Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

Pandangan Imam Ibnu Taimiyah tentang Perkawinan Laki-Laki Muslim dengan Wanita Ahlul Kitab Abubakar, Al Yasa; Novita, Novita
Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam Vol 1, No 2 (2017): Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam
Publisher : Islamic Family Law Department, Sharia and Law Faculty, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/sjhk.v1i2.2383

Abstract

Secara normatif, Islam telah melegalkan laki-laki muslim menikahi wanita ahlul kitab berdasarkan ketentuan surat al-Maidah ayat 5. Namun, dalam ranah fikih, justru masih ditemukan perbedaan pendapat ulama. Menariknya, perbedaan pendapat tersebut tidak hanya terjadi pada tataran hukum pernikahannya, tetapi juga perbedaan dalam memaknai arti dari ahlul kitab itu sendiri, yang pada gilirannya juga berbeda dalam penetapan hukum pernikahannya. Secara khusus, artikel ini mengkaji pandangan Imam Ibnu Taimiyah tentang perkawinan laki-laki muslim dengan wanita ahlul kitab, dengan tujuan untuk mengetahui dalil dan metode istinbath hukum yang digunakan Imam Ibnu Taimiyah, serta mengetahui ada tidaknya kesesuaian pendapat Ibnu Taimiyah dengan hukum perkawinan yang ada di Indonesia. Hasil analisa menunjukkan bahwa dalil hukum yang digunakan Imam Ibnu Taimiyah yaitu merujuk pada ketentuan surat al-Maidah ayat 5. Pendapatnya yaitu laki-laki boleh menikahi wanita ahlul kitab yang tidak mengerjakan kesyirikan. Namun, wanita ahlul kitab yang perbuatannya terbukti syirik (mempersekutukan Allah), maka mereka masuk dalam cakupan makna surat al-Baqarah ayat 221, yaitu orang-orang musyrik yang dilarang untuk dinikahi. Adapun metode istinbāṭ yang digunakan Imam Ibnu Taimiyyah yaitu metode bayyanī,di mana, ketentuan surat al-Maidah ayat 5 bersifat khusus (khaṣ) dan surat al-Baqarah ayat 221 bersifat umum (‘ām). Untuk itu, ketentuan surat al-Maidah tentang bolehnya menikahi wanita ahlul kitab masih berlaku, tetapi ahlul kitab di sini dikhususkan hanya wanita Yahudi dan Nasrani yang tidak mengerjakan perbuatan syirik, atau sebelum terjadi penggantian dan pemalsuan ajaran kitab mereka.
Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan Penyakit Filariasis di Kecamatan Kuta Baro Faudhiatul Halim; Sri Suyanta; Al Yasa’ Abubakar
Jukema (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh) Vol 3, No 1 (2017): Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh (JUKEMA)
Publisher : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37598/jukema.v3i1.627

Abstract

Latar Belakang: Partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan filariasis di Kecamatan Kuta Baro secara mandiri sejauh ini sudah banyak dilakukan. Namun partisipasi masyarakat yang diharapkan masih belum menggembirakan sehingga masih tingginya angka filariasis. Tujuan penelitian ini menganalisis faktor yang berhubungan dengan partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan filariasis. Metode: Penelitian bersifat analitik dengan desain cross-sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga di Kecamatan Kuta Baro sebanyak 1.289 orang. Sampel diambil secara proportional random sampling yang berjumlah 90 orang. Analisis data menggunakan uji chi-square untuk analisis bivariat dan uji regresi logistik berganda untuk analisis multivariat. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 53,3% responden memiliki pengetahuan baik tentang filariasis, 56,6% responden memiliki sikap positif terhadap pencegahan filariasis, dan 65,5% responden menilai peran petugas sudah aktif. Hasil uji statistik diperoleh ada hubungan antara pengetahuan (p-value 0,004), sikap (p-value 0,032), dan peran petugas kesehatan (p-value 0,001) dengan partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan filariasis. Hasil analisis multivariat diperoleh hasil bahwa peran petugas merupakan faktor yang dominan berhubungan dengan partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan filariasis (p-value 0,001 dan OR = 11,13). Kesimpulan: Kepada masyarakat diharapkan untuk dapat berpartisipasi baik dalam pencegahan fiariasis dengan cara ikut di setiap kegiatan yang dilakukan seperti gotong royong, penyuluhan, dan pemberian obat pencegahan filariasis.
Kesehatan Gigi dan Mulut Anak Korban Tsunami Pasca 10 Tahun Bencana di Kecamatan Kutaraja Elfi Zahara; Sri Suyanta; Al Yasa’ Abubakar
Jukema (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh) Vol 3, No 1 (2017): Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh (JUKEMA)
Publisher : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37598/jukema.v3i1.616

