Claim Missing Document
Check
Articles

Found 37 Documents
Search

HADIS-HADIS HUKUM YANG KONTRA PEMBARUAN AL-QUR’AN: Tinjauan Pola Pemahaman Mu’abbad dan Mu’aqqat Abubakar, Ali
Ar Raniry : International Journal of Islamic Studies Vol 1, No 2 (2014): Ar-Raniry : International Journal of Islamic Studies
Publisher : UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (617.369 KB) | DOI: 10.20859/jar.v1i2.22

Abstract

Artikel ini ditulis untuk menjawab pertanyaan bagaimana pola pemahaman ulama terhadap hadis-hadis yang tampak kontra dengan semangat al-Qur‟an dan bagaimana alternatif pola pemahaman terhadap hadis-hadis tersebut sehingga produk fikih yang dihasilkan serasi dengan semangat al-Qur‟an? Ini dilakukan mengingat ada ketidaksinkronan antara sebagian teks-teks hadis hukum dengan semangat umum al-Qur‟an. Penelitian ini menggunakan kerangka teori yang mengatagorikan hadis menjadi dua, yaitu mu‟abbad (berlaku universal dan abadi) dan mu‟aqqat (berlaku hanya untuk masa dan kondisi tertentu). Kesimpulannya, ulama mazhab cenderung memahami hadis-hadis yang tampak bertentangan dengan al-Qur‟an hadis-hadis tasyrīʻiyyah dengan pola pemahaman lafẓiyyah; menganggapnya sebagai hadis-hadis mu‟abbad yang berlaku universal, lintas waktu dan tempat, dan berlaku ketat. Dengan pendekatan asbāb al-nuzūl dan asbāb al-wurūd al-ḥadīts dalam makna yang luas—sejarah sosial hukum Islam, ditemukan bahwa hadis-hadis yang tampak bertentangan dengan al-Qur‟an tersebut harus dipahami berlaku berbatas waktu atau pada masa Nabi Muhammad hidup di Semenanjung Arabia abad ke-7 Masehi. Dengan demikian, hadis-hadis tersebut dikategorikan kepada hadis-hadis mu‟aqqat, yang berlaku temporal; hanya pada masa, kondisi sosial masyarakat pada atau yang sama dengan di Semenanjung Arabia pada abad ke-7 Masehi.Keywords: mu'abbad,  mu'aqqat, semangat al-Qur‟an, hadis.
Children Handling Procedure in Islamic Criminal Offense in Aceh Analiansyah Analiansyah; Ali Abubakar
AHKAM : Jurnal Ilmu Syariah Vol 21, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Islam Negeri Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/ajis.v21i1.20869

Abstract

The Law of the Republic of Indonesia authorizes Aceh to implement shari’a law in various sectors, including jināyāt (Islamic criminal law). This additional authority is different from the authority of the Religious Courts (Pengadilan Agama) in other provinces in Indonesia. This article analyzes the process of handling children in criminal cases in the Aceh’s Shari’a Courts in Aceh using the lex specialis derogate legi generalis and the systematic lex specialis principles. The data in this study comes from legal documents and interviews with Shari’a Court judges. The results show that the handling of Islamic criminal offenses involving children has been carried out by referring to existing laws and regulations according to the principle of specificity. However, some issues arise related to human resources and appropriate facilities. Most of the judges have not obtained special training in handling children’s cases, which influenced their knowledge on the issue. Moreover, children involving in legal cases are still treated using similar facilities as adults. These weaknesses, however, can be appropriately resolved by the Shari’a Courts and the Aceh Government. Abstrak:Undang-Undang Republik Indonesia memberikan kewenangan kepada Aceh untuk menerapkan syariat Islam di berbagai bidang, termasuk jināyāt (hukum pidana Islam). Pemerintah Aceh mengeluarkan qanun (Peraturan Daerah) yang mencakup beberapa jarīmah (perbuatan pidana) dan pelaksanaannya menjadi kewenangan Pengadilan Syariah (Mahkamah Syar’iyyah) di Aceh. Kewenangan tambahan ini berbeda dengan kewenangan Peradilan Agama di provinsi lain di Indonesia. Hakim-hakim di pengadilan-pengadilan tersebut tidak mendapatkan pendidikan khusus dalam hukum pidana, terutama kasus-kasus yang melibatkan anak-anak yang telah diatur dalam undang-undang khusus. Kewenangan tambahan dalam memeriksa dan mengadili perkara pidana di Mahkamah Syariah menimbulkan persoalan Sumber Daya Manusia (SDM) baru. Artikel ini menganalisis proses penanganan anak di Pengadilan Syariah di Aceh dengan menggunakan prinsip lex specialis derogate legi generalis dan systematic lex specialis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanganan tindak pidana Islam yang melibatkan anak telah dilakukan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang ada sesuai dengan asas kekhususan. Beberapa kelemahan sumber daya manusia dan infrastruktur dapat diselesaikan dengan baik oleh Pengadilan Syariah dan Pemerintah Aceh. 
Hadis-Hadis Hukum yang Kontra Pembaruan Al-Qur’an: Tinjauan Pola Pemahaman Mu’abbad dan Mu’aqqat Ali Abubakar
Ar-Raniry: International Journal of Islamic Studies Vol 1, No 2 (2014): Ar-Raniry: International Journal of Islamic Studies
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (617.369 KB) | DOI: 10.22373/jar.v1i2.7391

