Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

KAJIAN ADAT JUJURAN DALAM PERKAWINAN SUKU DAYAK MERATUS DI DESA KADAYANG KALIMANTAN SELATAN Winda Winda; Kadek Hemamalini; Anak Agung Oka Puspa; I Made Biasa
Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu Vol 11 No 2 (2020): Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu
Publisher : STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36417/widyagenitri.v11i2.386

Abstract

Tulisan ini membahas tentang Adat Jujuran dalam Perkawinan Dayak Meratus di Desa Kadayang Kalimantan Selatan. Dimana dalam pelaksanaan upacara perkawinan sering mengalami kegagalan yang diakibatkan oleh jumlah jujuran yang diminta terlalu besar sehingga menyebabkan pihak laki-laki tidak sanggup untuk membayarnya dan memutuskan untuk membatalkan pernikahan bahkan tidak jarang lebih memilih menikah dengan orang yang berbeda keyakinan. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan dalam proses perkawinan masyarakat Hindu Kadayang bentuk jujuran yang diserahkan kepada adat dan juga keluarga pengantin wanita berupa sejumlah uang, yang jumlahnya tidak mengikat, tetapi disesuaikan dengan kemampuan calon mempelai laki-laki. Besar kecilnya jumlah jujuran adalah hasil negosiasi yang terjadi pada acara Baruji. Makna yang terkandung dalam adat jujuran secara teologis bahwa perkawinan masyarakat Hindu desa Kadayang dikatakan sah apabila menggunakan adat jujuran yang harus disaksikan oleh adat dan disaksikan oleh Tuhan yang disimbolkan dengan penggunaan sirih, pinang dan kapur sebagai simbol Tuhan. Makna sosial kemasyarakatan dalam adat jujuran sebagai wujud penghargaan kepada orang tua calon mempelai perempuan dan ikatan yang menyatukan dua buah keluarga yang berbeda melalui pernikahan. Sanksi sosial keagamaan jika perkawinan dilaksanakan tanpa mengunakan adat jujuran maka perkawinan tersebut dianggap tidak sah secara agama.
PAJAK BERKEADILAN BERDASARKAN CATUR PURUSA ARTHA Untung Suhardi; Kadek Hemamalini
Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu Vol 12 No 3 (2021): Widya Genitri: Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu
Publisher : STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36417/widyagenitri.v12i3.419

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman dan kesadaran masyarakat Hindu tentang pajak yang dihubungkan dengan konsep ajaran catur purusa artha. Metode penelitian ini menggunakan analisis kualitatif dengan paradigma interpretif yang dalam hal ini peneliti memahami makna sosial dari pelaksanaan perpajakan yang dikontekstualisasikan dalam kehidupan dengan menggunakan teori Hermenutika Gadamer. Dari hasil kajian yang dilakukan menurut Arthasastra maupun Manawa Dharmasastra secara jelas menyatakan bahwa pajak memang diperkenankan dalam Hindu. Hal yang penting, pajak dalam ajaran Hindu merupakan sebuah kegiatan yadnya, yaitu kegiatan tulus ikhlas yang ditujukan sebagai bentuk penghormatan dan pengabdian warga masyarakat terhadap negaranya. Ajaran catur purusa artha membawa keseimbangan dharma agama dan dharma Negara dalam mendorong umatnya agar memiliki kesadaran membayar pajak sebagai wujud nyata kewajiban setiap warga negara untuk membantu pembangunan bangsa seutuhnya
KAJIAN ADAT JUJURAN DALAM PERKAWINAN SUKU DAYAK MERATUS DI DESA KADAYANG KALIMANTAN SELATAN Winda Winda; Kadek Hemamalini; Anak Agung Oka Puspa; I Made Biasa
Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu Vol 11 No 2 (2020): Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu
Publisher : STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36417/widyagenitri.v11i2.386

Abstract

Tulisan ini membahas tentang Adat Jujuran dalam Perkawinan Dayak Meratus di Desa Kadayang Kalimantan Selatan. Dimana dalam pelaksanaan upacara perkawinan sering mengalami kegagalan yang diakibatkan oleh jumlah jujuran yang diminta terlalu besar sehingga menyebabkan pihak laki-laki tidak sanggup untuk membayarnya dan memutuskan untuk membatalkan pernikahan bahkan tidak jarang lebih memilih menikah dengan orang yang berbeda keyakinan. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan dalam proses perkawinan masyarakat Hindu Kadayang bentuk jujuran yang diserahkan kepada adat dan juga keluarga pengantin wanita berupa sejumlah uang, yang jumlahnya tidak mengikat, tetapi disesuaikan dengan kemampuan calon mempelai laki-laki. Besar kecilnya jumlah jujuran adalah hasil negosiasi yang terjadi pada acara Baruji. Makna yang terkandung dalam adat jujuran secara teologis bahwa perkawinan masyarakat Hindu desa Kadayang dikatakan sah apabila menggunakan adat jujuran yang harus disaksikan oleh adat dan disaksikan oleh Tuhan yang disimbolkan dengan penggunaan sirih, pinang dan kapur sebagai simbol Tuhan. Makna sosial kemasyarakatan dalam adat jujuran sebagai wujud penghargaan kepada orang tua calon mempelai perempuan dan ikatan yang menyatukan dua buah keluarga yang berbeda melalui pernikahan. Sanksi sosial keagamaan jika perkawinan dilaksanakan tanpa mengunakan adat jujuran maka perkawinan tersebut dianggap tidak sah secara agama.
PAJAK BERKEADILAN BERDASARKAN CATUR PURUSA ARTHA Untung Suhardi; Kadek Hemamalini
Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu Vol 12 No 3 (2021): Widya Genitri: Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu
Publisher : STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36417/widyagenitri.v12i3.419

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman dan kesadaran masyarakat Hindu tentang pajak yang dihubungkan dengan konsep ajaran catur purusa artha. Metode penelitian ini menggunakan analisis kualitatif dengan paradigma interpretif yang dalam hal ini peneliti memahami makna sosial dari pelaksanaan perpajakan yang dikontekstualisasikan dalam kehidupan dengan menggunakan teori Hermenutika Gadamer. Dari hasil kajian yang dilakukan menurut Arthasastra maupun Manawa Dharmasastra secara jelas menyatakan bahwa pajak memang diperkenankan dalam Hindu. Hal yang penting, pajak dalam ajaran Hindu merupakan sebuah kegiatan yadnya, yaitu kegiatan tulus ikhlas yang ditujukan sebagai bentuk penghormatan dan pengabdian warga masyarakat terhadap negaranya. Ajaran catur purusa artha membawa keseimbangan dharma agama dan dharma Negara dalam mendorong umatnya agar memiliki kesadaran membayar pajak sebagai wujud nyata kewajiban setiap warga negara untuk membantu pembangunan bangsa seutuhnya