Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

Pengetahuan Petani dan Keefektifan Penggunaan Insektisida oleh Petani dalam Pengendalian Ulat Spodoptera exigua Hubn. pada Tanaman Bawang Merah di Brebes dan Cirebon rofik Sinung Basuki
Jurnal Hortikultura Vol 19, No 4 (2009): Desember 2009
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v19n4.2009.p%p

Abstract

Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi pengetahuan dan keefektifan penggunaan insektisidaoleh petani dalam pengendalian ulat Spodoptera exigua Hubn. pada tanaman bawang merah. Penelitian dilakukanpada bulan November 2005 menggunakan metode survei, di Kecamatan Losari dan Pabedilan, Kabupaten Cirebonserta di Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes. Data dikumpulkan melalui teknik diskusi kelompok dan wawancaraindividual menggunakan kuesioner. Total jumlah responden yang diwawancara adalah 100 orang. Data yang terkumpuldianalisis menggunakan metode statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hama utama bagi petanidi Brebes dan Cirebon adalah S. exigua, S. mauritia, dan Liriomyza sp.. Untuk mengendalikan serangan hama S.exigua, petani di Brebes dan Cirebon mempunyai keterbatasan pengetahuan dan sumber informasi dalam memilihjenis insektisida yang efektif. Petani di Brebes dan Cirebon melakukan penyemprotan insektisida secara rutin, dengankonsentrasi formulasi 150-200% lebih tinggi dari rekomendasi dan interval penyemprotan pendek 1-2 hari sekali. Adaindikasi kuat bahwa penggunaan insektisida yang intensif oleh petani dipicu oleh kurang efektifnya jenis insektisidayang digunakan petani. Hama S. exigua di Brebes diduga telah resisten terhadap 3 dari 7 jenis insektisida (48%)yang digunakan petani, sedangkan di Cirebon telah resisten terhadap 5 dari 8 jenis insektisida (63%) yang digunakanpetani. Sebagian besar petani menggunakan insektisida campuran untuk mengendalikan hama S.exigua. Di Brebes,dari 17 petani yang menggunakan campuran 2 jenis insektisida, 8 petani (47%) menggunakan campuran yang bersifatsinergistik dan 2 petani (12%) menggunakan campuran yang bersifat antagonistik, sedangkan sisanya belum diketahui.Di Cirebon, dari 18 petani yang menggunakan campuran 2 jenis insektisida, 6 petani (33%) menggunakan campuranyang bersifat sinergistik, 5 petani (28%) menggunakan campuran yang bersifat antagonistik, dan sisanya tidak diketahui.Pengendalian hama S.exigua menggunakan insektisida yang dilakukan oleh 54% petani di Brebes dan 74% petani diCirebon masih belum efektif, dengan kerusakan tanaman oleh hama >10%. Komponen teknologi pengendalian yangdibutuhkan dan sesuai dengan kondisi petani adalah teknik memilih jenis insektisida yang efektif dan pencampuraninsektisida yang bersifat sinergistik.ABSTRACT. Basuki, R.S. 2009. Farmers’ Knowledge and the Effectiveness of Insecticide-use Practiced byFarmers to Control Spodoptera exigua on Shallots in Brebes and Cirebon. The objective of the research was tounderstand farmer’s knowledge and effectiveness of insecticides application done by farmers to control Spodopteraexigua on shallots in Brebes and Cirebon. Research was conducted in November 2005 through a survey in Losari andPabedilan Subdistricts in Cirebon District, and Wanasari Subdistrict in Brebes District. Data were collected through agroup discussion and individual interview using a questionnaire. Total respondents interviewed was 100 farmers. Datawas analyzed using descriptive statistics. The results showed that the main pest for farmers in Brebes and Cirebonwere S. exigua, S. mauritia, and Liriomyza sp.. Farmers in Brebes and Cirebon had a lack of knowledge and source ofinformation in selecting effective insecticides to control S. exigua. Farmers in Brebes and Cirebon sprayed insecticides ina routine basis, using a high concentration of formulation, 150-200% of the recommended rate, with interval of sprayingevery day or 2 days, in order to control the existing damages by S. exigua not becoming more severe. There was a strongindication that intensive application of insecticides done by farmers was triggered by ineffective insecticides selectedand used by farmers. Spodoptera exigua in Brebes was resistant to 3 from 7 types of insecticides (48%) used by farmers,whereas in Cirebon was resistant to 5 from 8 types of insecticides (63%) used by farmers. Most farmers applied a mixedinsecticides to control S.exigua. In Brebes, from 17 farmers who used a mixture of 2 insecticides, 8 farmers (47%)used a mixture with a sinergistics effect, 2 farmers (12%) used a mixture with an antagonistics effect, and the rest wasunknown. In Cirebon, from 18 farmers who used a mixture of 2 insecticides, 6 farmers (33%) used a mixture with asinergistics effect, 5 farmers (28%) used a mixture with an antagonistics effect, and the rest was unknown. Applicationof insecticides to control S. exigua done by 54% farmers in Brebes and 74% farmers in Cirebon were not effective.The plant damages by the pest still >10%. The technological components required by farmers and suitable for farmerscondition were techniques for selecting effective insecticides and mixing insecticides with sinergistics effect.
Analisis Daya Hasil, Mutu, dan Respons Pengguna terhadap Klon 380584.3, TS-2, FBA-4, I-1085, dan MF-II Sebagai Bahan Baku Keripik Kentang Rofik Sinung Basuki; - Kusmana; Ahmad Dimyati
Jurnal Hortikultura Vol 15, No 3 (2005): September 2005
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v15n3.2005.p%p