Abstract

Artikel ini ditulis untuk menjawab pertanyaan bagaimana pola pemahaman ulama terhadap hadis-hadis yang tampak kontra dengan semangat al-Qur‟an dan bagaimana alternatif pola pemahaman terhadap hadis-hadis tersebut sehingga produk fikih yang dihasilkan serasi dengan semangat al-Qur‟an? Ini dilakukan mengingat ada ketidaksinkronan antara sebagian teks-teks hadis hukum dengan semangat umum al-Qur‟an. Penelitian ini menggunakan kerangka teori yang mengatagorikan hadis menjadi dua, yaitu mu‟abbad (berlaku universal dan abadi) dan mu‟aqqat (berlaku hanya untuk masa dan kondisi tertentu). Kesimpulannya, ulama mazhab cenderung memahami hadis-hadis yang tampak bertentangan dengan al-Qur‟an hadis-hadis tasyrīʻiyyah dengan pola pemahaman lafẓiyyah; menganggapnya sebagai hadis-hadis mu‟abbad yang berlaku universal, lintas waktu dan tempat, dan berlaku ketat. Dengan pendekatan asbāb al-nuzūl dan asbāb al-wurūd al-ḥadīts dalam makna yang luas—sejarah sosial hukum Islam, ditemukan bahwa hadis-hadis yang tampak bertentangan dengan al-Qur‟an tersebut harus dipahami berlaku berbatas waktu atau pada masa Nabi Muhammad hidup di Semenanjung Arabia abad ke-7 Masehi. Dengan demikian, hadis-hadis tersebut dikategorikan kepada hadis-hadis mu‟aqqat, yang berlaku temporal; hanya pada masa, kondisi sosial masyarakat pada atau yang sama dengan di Semenanjung Arabia pada abad ke-7 Masehi.
KEDUDUKAN SYARIAT ISLAM DALAM TATA NEGARA INDONESIA Ali Abubakar
Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum Vol 3, No 1 (2014)
Publisher : Islamic Criminal Law Department, Faculty of Sharia and Law, UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/legitimasi.v3i1.343

Abstract

The implementation of Sharia in Aceh was based on a people view of life in Aceh who believes their existence cannot be separated from the Allah guidance. In fact, Islamic Sharia is already implemented in Aceh since the Kingdom of Aceh Darussalam, as evidenced by the presence of various manuscripts focusing on Islam. Legally, it is recognized in Indonesia in Article 29 UUD 1945 as wells as in the Central Government through Act No. 44 of 1999 and Act 11 of 2006. Academically, although the imposition of Sharia in Aceh is based on civil law, but it cannot be denied that in the application process of common law also plays an important role. Kata Kunci: Syariat Islam, wewenang, qanun, lex spesialis, agama, jinayat, civil law, common law.
ANALYSIS OF ISLAMIC CRIMINAL LAW ON THE USE OF CCTV VIDEO RECORDING TOOLS (Decision Study Number 465 / Pid.B / 2019 / PN Smg) Ali Abubakar; Sidiq Munadial Haque
Dusturiyah: Jurnal Hukum Islam, Perundang-undangan dan Pranata Sosial Vol 10, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/dusturiyah.v10i2.8117

