Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

MENGUNGKAP PENAFSIRAN AL-QUR’AN VERSI SYIAH Kajian Tafsir Al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an Karya at-Tabataba’i fiddian Khairuddin; Amaruddin Amaruddin
SYAHADAH : Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Keislaman Vol 3 No 1 (2015)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fak. Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (957.93 KB)

Abstract

Al-Mizan adalah suatu kitab tafsir yang sangat populer di kalangan para mufasir klasik maupun kontemporer. Adalah salah satu karya terbesar dari sekian banyak karya-karya yang ditelurkan oleh at-Tabataba’i di tempat tinggalnya Qum, sang alim pun mencurahkan hampir seluruh waktunya untuk menyelesaikan kitab al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an. Dalam kedudukannya sebagai pandangan hidup, al-Qur’an mutlak harus bisa di pahami, sebab, tanpa al-Qur’an itu bisa di pahami mustahil umat Islam akan berhasil mengamalkan pesan-pesan yang dikandungnya secara utuh dan benar. Begitu juga dengan at-Tabataba’i, beliau berusaha memberikan pemaparan dalam tafsirnya meskipun terkadang berbeda dengan muafssir laiinya. Sebagai contoh at-Tabataba’i mengatakan tidak satupun di antara ayat-ayat al-Qur’an yang maknanya tak bisa di ketahui. Pandangan at-Thabataba’i mengenai dapat di pahaminya ayat-ayat al-Qur’an itu menyangkut keseluruhan ayat-ayat al-Qur’an, tidak kecuali terhadap ayat-ayat yang selama ini dinilai oleh kalangan tafsir sebagai ayat-ayat mutasyabihat. Contoh lain, mufasir yang menilai huruf muqatta’ah termasuk kategori ayat-ayat mutasyabihat, al-Tabataba’i tidak beranggapan demikian. Baginya, huruf huruf muqatta’ah merupakan kode khusus antara Allah dan rasulnya di mana pengetahuan manusia tidak sampai kepadanya kecuali sekedar menduga-duga. Dalam kasus ini sikap at-Tabataba’i menjadi kontradiktif dengan pandangannya semula bahwa semua ayat-ayat al-Qur’an bisa di pahami maksudnya. Sebagai seorang ulama Syi’ah terkemuka, pemikirannya memang sangat diwarnai ideology kesyi’ahan. Hal ini telihat jelas dalam berbagai kajian yang di lakukannya sebagaimana tertuang dalam tafsir al-Mizan ini. Tampak sekali bahwa kitabnya ini sangat memperlihatkan keteguhan al-Thabataba’i berpegang pada mazhab Shi’ah, bahkan kelihatan sekali berupaya “mengkampanyekan” mazhab Shi’ah sendiri, berkenaan dengan pandangan-pandangan ideologis keshi’ahan mereka, seperti nikah mut’ah, kepemimpinan/imamah dan lainya.