Abstract

Penelitian bertujuan mendapatkan klon kentang olahan yang cocok sebagai bahan baku keripik yang dapat diterima oleh industri sekaligus disukai petani dan konsumen. Rancangan percobaan yang digunakan adalah RAK dengan empat ulangan 30 tanaman per plot. Waktu penelitian tahun 2001-2003. Penelitian partisipatif dilakukan bersama petani, pemasok, agroindustri, dan industri rumah tangga serta dilakukan juga penelitian partisipatif preferensi konsumen. Jumlah klon yang diuji pada penelitian partisipatif sebanyak 12 klon kentang olahan baru ditambah tiga varietas pembanding. Penelitian partisipatif dilakukan di Pangalengan (Jawa Barat), Banjarnegara (Jawa Tengah), dan Tosari Bromo (Jawa Timur). Hasil penelitian menunjukkan bahwa klon 380584.3, TS-2, FBA-4, I-1085, dan MF-II dikategorikan tahan terhadap serangan penyakit busuk daun dan nematoda bengkak akar (Meloidogyne spp.). Hasil yang dicapai pada 10 lokasi penelitian adalah klon 380584.3 (33,5 t/ha), TS-2 (22,4 t/ha), FBA-4 (28,1 t/ha), I-1085 (25,3 t/ha), dan MF-II (30,1 t/ha). Berdasarkan penerimaan pengguna, klon FBA-4, TS-2, dan MF-II cocok sebagai bahan baku industri besar keripik, sedang klon 380584.3 dan I-1085 cocok untuk industri kecil dan menengah.Analysis of yield potency, quality, and user acceptance of potato clones 380584.3, TS-2, FBA-4, I-1085, and MF-II as raw material for chips. The aim of the research is to obtain potato clones as raw material for chips which preferred by agroindustry, farmers and consumers. Statistical used was RCBD with four replications. A plot consisted of 30 plants. The multy location trials started from 2001 until 2003. Participatory research done with farmers, supplier, agroindustry, homeindustry, and consumers preferences. Number clones tested in participatory plot were 15 clones including three varieties check. Participatory plot were carried out at Pangalengan (West Java), Banjarnegara (Central Java), and Tosari, Bromo (East Java). The results showed that clones 380584.3, TS-2, FBA-4, I-1085, and MF-II were tolerant to late blight and root knot nematodes (Meloidogyne spp.). Tuber yield obtained for clones 380584.3 (33.5 t/ha), TS-2 (22.4 t/ha), FBA-4 (28.1 t/ha), I-1085 (25.3 t/ha), and MF-II (30.1 t/ha). According to the user, clones TS-2, MF- II, and FBA-4 were suitable as raw material for chip industry, whereas clones 380584.3 and I-1085 were selected by small industry.
Status Resistensi Spodoptera exigua Hubn. pada Tanaman Bawang Merah Asal Kabupaten Cirebon, Brebes, dan Tegal terhadap Insektisida yang Umum Digunakan Petani di Daerah Tersebut Tonny Koetani Moekasan; Rofik Sinung Basuki
Jurnal Hortikultura Vol 17, No 4 (2007): Desember 2007
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v17n4.2007.p%p