Abstract

Discussion of CCTV video recordings that serve as a monitoring tool to record all events. The existence of this tool is very useful as a source of information in case of a criminal act. Therefore, in this technological era, these video recordings then began to enter the realm of law, this video recording is very useful as a source of information in the event of a criminal act. It is not uncommon for these video recordings to be used as evidence in a trial, but the problem is that this video recording is not included in Article 184 of the Criminal Procedure Code regarding various types of evidence, is not included in Islamic law, and also this video recording is very important. very vulnerable to being manipulated for certain purposes and purposes, therefore it is interesting for the author to research it, so the question arises how to use CCTV video evidence in trials of premeditated murder in Decision Number 465 / Pid.B / 2019 / PN Smg ?, how analysis of Islamic criminal law on the use of CCTV video evidence in the trial of premeditated murder in Decision Number 465 / Pid.B / 2019 / PN Smg? The method that I use in this journal is the library research method. The results of this study The use of CCTV video evidence in Decision Number 465 / Pid.B / 2019 / PN Smg can be used as legal evidence and in its use it is used as evidence for guidance by the judge supported by the testimonies of witnesses and statements from the an expert, in which the witnesses and experts have been sworn in to give true testimony at trial, so as to convince the judge of the truth of a criminal act committed by the defendant. The use of CCTV video recordings in Decision Number 465 / Pid.B / 2019 / PN Smg can be used as evidence of guidance or qarīnah which corroborates other evidence. The use of CCTV video evidence evidence in Islamic criminal law is included in the category of bayyinah which means anything that can show the truth of an event or action, in its use it is included in Qarīnah evidence.
PERSEPSI PENGURUS PESANTREN TRADISIONAL TERHADAP HUKUM MEROKOK DAN DAMPAK MEROKOK DENGAN INTENSI BERHENTI MEROKOK DI KABUPATEN PIDIE JAYA Razali Razali; Fahmi Ichwansyah; Ali Abubakar
Sel Jurnal Penelitian Kesehatan Vol 7 No 1 (2020): SEL Jurnal Penelitian Kesehatan
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/sel.v7i1.2322

Abstract

Aceh merupakan salah satu provinsi dengan persentase perokok yang sangat tinggi yaitu 29,3%. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengkaji faktor yang mempengaruhi perilaku merokok namun belum banyak yang mengkaji mengenai intensi berhenti merokok terutama pada kalangan pesantren. Penelitian ini akan mengkaji persepsi terhadap hukum dan dampak merokok dengan intesi berhenti merokok pada pengurus pesantren tradisional di Kabupaten Pidie Jaya. Jenis penelitian analitik dengan desain potong lintang. Populasi dalam penelitian pengurus yang menetap di pesantren tradisional. Sampel penelitian sebanyak 96 orang dengan menggunakan teknik proporsional random sampling. Analisis data dengan menggunakan regresi linear. Hasil penelitian didapatkan ada pengaruh persepsi terhadap dampak merokok terhadap intensi berhenti merokok (p=0,002), dan tidak ada pengaruh persepsi hukum merokok terhadap intensi berhenti merokok. Faktor yang internal yang berpengaruh terhadap intensi berhenti merokok adalah lama merokok (p=0,001), jumlah rokok (p=0,009), pendidikan (p=0,006) dan lingkungan (p=0,001). Faktor eksternal meliputi iklan dampak merokok (p=0,001) berpengaruh terhadap intensi berhenti merokok. Kesimpulan dari penelitian ini secara tidak langsung faktor internal melalui persepsi terhadap dampak merokok mempunyai pengaruh terhadap intensi berhenti merokok. Namun tidak mempunyai pengaruh jika melalui persepsi terhadap hukum. Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya agar dapat meningkatkan kampanye tentang bahaya dari rokok serta meningkatkan konseling kepada perokok aktif yang ingin berhenti merokok. Perlu peningkatan pengawasan terhadap tempat-tempat yang menjadi kawasan tanpa rokok sehingga dapat meningkatkan keinginan berhenti merokok. Aceh is one of the provinces with a very high percentage of smokers at 29.3%. Much research has been done to examine the factors that influence smoking behavior, but not many have examined the intentions of quitting smoking, especially among pesantren. This study will examine perceptions of the law and the impact of smoking with the cessation of smoking cessation at traditional islamic boarding school administrators in Pidie Jaya Regency. This type of analytic research with cross sectional study design. The population in the study of administrators who settled in Traditional Pesantren. The research sample of 96 people using proportional random sampling technique. Data analysis using a linear regression with the stata program. The effect of perception on the impact of smoking on the intention to stop smoking (p=0.002), there was no effect of the perception of smoking law on the intention to stop smoking. Internal factors that influence the intention to stop smoking are smoking duration (p=0.001), number of cigarettes (p=0.009), education (p=0.006) and environment (p=0.001). External factors include advertising the impact of smoking (p=0.001) effect on the intention to stop smoking. The conclusion of this study indirectly internal factors through the perception of the effects of smoking have an influence on the intention to stop smoking. But it has no influence if through perception of the law. To the Pidie Jaya District Health Office in order to increase the campaign about the dangers of smoking and improve counseling for active smokers who want to quit smoking. Need to increase supervision of places that are areas without smoking so as to increase the desire to stop smoking.
THE CHANCE ON ISLAMIC FAMILY LAW STUDY IN INDONESIA Ali Abubakar
PETITA: JURNAL KAJIAN ILMU HUKUM DAN SYARIAH Vol 4 No 1 (2019)
Publisher : LKKI Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2437.654 KB) | DOI: 10.22373/petita.v4i1.13

