Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

PEMIKIRAN SUFISTIK Mengenal Biografi Intelektual Imam Al-Ghazali Syafril Syafril
SYAHADAH : Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Keislaman Vol 5 No 2 (2017)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fak. Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (671.338 KB) | DOI: 10.32520/syhd.v5i2.184

Abstract

Tulisan ini bertujan untuk mengenal lebih dekat sosok al-Ghazali dan mengetahui pemikiran tasawufnya. Dengan mengetahui latar sosiologis kehidupan al-Ghazali dan pemikirannya, mengantarkan kita dapat memahami pemikiran dan menghargai ide dan usahanya. Tak pelak lagi, al-Ghazali telah berjasa dalam merumuskan konsep tasawufnya yang didasari dari perenungannya terhadap ajaran al-Qur’an dan Sunnah. Kitab Ihya’ Ulumiddin, merupakan karya agung dan terbesar al-Ghazali. Dalam buku ini, al-Ghazali menjelaskan pemikiran-pemikirannya mengenai tasawuf dan berusaha merekonsiliasi antara syari’at dan tasawuf dengan mengembalikan pemahamnnya kepada al-Qur’an dan Sunnah. Ia menentang keras pemikiran-pemikiran yang dianggapnya menyimpang dari ajaran Agama. Gagasan yang diperkenalkan al-Ghazali dalam menyelaraskan syari’at dan hakikat sedemikian mendalam dan belum pernah dikemukakan oleh pemikir sebelumnya. Pemikiran al-Ghazali kemudian memberikan pengaruh yang luar biasa sehingga diikuti oleh tokoh-tokoh sufi sesudahnya. Tidak hanya itu, tasawuf pada akhirnya dapat diterima oleh ahli syari’at dan dipahami oleh masyarakat umum.
ASABUN NUZUL: KAJIAN HISTORIS TURUNNYA AYAT AL-QUR’AN syafril syafril
SYAHADAH : Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Keislaman Vol 6 No 2 (2018)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fak. Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1147.672 KB)

Abstract

Kajian asbabun nuzul merupakan media yang mampu menyingkap korelasi antara nash dan realitas serta menilik sejauh mana dialektika yang terjadi antara keduanya. Ilmu ini memberikan pemahaman terhadap hubungan nash dan realitas. Bahkan mampu menguak hakikat dan latar belakang turunnya sebuah ayat; apakah ayat tersebut memberikan dukungan dan jawaban terhadap realitas yang terjadi ketika itu. Mengetahui asbabun nuzul sangat membantu untuk mengetahui ayat al-Qur’an serta mengetahui rahasia-rahasia yang dikandungnya. Oleh karena itu, sekelompok ulama hadis dari kalangan sahabat dan tabi’in menaruh perhatian terhadap riwayat-riwayat asbabun nuzul. Semenjak dahulu bahkan hingga sekarang, ada sebagian orang yang beranggapan bahwa mempelajari asbabun nuzul tidak ada manfaatnya. Lebih jauh mereka mengatakan bahwa mempelajari ilmu ini sama dengan mempelajari sejarah, sebuah sejarah yang telah usang ditelan zaman, tidak memiliki makna apa-apa. Ungkapan seperti ini sangat tidak berdasar, karena jika diteliti secara jeli ternyata mempelajari ilmu asbabun nuzul ini bukan hanya mengulas lembaran sejarah masa lalu, tetapi lebih dari itu, ilmu ini menyimpan rahasia dan manfaat yang sangat banyak.
TAFSIR ADABI IJTIMA’I Telaah Atas Pemikiran Tafsir Muhammad Abduh Syafril Syafril; Amaruddin Amaruddin
SYAHADAH : Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Keislaman Vol 7 No 1 (2019)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fak. Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (839.684 KB)