Abstract

ABSTRAK. Penelitian terdiri atas survai dan penelitian laboratorium. Tujuan survai adalah untuk mengetahui perilaku petani dalam menggunakan insektisida untuk mengendalikan ulat bawang dan penelitian di laboratorium bertujuan mengetahui status resistensi ulat bawang terhadap insektisida yang umum digunakan oleh petani. Survai dilakukan terhadap 60 orang petani di Kecamatan Gebang dan Losari (Kabupaten Cirebon), Kecamatan Wanasari dan Larangan (Kabupaten Brebes), dan Kecamatan Dukuhturi dan Margadana (Kabupaten Tegal) pada bulan Juni sampai dengan Juli 2005. Penelitian di laboratorium dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2005. Pengujian menggunakan metode pencelupan potongan daun bawang terhadap larva S. exigua instar ke-2 dan atau ke-3 asal Kecamatan Gebang dan Losari (Kabupaten Cirebon), Kecamatan Wanasari dan Larangan (Kabupaten Brebes), Kecamatan Dukuhturi dan Margadana (Kabupaten Tegal). Penghitungan nilai LC50 tiap jenis insektisida yang diuji dilakukan menggunakan program komputer analisis Probit. Hasil survai menunjukkan bahwa insektisida yang umum digunakan petani untuk mengendalikan ulat bawang adalah spinosad, klorpirifos, triazofos, metomil, betasiflutrin, siromazin, karbosulfan, tiodikarb, dan abamektin. Petani umumnya mencampur 2-5 jenis insektisida dan melakukan penyemprotan 2-3 kali per minggu. Konsentrasi formulasi insektisida yang digunakan pada umumnya di bawah konsentrasi formulasi anjuran, tetapi volume semprot yang digunakan sesuai dengan yang direkomendasikan. Hasil penelitian di laboratorium menunjukkan terdapat perbedaan kerentanan S. exigua, bergantung pada asal (strain) ulat bawang yang diuji. Ulat bawang asal Kecamatan Gebang dan Losari (Kabupaten Cirebon) terindikasi resisten terhadap insektisida spinosad, klorpirifos, triazofos, betasiflutrin, siromazin, karbosulfan, tiodikab, dan abamektin. Ulat bawang asal Kecamatan Wanasari dan Larangan (Kabupaten Brebes) terindikasi resisten terhadap insektisida klorpirifos dan betasiflutrin, sedangkan ulat bawang asal Kecamatan Wanasari terindikasi resisten terhadap insektisida siromazin, karbosulfan, dan abamektin. Ulat bawang asal Kecamatan Dukuhturi dan Margadana (Kabupaten Tegal) terindikasi resisten terhadap insektisida karbosulfan dan tiodikarb, sedangkan ulat bawang asal Kecamatan Dukuhturi terindikasi resisten pula terhadap insektisida spinosad, klorpirifos, dan siromazin.ABSTRACT. Moekasan, T.K. and R. S. Basuki. 2007. Resistance Status of Spodoptera exigua Hubn. on Shallot from Cirebon, Brebes, and Tegal District to Several Insecticide Commonly Used by Farmers. The research consisted of survey and laboratory study. The aim of the survey was to identify farmers behaviour on using insecticide on shallot. While the laboratory study was aimed to find out the resistance status of pest toward pesticides commonly used by farmers. The survey conducted from June until July 2005, at Gebang and Losari Subdistricts (Cirebon District), Wanasari and Larangan Subdistricts (Brebes District), Dukuhturi and Margadana Subdistricts (Tegal District). Number of respondents was 60 farmers. The purpose of the laboratory study was to determine the resistance status of S. exigua larvae to several insecticides commonly used by farmers at those locations. The laboratory study conducted from July until December 2005. The leaf-dip bioassay used on second and third instar of S. exigua larvae from Gebang and Losari Subdistricts (Cirebon District), Wanasari and Larangan Subdistricts (Brebes District), and Dukuhturi and Margadana Subdistricts (Tegal District). The data was analyzed using Probit analyze programme. Results of the survey showed that farmers used spinosad, chlorpyriphos, triazophos, methomyl, betasifluthrin, cyromazin, carbosulfan, tiodicarb, and abamectin to control S. exigua Hubn. Usually farmers mix 2-5 insecticides and spray 2-3 times per week. Concentration of formulation used were under the recommendation, but the spraying volume based on the recommendation. Results of laboratory study showed that S. exigua larvae taken from Gebang and Losari Subdistricts (Cirebon Districts) were resistant to spinosad, chlorpyriphos, triazophos, betasifluthrin, cyromazin, carbosulfan, tiodicarb, and abamectin. Beet armyworm larvae taken from Wanasari and Larangan Subdistricts (Brebes Districts) were resistant to chlorpyriphos and betasifluthrin, and larvae from Wanasari were also resistant to cyromazine, carbosulfan and abamectin. The larvae taken from Dukuhturi and Margadana Subdistrict (Tegal District) were resistant to carbosulfan and tiodicarb, and the larvae from Dukuhturi Subdistrict (Tegal District) were also resistant to spinosad, chlorpyriphos, and cyromazine.
Respons Pertumbuhan, Hasil Umbi, dan Serapan Hara NPK Tanaman Bawang Merah terhadap Berbagai Dosis Pemupukan NPK pada Tanah Alluvial Nani Sumarni; Rini Rosliani; Rofik Sinung Basuki
Jurnal Hortikultura Vol 22, No 4 (2012): Desember 2012
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v22n4.2012.p366-375