MENGUNGKAP PENAFSIRAN AL-QUR’AN VERSI SYIAH Kajian Tafsir Al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an Karya at- Tabataba’i fiddian Khairudin; Amaruddin Amaruddin
SYAHADAH : Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Keislaman Vol 6 No 2 (2018)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fak. Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (957.93 KB)

Abstract

Al-Mizan adalah suatu kitab tafsir yang sangat populer di kalangan para mufasir klasik maupun kontemporer. Adalah salah satu karya terbesar dari sekian banyak karya-karya yang ditelurkan oleh at-Tabataba’i di tempat tinggalnya Qum, sang alim pun mencurahkan hampir seluruh waktunya untuk menyelesaikan kitab al-Mizan fi Tafsir al- Qur’an. Dalam kedudukannya sebagai pandangan hidup, al-Qur’an mutlak harus bisa di pahami, sebab, tanpa al-Qur’an itu bisa di pahami mustahil umat Islam akan berhasil mengamalkan pesan-pesan yang dikandungnya secara utuh dan benar. Begitu juga dengan at-Tabataba’i, beliau berusaha memberikan pemaparan dalam tafsirnya meskipun terkadang berbeda dengan muafssir laiinya. Sebagai contoh at-Tabataba’i mengatakan tidak satupun di antara ayat-ayat al-Qur’an yang maknanya tak bisa di ketahui. Pandangan at-Thabataba’i mengenai dapat di pahaminya ayat-ayat al-Qur’an itu menyangkut keseluruhan ayat-ayat al-Qur’an, tidak kecuali terhadap ayat-ayat yang selama ini dinilai oleh kalangan tafsir sebagai ayat-ayat mutasyabihat. Contoh lain, mufasir yang menilai huruf muqatta’ah termasuk kategori ayat-ayat mutasyabihat, al-Tabataba’i tidak beranggapan demikian. Baginya, huruf huruf muqatta’ah merupakan kode khusus antara Allah dan rasulnya di mana pengetahuan manusia tidak sampai kepadanya kecuali sekedar menduga-duga. Dalam kasus ini sikap at-Tabataba’i menjadi kontradiktif dengan pandangannya semula bahwa semua ayat-ayat al-Qur’an bisa di pahami maksudnya. Sebagai seorang ulama Syi’ah terkemuka, pemikirannya memang sangat diwarnai ideology kesyi’ahan. Hal ini telihat jelas dalam berbagai kajian yang di lakukannya sebagaimana tertuang dalam tafsir al-Mizan ini. Tampak sekali bahwa kitabnya ini sangat memperlihatkan keteguhan al-Thabataba’i berpegang pada mazhab Shi’ah, bahkan kelihatan sekali berupaya “mengkampanyekan” mazhab Shi’ah sendiri, berkenaan dengan pandangan-pandangan ideologis keshi’ahan mereka, seperti nikah mut’ah, kepemimpinan/imamah dan lainya.
TAFSIR ADABI IJTIMA’I Telaah Atas Pemikiran Tafsir Muhammad Abduh Syafril Syafril; Amaruddin Amaruddin
SYAHADAH : Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Keislaman Vol 7 No 1 (2019)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fak. Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (839.684 KB)

Abstract

Corak tafsir adabi ijtima’i pertama kali diperkenalkan oleh Syaikh Muahmmad Abduh melalui karya monumentalnya, Tafsir Al-Qur’an Al-Hakim atau yang lebih popular dengan nama Tafsir al-Manar. Berbeda dengan mufasir sebelumnya, penafsiran Abduh lebih berorientasi kepada semangat ajaran yang bersifat universal dan menonjolkan aspek hidayah al-Qur’an. Melalui paradigma ini, Abduh menginginkan pembaca karyanya, baik kalangan intelektual maupun masyarakat awam, menyadari bahwa karya-karya tafsir tradisional terdahulu tidak akan memberikan pemecahan terhadap masalah-masalah penting yang mereka hadapi sehari-hari. Oleh karenanya, sebuah karya tafsir mestilah menghindari dari adanya kesan penafsiran yang menjadikan al-Qur’an lepas dari akar-akar sejarah kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok masyarakat. Dengan corak adabi ijtima’i, Abduh kembali mereposisi al-Qur’an sebagai kitab hidayah dalam kehidupan sehari-hari. Corak tafsir adabi ijtima’i kemudian menjadi ciri utama dalam tafsir modern kontemporer yang membedakannya dengan karya tafsir sebelumnya.