Abstract

Corak tafsir adabi ijtima’i pertama kali diperkenalkan oleh Syaikh Muahmmad Abduh melalui karya monumentalnya, Tafsir Al-Qur’an Al-Hakim atau yang lebih popular dengan nama Tafsir al-Manar. Berbeda dengan mufasir sebelumnya, penafsiran Abduh lebih berorientasi kepada semangat ajaran yang bersifat universal dan menonjolkan aspek hidayah al-Qur’an. Melalui paradigma ini, Abduh menginginkan pembaca karyanya, baik kalangan intelektual maupun masyarakat awam, menyadari bahwa karya-karya tafsir tradisional terdahulu tidak akan memberikan pemecahan terhadap masalah-masalah penting yang mereka hadapi sehari-hari. Oleh karenanya, sebuah karya tafsir mestilah menghindari dari adanya kesan penafsiran yang menjadikan al-Qur’an lepas dari akar-akar sejarah kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok masyarakat. Dengan corak adabi ijtima’i, Abduh kembali mereposisi al-Qur’an sebagai kitab hidayah dalam kehidupan sehari-hari. Corak tafsir adabi ijtima’i kemudian menjadi ciri utama dalam tafsir modern kontemporer yang membedakannya dengan karya tafsir sebelumnya.
POLEMIK NASKH DALAM AL-QUR’AN Upaya Rekonsiliasi Antara Pro dan Kontra syafril syafril; Amaruddin Amaruddin
SYAHADAH : Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Keislaman Vol 8 No 1 (2020)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fak. Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Polemik seputar naskh al-Qur’an merupakan suatu perdebatan yang cukup tajam dan klasik antara pihak yang pro dan kontra. Bagi pihak yang menerima, naskh al-Qur’an justru ditegaskan secara eksplisit dalam surat al-Baqarah ayat 106. Sementara pihak yang kontra atau menolak naskh, menegaskan bahwa al-Qur’an tidak tersentuh kebatilan dari depan dan belakang, karena menetapkan naskh berarti menetapkan ada hukum yang batil sehingga harus diamputasi. Kedua pandangan yang bertolak belakang itu sejatinya dapat direkonsiliasi dengan meninjau kembali pengertian naskh, atau reinterpresi atas ayat-ayat naskh. Pengertian naskh bukan berarti membatalkan atau mengangkat hukum sehingga tidak berlaku, akan tetapi naskh bermakna pergantian atau pemindahan sebagaimana arti kebahasaan kata naskh itu sendiri. Dengan demikian, ayat-ayat al-Qur’an tetap berlaku, namun hukumnya dipalingkan kepada kasus yang lain, karena adanya perubahan situasi dan kondisi masyrakat yang menjadi khitab ayat. Dengan makna ini, aya-ayat al-Qur’an berfungsi sebagaimana obat bagi orang yang sakit. Karena kondisi penyakitnya yang berangsur membaik, maka dosis obat pun diganti dengan yang lebih rendah
PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP PENGAJARAN TAFSIR AL-QUR’AN DI PERGURUAN TINGGI Raja Muhammad Kadri; Syafril Syafril
SYAHADAH : Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Keislaman Vol 8 No 2 (2020)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fak. Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kepakaran Quraish Shihab dalam bidang al-Qur’an dan tafsir tidak diragukan lagi, karena studinya mulai dari S1 sampai dengan S3 dibidang Ilmu al-Qur’an dan tafsir. Pengalamannya dalam mengajar dibidang tersebut juga sudah cukup lama. Sehingga melalui latar belakang keilmuan dan pengalaman mengajar tersebut, beliau memiliki gagasan dan pandangan tersendiri terhadap pengajaran tafsir yang selama ini dianggap kurang mengena bagi mahasiswa di perguruan tinggi, terutama bagi mahasiswa yang mendalami bidang al-Qur’an dan tafsir. Pandangan dan gagasan nya, diungkapkan dalam beberapa tulisan. Diantara pandangan nya terhadap pengajaran tafsir di perguruan tinggi yaitu mengenai materi pokok yang harus diajarkan, orientasi pembelajaran, dan kunci dari keberhasilan pengajaran tafsir al-Qur’an di perguruan tinggi tersebut.
DISKURSUS METODE AR-RA’YU DALAM PENAFSIRAN AL-QUR’AN Syafril Syafril; Fiddian Khairudin
SYAHADAH : Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Keislaman Vol 7 No 2 (2019)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fak. Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Diskursus tafsir ar-ra’yu menjadi salah satu poin yang seirng diperdebatkan dikalangan peminat kajian al- Qur’an. Di satu sisi ada kelompok yang menolak menggunakan ra’yu (logika) dalam tafsir al-Qur’an. Namun di sisi lain, ada pula kelompok yang membolehkannya. Berdasarkan realitas sejarah perkembangan tafsir al-Qur’an dari masa ke masa, dari klasik hingga kontemporer, keberadaan tafsir ar-ra’yu tidak terbantahkan bahkan melaju dengan sangat pesat di bandingkan dengan kedua metode tafsir lainnya, yakni al- ma’tsur dan al-isyari. Terlepas dari adanya perbedaan pandangan itu, keduanya kelompok tersebut sepakat menerima tafsir ar-ra’yu jika diartikan sebagai tafsir yang menjadikan ra’yi atau ijtihad sebagai dasar penafsirannya, baik dengan menggunakan analisis kebahasaan, asbabun nuzul, makiyyah dan madaniyyah, nasikh mansukh, qiraat, korelasi antar ayat dan surat atau munasabah, dan keilmuan lainnya yang termasuk perangkat penafsiran al- Qur’an. Dengan demikian, maka perbedaan pendapat itu terjadi hanya pada istilah saja bukan substansinya.
HERMENEUTIKA AL-QUR’AN; SUATU TELAAH KONSEPTUAL Syafril Syafril; Nasrullah Nasrullah
SYAHADAH : Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Keislaman Vol 9 No 2 (2021)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fak. Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hermeneutika diperkenalkan pertama kali sebagai metode penafsiran oleh Dannhauer pada abad ke 17 Masehi. Kecenderungan menggunakan hermeneutika sebagai teori penafsiran kitab suci bermula ketika kalangan Protestan membutuhkan buku pedoman penerjemahan untuk membantu para pendeta memahami dan menafsirkan Bibel, disaat otoritas Gereja dituntut menyelesaikan persoalan-persoalan penafsiran. Belakangan ini, hermeneutika digunakan sebagai metode penafsiran al-Qur’an. Hal ini disebabkan hermeneutika berusaha menggali makna dengan mempertimbangkan horison-horison yang melingkupi teks tersebut. Horison yang dimaksud adalah horison teks, horison pengarang dan horison pembaca. Dengan memperhatikan ketiga unsur triadik di atas, diharapkan akan berhasil melahir makna-makna baru sesuai dengan situasi dan kondisi saat teks itu di baca atau di pahami. Dengan bahasa lain, metode penafsiran dengan hermeneutika harus memperhatikan tiga komponen pokok, teks, konteks, dan uapaya kontekstualisasi. Dengan demikian, maka penafsiran al-Qur’an akan tetap hidup dan relefan dengan perkembangan zaman.
TRADITIONAL AND MODERN-CONTEMPORARY STYLES Syafril Syafril; Amaruddin Amaruddin
SYAHADAH : Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Keislaman Vol 10 No 2 (2022)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fak. Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