Abstract

Latar Belakang: Menurut para sarjana bencana yang besar seperti Tsunami tahun 2004 berpengaruh negatif terhadap keadaan fisik, psikologis, termasuk masalah kesehatan gigi dan mulut. Masalah ini perlu diteliti karena pasca bencana Tsunami fasilitas pelayanan dan tenaga kesehatan gigi mulut relatif tidak memadai serta jumlah air relatif minim, sehingga berpengaruh terhadap kesehatan gigi dan mulut. Metode: Penelitian ini bersifat analisis deskriptif menggunakan analisis kualitatif tetapi pada variabel dependen menggunakan analisis kuantitatif yaitu pengukuran kesehatan gigi dan mulut. Sumber data dari penelitian ini anak korban Tsunami saat itu berusia 4-5 tahun yang dipilih acak dan sekarang mereka berusia 16-17 tahun tinggal di Desa Peulanggahan, Keudah dan Lampaseh. Hasil: Penelitian menyatakan keadaan fisik gigi dan mulut partisipan menurut perhitungan DMF-T diperoleh hasil 2,8 berada direntang 2,7-4,4 (kategori moderat). Kesimpulan: Penelitian ini menemukan bahwa keadaan lingkungan khususnya air relatif berkualitas baik karena menggunakan air PDAM yang sudah disuling, sedangkan dalam penelitian sebelumnya air yang digunakan merupakan air sumur. Penelitian ini dapat menyimpulkan faktor lingkungan pasca bencana Tsunami sangat berpengaruh atas keadaan kesehatan korban dibanding dengan bencana alamnya sendiri. Perlu upaya pemerintah meningkatkan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut kepada anak korban bencana Tsunami di Kecamatan Kutaraja.
Peran Modal Sosial dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD di Kemukiman Lam Teungoh Neni Erfina; Al Yasa’ Abubakar; Sri Suyanta
Jukema (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh) Vol 3, No 1 (2017): Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh (JUKEMA)
Publisher : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37598/jukema.v3i1.629

Abstract

Latar Belakang: Modal sosial merupakan sumber daya sosial sebagai investasi untuk mendapatkan sumber daya baru dalam masyarakat. Dalam konteks pencegahan dan pengendalian penyebab utama penyakit demam berdarah (DBD) dengan cara Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) secara terpadu berkesinambungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran modal sosial dalam kegiatan PSN DBD di Kemukiman Lam Tengoh, Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar. Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dan pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan pengamatan terlibat. Informan dalam penelitian berjumlah sepuluh orang yang dibagi ke dalam dua kelompok yakni kelompok yang diduga melaksanakan peran  dan kelompok yang diduga tidak melaksanakan peran modal sosial. Analisis dilakukan dengan mencocokkan jawaban informan dalam suasana lokal ke dalam definisi pada  teori. Hasil: Peran modal sosial dalam kegiatan PSN DBD relatif rendah. Pengetahuan yang dimiliki tidak seluruhnya dilaksanakan seperti jarang adanya gotong royong, tidak adanya norma dan kurangnya inisiatif untuk PSN DBD. Kesimpulan: Peran unsur partisipasi relatif rendah,  peran unsur saling memberi relatif baik namun hanya terbatas dalam kegiatan gotong royong, peran unsur rasa percaya dalam kegiatan relatif baik, peran unsur norma tidak ditemui dalam masyarakat, peran unsur nilai-nilai masih ada pada masyarakat seperti memakai kelambu (bagi Balita tidur siang) namun masyarakat tidak menjaga lingkungan agar bebas dari sarang nyamuk dan peran unsur tindakan proaktif juga masih relatif rendah dalam masyarakat sehingga perlu adanya sosialisasi modal sosial dan PSN DBD oleh pihak terkait
PERLINDUNGAN HARTA ANAK DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN PRAKTEK DI MAHKAMAH SYAR`IYAH Al Yasa Abubakar
Islam Futura Vol 10, No 2 (2011): Jurnal Ilmiah Islam Futura
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jiif.v10i2.49

Abstract

Salah satu tujuan penetapan wali adalah melindungi kepentingan anak, meliputi kepentingan dirinya sebagai pribadi dan perlindungan atas harta kekayaannya. Tapi dalam beberapa penetapan pengadilan Mahkamah Syar`iyah di Provinsi Aceh, cenderung tidak memberi perhatian yang sungguh-sungguh mengenai perlindungan harta kekayaan anak. Beberapa penetapan pengadilan yang dapat penulis jangkau, hanya sekedar memenuhi permintaan yang diajukan pemohon, yang pada umumnya adalah permintaan untuk ditetapkan sebagai wali, diberi kewenangan untuk mewakili kepentingan anak (dalam melakukan perbuatan hukum) dan melindungi keperluan anak (termasuk melindungi dan mengembangkan harta kekayaannya). Sedang mengenai apakah anak mempunya harta kekayaan ketika akan diletakkan di bawah perwalian, dan apa saja (berapa banyak) harta kekayaan anak yang harus dilindungi oleh wali, tidak disebutsebut di dalam penetapan tersebut.
Alat Bukti dan Metode Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Zina Al Yasa’ Abubakar; Iqbal Maulana
Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum Vol 7, No 2 (2018)
Publisher : Islamic Criminal Law Department, Faculty of Sharia and Law, UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/legitimasi.v7i2.3970