Abstract

Tanaman bawang merah memerlukan ketersediaan hara nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) dalam jumlah yang cukup dan berimbang di dalam tanah untuk dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan kebutuhan pupuk N, P, dan K optimum untuk dua varietas bawang merah pada jenis tanah Alluvial. Penelitian lapangan dilakukan di daerah Ciledug-Cirebon (Jawa Barat), dari Bulan Juli sampai dengan Oktober 2009. Rancangan percobaan yang digunakan ialah petak terpisah dengan tiga ulangan. Petak utama ialah varietas bawang merah, terdiri atas varietas Bima Curut dan Bangkok. Anak petak yaitu dosis pupuk N, P, dan K, terdiri atas 11 kombinasi dosis N-P2O5-K2O yang disusun secara terpusat (central design). Kisaran dosis pupuk yaitu 0–270 kg/ha N, 0–180 kg/ha P2O5, dan 0–180 kg/ha K2O. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara varietas dan dosis pupuk NPK terhadap pertumbuhan tanaman dan serapan NPK tanaman bawang merah, sedangkan hasil umbi bawang merah dipengaruhi oleh interaksi antara varietas dan dosis pupuk NPK. Dosis pupuk N, P, dan K optimum untuk varietas Bima Curut ialah 146 kg/ha N, 111 kg/ha P2O5, dan 100 kg/ha K2O dengan tingkat hasil umbi kering eskip rerata 25,77 t/ha, sedangkan dosis pupuk N, P, dan K optimum untuk varietas Bangkok ialah 248 kg/ha N, 98 kg/ha P2O5, dan 103 kg/ha K2O dengan tingkat hasil umbi kering eskip rerata 35,44 t/ha. Untuk menghasilkan hasil umbi kering eskip maksimum, varietas Bima Curut  menyerap 64,26 kg/ha N, 18,03 kg/ha P2O5, dan 123,39 kg/ha K2O yang diperoleh dengan pemberian pupuk sebanyak 180 kg/ha N, 120 kg/ha P2O5, dan 60 kg/ha K2O, sedangkan varietas Bangkok  menyerap 69,65 kg/ha N, 22,88 kg/ha P2O5, dan 149 kg/ha K2O yang diperoleh dengan pemberian pupuk sebanyak 270 kg/ha N, 120 kg/ha P2O5, dan 120 kg/ha K2O. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk NPK dan hasil umbi bawang merah. Shallots plants need balance of NPK nutrient supply in soil to get optimally plant growth and bulb yield. This experiment was conducted at a farmer field in Ciledug-Cirebon, West Java Province, from July until October 2009. The objective of this experiment was to find out the optimum dosage of NPK fertilizer application for two shallots varieties on Alluvial soil type. A split plot design with three replications was used. Two shallots varieties (Bima Curut and Bangkok) were assigned to main plot, and 11 combinations of N-P2O5-K2O dosages were assigned to subplot. The range of N, P, and K dosages were 0–270 kg/ha N, 0–180 kg/ha P2O5, and 0-180 kg/ha K2O. The results revealed that there were no interaction between varieties and NPK dosages on plant growth and NPK uptake by shallots plant. But both shallots varieties of Bima Curut and Bangkok gave different response to NPK fertilization, expressed by dry bulb yield. The optimum dosage of NPK for Bima Curut variety was146 kg/ha N, 111 kg/ha P2O5, and 100 kg/ha K2O that gave dry bulb yield of 25.77 t/ha, while the optimum dosage of NPK for Bangkok variety was 248 kg/ha N, 98 kg/ha P2O5, and 103 kg/ha K2O that gave dry bulb yield of 35,44 t/ha. To get the maximum yield of dry bulb weight, Bima Curut variety absorbed 64.26 kg/ha N, 18.03 kg/ha P2O5, and 123.39 kg/ha K2O which obtained by applying of 180 kg/ha N, 120 kg/ha P2O5, and 60 kg/ha K2O, while  Bangkok variety absorbed 69.65 kg/ha N, 22.88 kg/ha P2O5, and 149 kg/ha K2O which obtained by applying of 270 kg/ha N, 120 kg/ha P2O5, and 120 kg/ha K2O. The results can be applied to increase the efficiency of NPK fertilizer for growing shallots on Alluvial soil type.
Sistem Pengadaan dan Distribusi Benih Bawang Merah pada Tingkat Petani di Kabupaten Brebes rofik Sinung Basuki
Jurnal Hortikultura Vol 20, No 2 (2010): Juni 2010
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v20n2.2010.p%p