In general, the style of interpretation is conventionally classified into the periodization of the interpretation itself. Interpretation that appeared in the Middle Ages are identified with style of fiqh, kalam, philosophy, tasawuf. The interpretation that appeared in the modern-contemporary era often have the style of adabi ijtimai', ilmi, haraki, hidai. But in this paper, the style of interpretation is classified into traditional and modern-contemporary. This classification refers to the understanding of the style that developed in the history of Islamic thought. In general, Islamic thought is divided into two major streams, namely traditionalism and modernism. Both of these interpretations have their own paradigms. As in general scientific studies, intellectuals who study the Quran must use a paradigm when doing interpretation, because it is inherent in the theory of interpretation. It is used in the arranging the interpretation conciously or unconciouslys. The style of traditional interpretation can be seen in the three paradigms. The three paradigmatic theories are the technical paradigm, the accommodation paradigm, and the reductionist paradigm. Meanwhile, the modern-contemporary style of interpretation with functional paradigm theory, namely making the Qur'an as guidance or huda in all aspects of life and the literacy paradigm theory which makes the Qur'an the greatest book of literature. These two paradigms distinguish traditional and modern-contemporary interpretations.
TAFSIR AHKAM DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA Syafril Syafril
SYAHADAH : Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Keislaman Vol 10 No 1 (2022)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fak. Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan utama diturunkannya al-Qur’an adalah untuk memberikan hidayah atau petunjuk kepada umat manusia. Hidayah al-Qur’an, diorientasikan kepada tiga tujuan pokoknya, yaitu akidah, ibadah dan akhlak. Jika dibandingkan dengan persoalan lainnya, al-Qur’an memberikan perhatian yang cukup besar terhadap tatanan hukum yang mengatur dan menciptakan kemaslahatan hidup manusia. Indikator ini dapat dilihat dari terma yang digunakan al-Qur’an ketika menjuluki dirinya dengan “hukman ‘arabiyyan” sebagai kitab aturan yang berbahasa arab. Ada enam poin yang mengindikasikan keseriusan al-Qur’an dalam memperhatikan masalah ini. Pertama, al-Qur’an menamai dirinya dengan hukum. Kedua, ayat yang terpanjang al-Qur’an berbicara dalam konteks hukum. Ketiga, ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara tentang perintah dan larangan berjumlah puluhan bahkan ratusan. Keempat, surat terpanjang, terutama surat Madaniyah memuat persoalan hukum. Kelima, dalam al-Qur’an terdapat sejumlah ayat hukum. Keenam, al-Qur’an mengecam orang yang mengabaikan hukum. Embrio tafsir ahkam pada dasarnya muncul bersamaan dengan penafsiran ayat-ayat al-Qur’an secara umum dan tafsir ahkam merupakan bagian dari rangkaian keseluruhan tafsir al-Qur’an. Perhatian ulama terhadap penafsiran ayat ahkam pada akhirnya melahirkan berbagai karya tafsir ahkam dalam sejarah penafsiran al-Qur’an, dari klasik hingga modern/kontemporer.
POTENTIAL DEVELOPMENT (Qalb/القلب,Aql/العقل ,Fuad/الفؤاد , A'yun/األعين ,Al-Adhan'/ األذان) IN THE CONTEXT OF THE QURAN Nahrim Ajmain; Syafril Syafril
SYAHADAH : Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Keislaman Vol 11 No 1 (2023)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fak. Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Humans are creatures that Allah has created in the best condition and form, but what makes humans noble is due to their faith and piety. For this reason, in this study the author will discuss some of the potentials that cause faith and piety to always exist and grow in humans. The potential that the author refers to in this study is the potential of Qalb, 'Aql, Fu'ad and its correlation with the potential of Sense which Allah bestowed on humans in the context of developing educational potential in human life. According to the Quran, the human senses consist of three parts, namely the outer, inner, and inner senses. Meanwhile, according to conventional psychology, there are only two kinds of senses, namely the outer and inner senses. In addition, the Quran holds that the senses should not only function to absorb information and form knowledge, but must also be able to form beliefs.