Abstract

This article investigates the Islamic family law which creating a debatable law in Indonesia legal system. The law has covered of private life of the citizen of Indonesia. Furthermore, Constitutional Court has directly intervened the Islamic family law in Indonesia. The fortuitous of expansion of Islamic family law seems to extensively uncluttered. Numerous issues such as place, time, motivation, situation, and typical Indonesian traditions that are dissimilar from the Arabs are the authenticities that should assist as of the underwriting variables towards the Islamic family law improvement. In accumulation, several current authorized decision representations and its developments that have been initiated by authorities have produced a potential space that necessitates more special treatment because it serves as a contraption that can yield a law. Most concepts that have been made by Islamic intellectuals are still stared as a group of suggestions, not yet accomplishment the state of practical submission. Therefore, their growth in various stages – reaching from basic guidelines to applied norms-needs to be showed. Abstrak: Artikel ini mengkaji hukum keluarga Islam yang menyebabkan perdebatan hukum dalam sistem hukum Indonesia. Undang-undang tersebut telah membahas kehidupan pribadi warga negara Indonesia. Selanjutnya, Mahkamah Konstitusi secara langsung telah mengintervensi hukum keluarga Islam di Indonesia. Ekspansi hukum keluarga Islam tampaknya sangat kacau. Masalah-masalah, seperti tempat, waktu, motivasi, situasi, dan tradisi khas Indonesia yang berbeda dari orang Arab merupakan keaslian yang seharusnya menjadi variabel-variabel yang dipertimbangkan dalam perbaikan hukum keluarga Islam. Beberapa representasi keputusan resmi saat ini dan perkembangannya yang telah diprakarsai oleh pihak berwenang telah menciptakan ruang potensial yang memerlukan perlakuan lebih khusus, karena berfungsi sebagai alat yang dapat menghasilkan undang-undang. Sebagian besar konsep yang telah dibuat oleh para intelektual Islam masih dipandang sebagai sekumpulan saran, yang belum memenuhi syarat praktis. Oleh karena itu, perkembangannya dalam berbagai tahap perlu ditunjukkan, mulai dari pedoman dasar hingga norma-norma yang berlaku. Kata kunci: Hukum Keluarga Islam, Hukum Indonesia, Hukum Perkawinan, Mahkamah Konstitusi.
Persepsi Masyarakat Kecamatan Terangun Kab. Gayo Lues Terhadap Tanggung Jawab Nafkah Bagi Pasangan Pisah Rumah Ali Abubakar; Rispalman Rispalman; Nurbaiti Baiti
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 4, No 1 (2021): EL-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v4i1.8565