Abstract

Dualisme hukum pidana merupakan sebuah realita di Aceh, Aceh sebagai daerah istimewa diberikan wewenang oleh Pemerintah Indonesia dalam menjalankan Syariat Islam seluas-luasnya termasuk dalam ranah pelaksanaan hukum jinayat (Hukum Pidana Islam). Oleh karena itu pelaksanaan hukum pidana di Aceh lahir dua sistem hukum yang berbeda yaitu Hukum Jinayat dan Hukum Positif (KUHP), jika dilihat dari beberapa segi dalam kasus zina, kedua sistem ini memiliki perbedaan yang bertolak belakang.  Ada dua persoalan pokok dalam penelitian ini pertama ; Apa perbedaan konsep zina dan bentuk sanksi dalam Qanun Jinayat dan Hukum Positif, Kedua ; Apa perbedaan alat dan metode pembuktian terhadap perbuatan zina dilihat dari Qanun Jinayat dan KUHP. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library Research), yang menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu dengan cara melihat bagaimana defenisi, sanksi dan alat bukti zina baik itu dalam hukum positif maupun Hukum Jinayat yang kemudian dijelaskan secara sistematis mengenai data-data yang diperoleh dalam penelitian berdasarkan tinjauan dari rumusan masalah yang ada. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa  kedua sistem hukum tersebut memiliki perbedaan pandangan dalam menanggapi kasus pidana zina. Dalam KUHP menyebutkan perbuatan zina merupakan perbuatan yang mengkhianati ikatan perkawinan yang suci. Sedangkan dalam Qanun Jinayat, tidak mengkategorikan zina sebagai perbuatan yang mengkhianati ikatan perkawinan saja melainkan turut mengkategorikan sebagai perbuatan yang tercela yang merusak moral dan garis keturunan seorang manusia. Oleh karena itu yang dikenakan hukuman adalah bagi pelaku yang telah terikat dengan ikatan perkawinan, sedangkan dalam pandangan Qanun Jinayat pelaku yang telah menikah maupun belum tetap sama-sama di hukum, bedanya yang menikah lebih berat hukumannya dari pada yang belum menikah, hal ini dikarenakan pelaku yang sudah menikah sudah pernah melakukan jima’ yang sah. Penelitian ini sebagai suatu catatan penting dalam pelaksanaan sistem hukum yang berlaku di Aceh. Pemahaman dan pembagian ranah penyelesaian hukum serta penegakannya harus dijelaskan secara tegas oleh pemerintah setempat kepada aparatur penegak hukum demi terciptanya tatanan hukum yang lebih baik.
WANITA SALAT BERJAMAAH DI MASJID (Kajian Teori Double Movement Terhadap Ayat 33 Surah Al-ahzab dan Nash-Nash Terkait) Al Yasa’ Abubakar; Muhammad Agus Andika
Dusturiyah: Jurnal Hukum Islam, Perundang-undangan dan Pranata Sosial Vol 9, No 1 (2019)
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/dusturiyah.v9i1.4759

Abstract

The problem of leaving a woman from home for various activities is prohibited in the Qur'an surah al-Ahzab verse 33 if it is understood in general. It is also stated in the hadith narrated by ibn khuzaimah that a woman is aurat who should not go out, especially without someone accompanying her. But there is another hadith narrated from Abu Hurairah which states that a husband should not prohibit his wife from approaching the house of Allah. Then how is the law of women praying in congregation in mosques based on the Double Movement Theory against verse 33 of surah al-Ahzab and related passages. The research method used in this paper is Library Research. In the case of women praying in congregation in mosques, the clause regarding elevating the status of women and giving women the opportunity to participate in public spaces must receive attention and be determined to have fundamental interests. Furthermore, through the double movement theory It can be understood that in this case, the Qur'an intends to maximize equality between men and women, and for this purpose it states that a woman's freedom in the public sphere is normally ideal. 
Analysis of Wakaf and Maqashid Syari'ah Law on the Development of Wakaf Property in Lhokseumawe City Yasir Nasution; Alyasa’ Abubakar; Kafrawi
Britain International of Humanities and Social Sciences (BIoHS) Journal Vol 3 No 1 (2021): Britain International of Humanities and Social Sciences, February
Publisher : Britain International for Academic Research (BIAR) Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33258/biohs.v3i1.395