POLEMIK NASKH DALAM AL-QUR’AN Upaya Rekonsiliasi Antara Pro dan Kontra syafril syafril; Amaruddin Amaruddin
SYAHADAH : Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Keislaman Vol 8 No 1 (2020)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fak. Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Polemik seputar naskh al-Qur’an merupakan suatu perdebatan yang cukup tajam dan klasik antara pihak yang pro dan kontra. Bagi pihak yang menerima, naskh al-Qur’an justru ditegaskan secara eksplisit dalam surat al-Baqarah ayat 106. Sementara pihak yang kontra atau menolak naskh, menegaskan bahwa al-Qur’an tidak tersentuh kebatilan dari depan dan belakang, karena menetapkan naskh berarti menetapkan ada hukum yang batil sehingga harus diamputasi. Kedua pandangan yang bertolak belakang itu sejatinya dapat direkonsiliasi dengan meninjau kembali pengertian naskh, atau reinterpresi atas ayat-ayat naskh. Pengertian naskh bukan berarti membatalkan atau mengangkat hukum sehingga tidak berlaku, akan tetapi naskh bermakna pergantian atau pemindahan sebagaimana arti kebahasaan kata naskh itu sendiri. Dengan demikian, ayat-ayat al-Qur’an tetap berlaku, namun hukumnya dipalingkan kepada kasus yang lain, karena adanya perubahan situasi dan kondisi masyrakat yang menjadi khitab ayat. Dengan makna ini, aya-ayat al-Qur’an berfungsi sebagaimana obat bagi orang yang sakit. Karena kondisi penyakitnya yang berangsur membaik, maka dosis obat pun diganti dengan yang lebih rendah
MENGUNGKAP PENAFSIRAN AL-QUR’AN VERSI SYIAH Kajian Tafsir Al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an Karya at- Tabataba’i fiddian Khairudin; Amaruddin Amaruddin
SYAHADAH : Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Keislaman Vol 6 No 2 (2018)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fak. Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Al-Mizan adalah suatu kitab tafsir yang sangat populer di kalangan para mufasir klasik maupun kontemporer. Adalah alah satu karya terbesar dari sekian banyak karya-karyayang ditelurkan oleh at-Tabataba’i di tempat tinggalnya Qum, sang alim pun mencurahkan hampir seluruh waktunya untuk menyelesaikan kitab al-Mizan fi Tafsir al- Qur’an. Dalam kedudukannya sebagai pandangan hidup, al-Qur’an mutlak harus bisa di pahami, sebab, tanpa al-Qur’an itu bisa di pahami mustahil umat Islam akan berhasil mengamalkan pesan-pesan yang dikandungnya secara utuh dan benar. Begitu juga dengan at-Tabataba’i, beliau berusaha memberikan pemaparan dalam tafsirnya meskipun terkadang berbeda dengan muafssir laiinya. Sebagai contoh at-Tabataba’i mengatakan tidak satupun di antara ayat-ayat al-Qur’an yang maknanya tak bisa di ketahui. Pandangan at-Thabataba’i mengenai dapat di pahaminya ayat-ayat al-Qur’an itu menyangkut keseluruhan ayat-ayat al-Qur’an, tidak kecuali terhadap ayat-ayat yang selama ini dinilai oleh kalangan tafsir sebagai ayat-ayat mutasyabihat. Contoh lain, mufasir yang menilai huruf muqatta’ah termasuk kategori ayat-ayat mutasyabihat, al-Tabataba’i tidak beranggapan demikian. Baginya, huruf huruf muqatta’ah merupakan kode khusus antara Allah dan rasulnya di mana pengetahuan manusia tidak sampai kepadanya kecuali sekedar menduga-duga. Dalam kasus ini sikap at-Tabataba’i menjadi kontradiktif dengan pandangannya semula bahwa semua ayat-ayat al-Qur’an bisa di pahami maksudnya. Sebagai seorang ulama Syi’ah terkemuka, pemikirannya memang sangat diwarnai ideology kesyi’ahan. Hal ini telihat jelas dalam berbagai kajian yang di lakukannya sebagaimana tertuang dalam tafsir al-Mizan ini. Tampak sekali bahwa kitabnya ini sangat memperlihatkan keteguhan al-Thabataba’i berpegang pada mazhab Shi’ah, bahkan kelihatan sekali berupaya “mengkampanyekan” mazhab Shi’ah sendiri, berkenaan dengan pandangan-pandangan ideologis keshi’ahan mereka, seperti nikah mut’ah, kepemimpinan/imamah dan lainya.
EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN Fiddian Khairudin; Amaruddin Amaruddin; Ridhoul Wahidi
SYAHADAH : Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Keislaman Vol 9 No 1 (2021)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fak. Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ajaran Islam diarahkan untuk menciptakan kemaslahatan hidup dan kehidupan manusia, termasuk didalamnya yang berhubungan dengan keselamatan hidup manusia. Dalam Islam prinsipnya segala upaya atau perbuatan yang berakibat matinya seseorang, baik disengaja atau tidak sengaja, tidaklah dapat dibenarkan, kecuali dengan sebab atau alasan yang dibenarkan oleh syara’. Perkembangan moral dan etika yang semakin pesat berpengaruh sangatbesar terhadap pola pikir dan pilihan hidup yang diambil. Salah satu konsekwensi dari perkembangan moral dan etika yang terjadi di masyarakat tersebut adalah euthanasia yang kompleks dan kontroversial, menimbulkan kubu yang pro dan kontra. Euthanasia merupakan tindakan medis yang dilakukan secara sadar untuk mengakhiri suatu kehidupan untuk melepaskannya dari penderitaan, atau tindakan memudahkan kematian, mengakhiri hidup seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasihan untuk meringankan penderitaan. Lalu bagaimana sesungguhnya yang dimaksud dengan euthanasia dan halihwal berkaitan dengannya, serta bagaimana sesungguhnya pandangan Islam terhadap euthanasia dalam perspektif al-Qur’an
Nilai-nilai Qur’ani Spritualitas Profetik dalam membangun Budaya Anti Korupsi Syarifuddin Syarifuddin; Andini Febrianty Damasari; Amaruddin Amaruddin
SYAHADAH : Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Keislaman Vol 9 No 2 (2021)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fak. Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Islam has a strategic concept of teaching in an effort to prevent falling into acts that are prohibited by religion. In the concept of religion, it is called nahi munkar.. Included in the actions that are given a warning are the prohibition of corruption. Corruption is also referred to as an extraordinary crime in terms of its extraordinary impact on life. There are many aspects of corruption that need attention, especially in the person of Muslims. The pattern of character building through a culture of avoiding corruption needs to be built and instilled from the start. One that is relevant in the construction is the offer of the concept of Qur'anic values ​​in aspects of prophetic spirituality; shiddiq, amanah, tabligh, and fathanah. These four values ​​are very likely to be developed and socialized in the realm of the civilizing system in society, which involves institutional relationships and individual and social responsibilities. So by applying these values ​​in a policy or ethical system, it means that the Qur'an has been grounded at its practical level.
TRADITIONAL AND MODERN-CONTEMPORARY STYLES Syafril Syafril; Amaruddin Amaruddin
SYAHADAH : Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Keislaman Vol 10 No 2 (2022)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fak. Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

In general, the style of interpretation is conventionally classified into the periodization of the interpretation itself. Interpretation that appeared in the Middle Ages are identified with style of fiqh, kalam, philosophy, tasawuf. The interpretation that appeared in the modern-contemporary era often have the style of adabi ijtimai', ilmi, haraki, hidai. But in this paper, the style of interpretation is classified into traditional and modern-contemporary. This classification refers to the understanding of the style that developed in the history of Islamic thought. In general, Islamic thought is divided into two major streams, namely traditionalism and modernism. Both of these interpretations have their own paradigms. As in general scientific studies, intellectuals who study the Quran must use a paradigm when doing interpretation, because it is inherent in the theory of interpretation. It is used in the arranging the interpretation conciously or unconciouslys. The style of traditional interpretation can be seen in the three paradigms. The three paradigmatic theories are the technical paradigm, the accommodation paradigm, and the reductionist paradigm. Meanwhile, the modern-contemporary style of interpretation with functional paradigm theory, namely making the Qur'an as guidance or huda in all aspects of life and the literacy paradigm theory which makes the Qur'an the greatest book of literature. These two paradigms distinguish traditional and modern-contemporary interpretations.