Abstract

Nafkah merupakan salah satu bagian pondasi tegaknya hubungan rumah tangga yang baik. Kewajiban nafkah ini dibebankan kepada suami terhadap isteri. Suami dalam keadaan bagaimanapun wajib memenuhi hak nafkah isterinya. Kewajiban nafkah tersebut akan putus ketika hubungan keduanya benar-benar putus. Dalam beberapa kasus, ditemukan suami yang tidak menunaikan kewajibannya terhadap isteri karena pisah rumah, hal ini seperti terjadi di Kecamatan Terangun Kab Gayo Lues. Untuk itu, yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana persepsi masyarakat terhadap tanggung jawab nafkah pasangan pisah rumah di Kecamatan Terangun Kabupaten Gayo Lues, dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap tanggung jawab nafkah pasangan pisah rumah pada masyarakat Kecamatan Terangun Kabupaten Gayo Lues. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, adapun jenis penelitian ini adalah analisis-deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terhadap tanggung jawab nafkah bagi pasangan pisah rumah di Kecamatan Terangun ialah suami masih tetap bertanggung jawab atas nafkah isteri. Sejauh pernikahan mereka belum putus, sejauh itu pula suami wajib di dalam memenuhi nafkah isteri. Kasus pasangan pisah rumah di Kecamatan terangun Kabupaten Gayo Lues dipengaruhi oleh faktor suami berpoligami, tidak mendapatkan restu dari istri, suami melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), keuangan atau faktor ekonomi keluarga, nikah muda, atau selingkuh, pertengkaran dan suami kasar, poligami, dan juga pasangan muda. Kasus-kasus pasangan pisah rumah di Kecamatan Terangun Kabupaten Gayo Lues menunjukkan bukan karena kesalahan isteri, namun kesalahan suami. Kondisi tersebut tidak merubah kedudukan suami sebagai pihak yang masih bertanggung jawab penuh terhadap nafkah isterinya. Oleh sebab itu, suami yang tidak menunaikan tanggung jawab nafkah sebagaimana terjadi di dalam masyarakat Kecamatan Terangun cenderung tidak sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai hukum Islam.
Hukum Walīmah Al-‘Urs menurut Perspektif Ibn Ḥazm Al-Andalusī Ali Abubakar; Yuhasnibar Yuhasnibar; Muhamad Nur Afiffuden Bin Jufrihisham
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 2, No 2 (2019): EL-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v2i2.7653

