Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

KEDUDUKAN DAN PERAN BADAN PENYIARAN HINDU DALAM PEMBINAAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA Untung Suhardi; Lusiana Oktaviani; I Made Biasa; Indra Prameswara
Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu Vol 11 No 1 (2020): Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu
Publisher : STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36417/widyagenitri.v11i1.352

Abstract

Penelitian ini bertema tentang tempat penyiaran dewan Hindu di Indonesia. Penelitian ini adalah deskriptif kualitatif desain untuk garis besar posisi terkait Badan Penyiaran Hindu (BPH). Penelitian ini dilakukan di BPH Pusat, BPH Banten dan BPH DKI Jakarta. Proses mengumpulkan data dalam studi ini melalui: pengamatan, wawancara, dan dokumentasi. Temuannya adalah Kedudukan Badan Penyiaran Hindu dalam keorganisasian umat Hindu saat ini berada dibawah naungan Parisada, jika BPH Pusat berada dibawah Parisada Pusat dan BPH Provinsi berada dibawah Parisada Provinsi. Secara hierarkis BPH berada dibawah Parisada setempat, secara koordinasi BPH Pusat mempunyai hubungan dengan seluruh BPH Daerah. Untuk mencapai tingkat kemantapan sebuah organisasi, perlu dilakukan tahapan-tahapan yang lebih matang. Terutama kesiapan organisasi dalam menghadapi tantangan-tantangan internal maupun eksternal. Pada dasarnya bahwa kemantapan kondisi terbentuk berkat pertukaran yang berlangsung terus menerus, antara pengaliran energi yang masuk kedalam sistem dan pengaliran keluar produk dari sistem ke lingkungan.
KAJIAN ADAT JUJURAN DALAM PERKAWINAN SUKU DAYAK MERATUS DI DESA KADAYANG KALIMANTAN SELATAN Winda Winda; Kadek Hemamalini; Anak Agung Oka Puspa; I Made Biasa
Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu Vol 11 No 2 (2020): Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu
Publisher : STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36417/widyagenitri.v11i2.386

Abstract

Tulisan ini membahas tentang Adat Jujuran dalam Perkawinan Dayak Meratus di Desa Kadayang Kalimantan Selatan. Dimana dalam pelaksanaan upacara perkawinan sering mengalami kegagalan yang diakibatkan oleh jumlah jujuran yang diminta terlalu besar sehingga menyebabkan pihak laki-laki tidak sanggup untuk membayarnya dan memutuskan untuk membatalkan pernikahan bahkan tidak jarang lebih memilih menikah dengan orang yang berbeda keyakinan. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan dalam proses perkawinan masyarakat Hindu Kadayang bentuk jujuran yang diserahkan kepada adat dan juga keluarga pengantin wanita berupa sejumlah uang, yang jumlahnya tidak mengikat, tetapi disesuaikan dengan kemampuan calon mempelai laki-laki. Besar kecilnya jumlah jujuran adalah hasil negosiasi yang terjadi pada acara Baruji. Makna yang terkandung dalam adat jujuran secara teologis bahwa perkawinan masyarakat Hindu desa Kadayang dikatakan sah apabila menggunakan adat jujuran yang harus disaksikan oleh adat dan disaksikan oleh Tuhan yang disimbolkan dengan penggunaan sirih, pinang dan kapur sebagai simbol Tuhan. Makna sosial kemasyarakatan dalam adat jujuran sebagai wujud penghargaan kepada orang tua calon mempelai perempuan dan ikatan yang menyatukan dua buah keluarga yang berbeda melalui pernikahan. Sanksi sosial keagamaan jika perkawinan dilaksanakan tanpa mengunakan adat jujuran maka perkawinan tersebut dianggap tidak sah secara agama.
KAJIAN KOSMOLOGI PURA DALAM MENINGKATKAN SRADDHA DAN BHAKTI UMAT HINDU DKI JAKARTA (Studi Pura Amerta Jati, Cinere-Jakarta Selatan) I Made Biasa
Jurnal PASUPATI Vol 4, No 1 (2015): Pembinaan Umat Hindu
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma Nusantara Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (382.294 KB) | DOI: 10.37428/pspt.v4i1.125