WAWASAN AL-QUR’AN TENTANG EKOLOGI Amaruddin Amaruddin; Ridhoul Wahidi
SYAHADAH : Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Keislaman Vol 10 No 1 (2022)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fak. Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Allah menciptakan alam bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia di dunia yang bertugas sebagai khalifah di bumi. Namun dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia telah melampaui batas kewajaran dalam mengelola bumi, sehingga menimbulkan masalah lingkungan. Permasalahan lingkungan ini tentunya memerlukan usaha untuk mencegahnya agar tidak berkelanjutan dan semakin parah. Salah satu usaha yang dilakukan oleh cendikiawan muslim adalah dengan mencoba menafsirkan kembali ayat-ayat yang berkaitan dengan lingkungan.Tafsir ekologi adalah varian tafsir baru, kemunculan tafsir ini sangat diperlukan karena semakin banyaknya permasalahan yang harus dihadapi oleh manusia, khususnya berkaitan dengan masalah lingkungan hidup yang berdampak pada kehidupan manusia yang tidak harmonis dengan alam. Pembahasan tentang masalah ekologi memang tidak menjadi perhatian yang menarik bagi para mufassir klasik dan pertengahan. Sebab pada masa itu lingkungan belum menimbulkan masalah di masyarakat dan belum bermasalah. Lingkungan pada masa itu masih mendukung kehidupan manusia dan makhluk lainnya secara umum. Wacana yang berkembang pada masa itu adalah wacana tentang tata bahasa, teologi perbedaan mazhab dan lain-lain. Sehingga pokok pembahasan para mufassir perputar pada masalah tersebut.
ENRICHMENT OF METHODS AND APPROACHES IN THE INTERPRETATION OF THE QUR'AN Nasrullah Nasrullah; Amaruddin Amaruddin; Humaidi Humaidi
SYAHADAH : Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Keislaman Vol 11 No 1 (2023)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fak. Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam tradisi disiplin tafsir, metode tafsir bir-riwayah (naqli) dan bi ad-dirayah (aqli) dan pendekatan tekstual cukup dominan dan tersebar dipakai oleh mufassir masa klasik maupun masa pertengahan. Konsekuensi penggunaan metode ini lazim dijadikan sebagai wahana pemetaan atas penulisan atau pemahaman atas tafsir al-Qur’an dalam waktu yang panjang. Namun seiring waktu dan perkembangan zaman, kebutuhan akan metode dan pendekatan lama dirasa tidak memadai lagi. Maka dari itu, perlu ada pertimbangan tawaran secara metodik dan pendekatan dalam tafsir dan penafsiran. Rumusan metode ijmali, tahlili, muqaran, dan maudhu’i cukup antusias disambut oleh para pengkaji tafsir pada era tahun 80 an dan sesudahnya hingga saat ini. Banyak karya dan analisis kajian tafsir memakai konstruksi atas empat metode ini. Tidak sampai berhenti di sini, terdapat juga usaha terobosan tawaran pendekatan-pendekatan tafsir yang dikonstruk dari rahim ilmu-ilmu sosial humaniora kontemporer melalui pemikir-pemikir muslim kontemporer. Dalam praktiknya analisis-analisis tafsir kemudian diperkaya dengan pendekatan; sastra, sejarah, sosialogi, antropologi, gender, hak asasi, keadilan, hermeneutika, dan lain sebagainya. Asumsi yang hendak dibangun dari tawaran ini adalah agar penafsiran terhadap al-Qur’an semakin komprehensif dan berperspektif lebih aktual dan konstekstual untuk pembumian pesan al-Qur’an dalam kehidupan.