Abstract

The development of waqf assets in the form of adding the function of waqf is a new phenomenon in the problems of Islamic law jurisprudence even in positive law in Indonesia. In national law (positive), Indonesia has regulated this issue with the existence of laws and government regulations regarding waqf both movable and immovable waqf assets, even in its development every property in waqf must have an Deed and / or certificate. Whereas in Islamic jurisprudence, the development of waqf assets in the form of additional functions is one of the problems that can be said to be new, it needs legal conclusions and even has to be seen from various theoretical concepts such as maqashidu sharia. Therefore this research will examine the issue of developing waqf assets based on the Waqf Law and maqashid syari'ah. This research is an empirical legal research using a sociological legal approach, with data collection through documentation and interviews. The results of the research show that the development of waqf assets is permitted according to the law, but with the stipulated conditions, besides that the development of waqf assets is also permissible in Islamic jurisprudence as long as it is solely for reasons in accordance with the concept of maqasidu syari'ah and the point is to seek maslahat.
Senif Penerima Zakat: Sebuah Upaya Untuk Reinterpretasi Al Yasa` Abubakar
Media Syari'ah Vol 16, No 2 (2014)
Publisher : Sharia and Law Faculty

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jms.v16i2.1754

Abstract

This article would like to see and discuss the opinion of the scholars of the eight groups of zakat recipients, especially in relation to the distribution of zakat purposes at the present time. How the eight groups in the present time must be defined, after a change and such a large social differences between the school friend and priest in the seventh century to ten Miladiah first, to the Muslims now, at the beginning of the 21st century. At first the Muslims may be said to live in the age of agraris (farming), while now they’ve moved into the industrial age, who say the new emerging world (society) Muslims since the beginning of the twentieth century.
Hukum Vaksin MR: Teori Istihalah dan Istihlak versus Fatwa MUI Alyasa' Abubakar; Ali Abubakar
Media Syari'ah Vol 23, No 1 (2021)
Publisher : Sharia and Law Faculty

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jms.v23i1.8485

Abstract

Measles and rubella are infectious diseases that cause very dangerous diseases throughout the world. Both diseases are incurable; can only be prevented by administering the MR (Measles Rubella) vaccine. However, in Indonesia, the implementation of vaccination for these two diseases did not run smoothly due to the circulation of information that the basic ingredients or the process of making vaccines involved elements of pigs. On that basis, the Indonesian Ulema Council issued Fatwa Number 33 of 2018 concerning the Use of Mr (Measles Rubella) Vaccine Products from SII (Serum Institute Of India) for Immunization which stipulates that "the use of vaccines that utilize pig elements and their derivatives is unlawful". The MUI equates the involvement of pork as the main ingredient and as a medium for making vaccines. This paper relates the fatwa to the prohibition of certain objects in the Qur'an, hadith, and interpretations made by scholars, especially related to the theory of istihālah (perfect change) and istihlāk (mixing). Both of these theories are used in the thought of the scholars of schools and at the present time, especially in objects that are changed through fermentation and synthetic processes, which can be called chemical engineering. Campak dan rubella merupakan penyakit infeksi yang mengakibatkan pernyakit sangat berbahaya  di seluruh dunia. Kedua penyakit tidak dapat diobati; hanya dapat dicegah dengan pemberian vaksin MR (Measles Rubella). Namun demikian, di Indonesia, pelaksanaan vaksinasi untuk kedua penyakit ini tidak berjalan lancar karena beredarnya informasi bahwa bahan dasar atau proses pembuatan vaksin terlibat unsur babi. Atas dasar itu,   Majelis Ulama Indonesia menerbitkan Fatwa Nomor  33 Tahun 2018 tentang Penggunaan Vaksin Mr (Measles Rubella) Produk dari SII (Serum Intitute Of India) untuk Imunisasi yang menentukan bahwa  “penggunaan vaksin yang memanfaatkan unsur babi dan turunannya hukumnya haram”.  MUI menyamakan keterlibatan unsur babi sebagai bahan utama dan sebagai media pembuatan vaksin. Tulisan ini mengubungkan fatwa tersebut dengan keharaman benda tertentu dalam al-Qur'an,  hadis,  dan penafsiran yang dilakukan para ulama, terutama terkait dengan teori istihālah (perubahan sempurna) dan istihlāk (percampuran). Kedua teori ini digunakan dalam pemikiran para ulama mazhab dan pada masa sekarang, terutama sekali pada benda-benda yang berubah melalui proses fermentasi dan sintetis, yang dapat disebut sebagai rekayasa kimiawi.