibat hukum pembatalan paksa disebabkan adanya hubungan di luar nikah ditinjau dari Undang-Undang Perkawinan dan Hukum Islam. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan spesifikasi penelitian deskriptif analitis dengan metode pendekatan yuridis normatif. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dalam bentuk studi dokumen dan studi lapangan. Berdasarkan hasil penelitian, pertama bagi pihak yang merasa dirugikan atas perkawinan paksa dapat mengajukan pembatalan perkawinan. Batalnya suatu perkawinan paksa berlaku sejak putusnya Putusan Pengadilan, sedangkan batalnya suatu perkawinan paksa yang terdapat unsur larangan perkawinan berlaku sejak akad atau awal perkawinan. Kedua, akibat hukum pembatalan perkawinan adalah putusnya kedudukan suami dan istri dan perkawinannya dianggap tidak pernah ada. Jangka waktu pembatalan perkawinan adalah 6 (enam) bulan dan bagi pihak yang merasa tidak puas atas putusan pembatalan perkawinan dapat mengajukan upaya hukum kasasi tanpa upaya hukum banding. Pembatalan perkawinan paksa tidak berlaku surut terhadap kedudukan anak, harta bersama, dan pihak ketiga.
Emoji Thumbs Up Sebagai Bentuk Persetujuan Terhadap Kontrak Berdasarkan Hukum Positif di Indonesia Eva Sihombing; Tasya Safiranita Ramli; Sherly Ayuna Putri
Jurnal Multidisiplin West Science Vol 3 No 03 (2024): Jurnal Multidisiplin West Science
Publisher : Westscience Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58812/jmws.v3i03.1036

Abstract

Kemajuan teknologi yang terjadi menghasilkan banyak penemuan baru, salah satunya emoji dalam komunikasi. Masyarakat mulai beralih dari komunikasi secara konvensional menuju komunikasi melalui sistem elektronik. Walaupun esensi dari komunikasi tidak berubah signifikan, nyatanya terjadi konflik terkait penggunaan emoji itu sendiri, dalam hal ini terkait emoji thumbs up. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian komprehensif mengenai relevansi kedudukan emoji thumbs up di Indonesia. Penelitian ini menerapkan metode yuridis normatif yaitu meneliti sumber kepustakaan atau bahan sekunder. Penelitian ini membahas mengenai kedudukan emoji thumbs up itu sendiri serta sejauh mana praktik di Indonesia dapat mengakomodir penggunaan emoji thumbs up di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia belum mengatur mengenai kedudukan emoji thumbs up. Namun, berdasarkan regulasi lainnya yang berkaitan dengan sistem elektronik, kedudukan emoji thumbs up sendiri belum dapat disamakan dengan bentuk-bentuk persetujuan elektronik lainnya.
Permohonan Perceraian Disertai Kesepakatan Melepaskan Diri Dari Kuasa Asuh Sebagai Ibu Anak Dibawah Umur Dikaitkan Dengan Undang-Undang Perlindungan Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam Dzahra Amanda Fricilia; Veronica Komalawati; Sherly Ayuna Putri
Jurnal Hukum dan HAM Wara Sains Vol 4 No 01 (2025): Jurnal Hukum dan HAM Wara Sains
Publisher : Westscience Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58812/jhhws.v4i01.1762

Abstract

Keluarga dibentuk untuk mempertahankan keturunan. Dengan kelahiran seorang anak, orang tua memiliki tanggung jawab terhadap anak-anaknya. Kuasa asuh anak ditetapkan apabila saat perceraian terjadi telah memiliki anak. Ibu memiliki kuasa untuk mengasuh anak yang belum cukup umur atau masih di bawah umur dua belas tahun. Namun, ada seorang ibu yang mengajukan perceraian sekaligus melepaskan diri dari tanggung jawab asuhnya untuk menjaga dan membesarkan anaknya. Akibatnya, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kuasa asuh anak di bawah umur setelah perceraian dan akibat hukum dari melepaskan kuasa asuh anak di bawah umur. Penelitian ini dilakukan secara deskriptif dan analitis untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang subjek penelitian. Untuk mendapatkan hasil penelitian, metode ini digunakan secara yuridis normatif, yang berarti penelitian kepustakaan digunakan untuk menitikberatkan pada data sekunder. Penelitian di lapangan hanya dilakukan untuk mendukung data sekunder ini. Hasil penelitian yang didapatkan setelah perceraian, ayah atau ibu tetap bertanggung jawab untuk mengasuh anak mereka. Menentukan kepada siapa kuasa asuh diberikan akan dilakukan demi kepentingan terbaik bagi anak. Kuasa asuh anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun diberikan kepada ibunya, menurut KHI. Kuasa asuh anak tidak memutuskan hubungan anak dengan orang tuanya yang tidak memiliki kuasa asuh. Sesuai dengan UU Perkawinan dan UU Perlindungan Anak, seorang ibu yang menyerahkan kuasa asuh anaknya tetap memiliki kewajiban dan tanggung jawab terhadap anak-anaknya.