Abstract

Jumhur ulama berpendapat bahwa walīmah al-‘urs hukumnya sunnah mu’akkad. Namun demikian, ada juga sebagian ulama memandang wajib, pendapat ini dipegang oleh Ibn Ḥazm al-Andalusī. Penelitian ini secara khusus menelaah pemikiran hukum Ibn Ḥazm al-Andalusī yang mengatakan hukum wajib melaksanakan walīmah al-‘urs. Dalam konteks ini, Ibn Ḥazm al-Andalusī cenderung memahami dalil-dalil hadis sebagai dasar hukum perintah wajib melaksanakan walīmah al-‘urs. Fokus penelitian ini adalah: Bagaimana pandangan Ibn Ḥazm tentang hukum melaksanakan walīmah al-‘urs?, dan Bagaimana dalil dan metode istinbāṭ yang digunakan Ibn Ḥazm dalam menetapkan hukum walīmah al-‘urs?. Dalam penelitian ini penulis mengunakan penelitian kepustakaan (library research). Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan cara analisis normatif. Setelah melakukan analisa mendalam terhadap fokus penelitian, penulis dapat menyimpulkan menurut Ibn Ḥazm, pelaksanaan walīmah al-‘urs hukumnya wajib dan disesuaikan dengan kemampuan. Dalil yang digunakan Ibn Ḥazm mengacu pada tiga riwayat hadis. Pertama hadis qawliyyah riwayat Muslim dari Yaḥyā bin Yaḥyā al-Tamīmī terkait perintah Rasulullah SAW untuk melaksanakan walīmah al-‘urs walaupun hanya sekadar satu ekor kambing. Kemudian, kedua hadis fi’liyyah riwayat Muslim dari Abī Bakr bin Abī Syaibah dan riwayat al-Bukhārī dari Muḥammad bin Yūsuf terkait Rasulullah SAW melaksanakan walīmah al-‘urs. Terhadap pendapat dan dalil hukum yang digunakan Ibn Ḥazm, pola penalaran yang ia gunakan ialah cenderung pada metode istinbāṭ bayānī, yaitu melihat sisi kaidah kebahasaan pada lafaz “أَوْلِمْ” dalam matan hadis riwayat Muslim “أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ”. Lafaz tersebut menurut Ibn Ḥazm merupakan lafaz amar perintah yang mengandung indikasi hukum wajib. Selain itu, pola penalaran istinbāṭ bayānī juga terlihat pada saat Ibn Ḥazm memandang hadits fi’liyyah Rasul SAW harus didukung dengan petunjuk dalil qawliyyah, sebab perbuatan Rasulullah SAW melaksanakan walīmah al-‘urs tidak dapat dijadikan hujjah wajibnya walīmah al-‘urs, kecuali adanya petunjuk dalil hadis lain yang memerintahkannya. Pola penalaran semacam ini mengarah pada metode istinbāṭ bayānī.
Persyaratan Hak ‘Iwadh Khulu’ (Analisa terhadap Pendapat Mazhab Maliki) Ali Abubakar; Maulizawati Maulizawati
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 1, No 1 (2018): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v1i1.5566

Abstract

Dalam kehidupan rumah tangga tidak selalu harmonis, suatu ketika bisa saja suami istri berselisih paham dari persoalan yang kecil sampai masalah yang menimbulkan perceraian. Dalam kondisi seperti ini, jika kesalahan fatal datang dari pihak suami, maka istri memiliki hak untuk meminta cerai dari suami (khulu’). Khulu’ adalah berpisahnya suami dari istri dengan memberi ganti yang diambil suami dari istri atau selainnya. ‘iwadh khulu’ merupakan pemberian ganti rugi oleh seorang istri untuk memperoleh talak dari suami. Oleh karena itu permasalahan yang diangkat dalam artikel ini adalah bagaimana penetapan persayaratan hak ‘iwadh khulu’ menurut pendapat Mazhab Maliki, dan bagaimana dalil serta metode istinbath hukum yang digunakan oleh Mazhab Maliki dalam penetapan keabsahan khulu’. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library Reaserach), dengan metode pengumpulan data dari dokumentasi , dan penelitian ini bersifat deskriptif analisis. Dan sumber data primer yaitu kitab-kitab Imam Malik yang berkenaan dengan ‘iwadh khulu’. Berdasarkan hasil penelitian, menurut Imam Malik khulu’ memiliki dua kemungkinan. Pertama, boleh terjadinya khulu’ tanpa adanya ‘iwadh. Alasan Imam Malik berpendapat seperti ini karena beliau menyamakan khulu’ seperti halnya talak. Kedua, tidak sah khulu’ tanpa adanya ‘iwadh (sesuatu), kecuali si lelaki meniatkan khulu’ istri itu sebagai talak. Serta tidak membolehkan suami mengambil pembayaran khulu’ itu lebih besar dari apa yang diberikan apabila  kesalahan itu datang dari suami,  akan tetapi jika si istri ridha dan tidak merasa berat hati tidak mengapa. Kemudian cara penetapan hukum yang digunakan oleh Imam Malik lebih berfokus pada pola penetapan hukum berdasarkan kepada nash al-Bayan bi al-Qaul yaitu penjelasan melalui sabda Rasulullah SAW atau firman Allah SWT.  Hal ini berdasarkan kepada Hadis yang telah diriwayatkan dari Imam Malik, dan juga Hadis yang diriwayatkan Al-Bukhari dan Al-Nasaiy dan Ibnu Abbas yaitu perihal Habibah binti Sahal yang mana istrinya tidak lagi ingin bersama suaminya karena khawatir tidak akan dapat menjalankan kewajibannya dan merasa takut akan kufur maka dibolehkan khulu’.