Abstract

Based on the research I have done that the building of the temple started worshiping phallus shaped palinggih, there Meru and ancestral shrines to gods and ancestral shrines and destructive to the sacred spirits of ancestors. There are also ambiguities in the roof level Meru, Meru for example, there are sacred ancestral spirits rise 7 and 3-storey meru to god. It is physically difficult to distinguish, although the difference is, there is the type of padagingannya. It is what drives Dang Hyang Nirartha make palinggih shaped padmàsana to Hyang Widhi and also distinguish palinggih worship god  and the holy spirit ancestors. In a further development of the temple used the word next to the word kahyanganatau parhyangandcngan sense as a holy place to worship Hyang Widhi (with all its manifestations) and bhaþàra or dewapitara the sacred ancestral spirits. Through the temple building is the culmination holiness will be realized, the sanctity of a person's heart would be easier to get closer to the adult Widhi hyang, the devas, Ida bhattara-bhattari sacred and ancestral spirits. With a sense of the people will feel close to his gift and will strive to improve personal holiness, sanctity of the family and the environment by doing self-control. In accordance with the development of the emerging discourse to make the temple not only as a place to worship God in various manifestations, but also as a place of education. Linkage to this study is the lack of understanding by parents about the execution behavior and speech patterns that will be imitated by children. The role of the temple as a place for social activity is the cultivation of ethical values to be adopted by the younger generation. Furthermore, the temple building is a symbol that has a philosophical meaning that describes the existence of a symbol describing the fertility and prosperity, in addition there is a meaning of unity, prosperity and happiness. 
Kedudukan Dan Peran Badan Penyiaran Hindu Dalam Pembinaan Kehidupan Keagamaan Di Indonesia Untung Suhardi; Lusiana Oktaviani; I Made Biasa; I Wayan Arif Sugiarta; Indra Prameswara
Dhammavicaya : Jurnal Pengkajian Dhamma Vol. 4 No. 1 (2020): Juli :Jurnal Pengkajian Dhamma
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Buddha Nalanda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47861/dv.v4i1.23

Abstract

This research was that the theme of the place of the Broadcasting Board of Hinduism in Indonesia. This research is qualitative descriptive design to outline the position associated with Hindu Broadcasting Agency (BPH). This research was conducted at the Center BPH, BPH Banten and BPH DKI Jakarta. The process of collecting the data, through several namely: observation, interviews, literature, and documentation. The process of collecting data in this study through several stages: observation, interviews, and documentation. Related to that this research is a field data into the underlying data in the study, the authors in this case finding and determine the sources that are considered helpful in providing information to then be processed through a technique to achieve the validity of the data that is triangulation (observation, interviews, and literature) and photographs or other supporting documents. This study refers to the position of the Broadcasting Agency in the Hindu religious development in Indonesia. How BPH development support for the Hindus through electronic media and the mass media. BPH is expected through broadcasting products more varied and also coaching Hindus can be improved. Thus, knowledge of Hindu teachings can be conveyed and understood by Hindus
Kajian Internalisasi Nilai Kekidungan Jawa Dalam Kalangan Pemuda Hindu Di Kabupaten Pringsewu-Lampung Sugiyarto Sugiyarto; I Made Biasa; Ni Nyoman Sudiani
Pasupati Vol 9, No 1 (2022)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma Nusantara Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37428/pasupati.v9i1.274

Abstract

This study discusses of the internalization the value of Kekidungan Javanese in Hindu youth Pringsewu Regency-Lampung. This research is a qualitative research using descriptive method. This study tries to reveal how the understanding and internalization of Kekidungan Javanese grew through the internalization process in the Hindu community, especially the Hindu Youth in Pringsewu-Lampung. This study resulted in the following findings: (A) The Hindu Community’s Understanding of Kekidungan Javanese of Song in Pringsewu Contains: 1) Understnading of Kekidungan as kinaryo dungo (mantra); 2) The types of chants that have developed include (a) Kekidungan macapat such as kinanthi, asmarandana, asmarandana, dhandanggula, pangkur, megatruh, pucung; and (b) Kekidungan panembromo such as the ayak-ayak pamungkas, and ibu pertiwi; 3) Understanding is shaped by experience. (B) The internalization of Javanese chant in the Hindu Community in Pringsewu-Lampung contains: 1) the song is internalized at religious events such as kliwonan, purnama, tilem and social events at people’s homes (anjangsana); 2) The learning process is carried out in the Paguyuban and self-study; 3) kekidungan is able to mobilize Hindu Youth to learn Javanese culture which occurs through the internalization process; 4) internalization of Kekidungan Javanese values in the Hindu community in Pringsewu-Lampung includes (a) aesthetic values, (b) social values, (c) religious values. This research is expected to be developed, so that it can be a guide for human life to achieve safety and peace.
KEDUDUKAN DAN PERAN BADAN PENYIARAN HINDU DALAM PEMBINAAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA Untung Suhardi; Lusiana Oktaviani; I Made Biasa; Indra Prameswara
Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu Vol 11 No 1 (2020): Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu
Publisher : STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36417/widyagenitri.v11i1.352

Abstract

Penelitian ini bertema tentang tempat penyiaran dewan Hindu di Indonesia. Penelitian ini adalah deskriptif kualitatif desain untuk garis besar posisi terkait Badan Penyiaran Hindu (BPH). Penelitian ini dilakukan di BPH Pusat, BPH Banten dan BPH DKI Jakarta. Proses mengumpulkan data dalam studi ini melalui: pengamatan, wawancara, dan dokumentasi. Temuannya adalah Kedudukan Badan Penyiaran Hindu dalam keorganisasian umat Hindu saat ini berada dibawah naungan Parisada, jika BPH Pusat berada dibawah Parisada Pusat dan BPH Provinsi berada dibawah Parisada Provinsi. Secara hierarkis BPH berada dibawah Parisada setempat, secara koordinasi BPH Pusat mempunyai hubungan dengan seluruh BPH Daerah. Untuk mencapai tingkat kemantapan sebuah organisasi, perlu dilakukan tahapan-tahapan yang lebih matang. Terutama kesiapan organisasi dalam menghadapi tantangan-tantangan internal maupun eksternal. Pada dasarnya bahwa kemantapan kondisi terbentuk berkat pertukaran yang berlangsung terus menerus, antara pengaliran energi yang masuk kedalam sistem dan pengaliran keluar produk dari sistem ke lingkungan.
KAJIAN ADAT JUJURAN DALAM PERKAWINAN SUKU DAYAK MERATUS DI DESA KADAYANG KALIMANTAN SELATAN Winda Winda; Kadek Hemamalini; Anak Agung Oka Puspa; I Made Biasa
Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu Vol 11 No 2 (2020): Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu
Publisher : STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36417/widyagenitri.v11i2.386

Abstract

Tulisan ini membahas tentang Adat Jujuran dalam Perkawinan Dayak Meratus di Desa Kadayang Kalimantan Selatan. Dimana dalam pelaksanaan upacara perkawinan sering mengalami kegagalan yang diakibatkan oleh jumlah jujuran yang diminta terlalu besar sehingga menyebabkan pihak laki-laki tidak sanggup untuk membayarnya dan memutuskan untuk membatalkan pernikahan bahkan tidak jarang lebih memilih menikah dengan orang yang berbeda keyakinan. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan dalam proses perkawinan masyarakat Hindu Kadayang bentuk jujuran yang diserahkan kepada adat dan juga keluarga pengantin wanita berupa sejumlah uang, yang jumlahnya tidak mengikat, tetapi disesuaikan dengan kemampuan calon mempelai laki-laki. Besar kecilnya jumlah jujuran adalah hasil negosiasi yang terjadi pada acara Baruji. Makna yang terkandung dalam adat jujuran secara teologis bahwa perkawinan masyarakat Hindu desa Kadayang dikatakan sah apabila menggunakan adat jujuran yang harus disaksikan oleh adat dan disaksikan oleh Tuhan yang disimbolkan dengan penggunaan sirih, pinang dan kapur sebagai simbol Tuhan. Makna sosial kemasyarakatan dalam adat jujuran sebagai wujud penghargaan kepada orang tua calon mempelai perempuan dan ikatan yang menyatukan dua buah keluarga yang berbeda melalui pernikahan. Sanksi sosial keagamaan jika perkawinan dilaksanakan tanpa mengunakan adat jujuran maka perkawinan tersebut dianggap tidak sah secara agama.