Abstract

ABSTRAK. Tujuan penelitian ialah untuk mengetahui sumber benih, cara pengadaan, dan kualitas benih yang ditanampetani, serta ketersediaan benih bawang merah bermutu untuk petani di Brebes. Hasil penelitian digunakan sebagaimasukan pembuatan kebijakan untuk memperbaiki sistem perbenihan bawang merah di Brebes. Penelitian deskriptifini dilakukan di Brebes pada bulan September 2007. Penelitian dilakukan di tiga desa yang dipilih secara purposiveberdasarkan jenis varietas dominan yang ditanam di lokasi tersebut. Responden dipilih secara purposive berdasarkanjenis varietas yang ditanam, yaitu 35 petani yang menanam benih varietas lokal dan 10 petani yang menanam benihvarietas impor. Selain petani, juga dipilih secara purposive sembilan responden pedagang atau penangkar benih. Dataprimer dikumpulkan melalui wawancara individual dengan responden menggunakan kuesioner. Data yang terkumpuldianalisis menggunakan metode statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber benih varietaslokal yang ditanam oleh sebagian besar petani responden (94%) berasal dari benih yang dihasilkan petani sendiridari penyisihan hasil bawang konsumsi musim sebelumnya dan sebagian kecil (6%) berasal dari benih yang dibelidari petani lain, sedangkan benih varietas impor yang ditanam petani, seluruhnya (100%) berasal dari pembelian ditoko atau pedagang benih. Petani memproduksi benih sendiri dengan cara menyisihkan sebagian dari hasil bawangkonsumsi musim sebelumnya yang pertumbuhan tanamannya masih bagus, produktivitas, dan kemurnian varietasnyamasih tinggi. Kualitas benih yang dihasilkan petani cukup baik dalam hal daya tumbuh (99,1%), tingkat infeksi olehpenyakit tular benih (1,7%), dan persentase kemurnian varietas (99,3%). Benih yang tersedia di lokasi penelitian,sebagian besar (>94%) berasal dari benih hasil produksi petani, tidak ada yang berasal dari hasil penangkaran benihsecara khusus.ABSTRACT. Basuki, R.S. 2010. Procurement and Distribution System of Shallots Seed at Farmer Level atBrebes District. The objectives of the research were to understand the sources, procurement methods, and qualityof shallots seed planted by farmers as well as the availability of good quality seed for farmers in Brebes. The resultof this study was used as policy input for improving the existing shallots seed system in Brebes. Descriptive researchwas conducted in Brebes on September 2007, in three villages selected purposively based on the dominant shallotsvarieties planted by farmers in the locations. Respondents were selected purposively based on the shallots varietiesplanted, consisted of 35 farmers who planted local varieties and 10 farmers who planted imported variety of shallotsseed. In addition, nine shallots seed growers or traders were also selected purposively as respondents. Primary datawas collected through individual interview with respondents. The results showed that most farmers (94%) who plantedlocal varieties used their own seed obtained from previous harvest, and only 6% used their seed from other farmers.Meanwhile, all farmers (100%) who planted imported seed they bought from seed stores or traders. Farmers obtainedtheir own shallots seed from the healthy, productive, and high purity variety from previous harvest. The quality offarmers’ seed was good in terms of high percentage of seed growth (99.1%), low disease infected seed (1.7%), andhigh purity of variety (99.3%). The availability of seed mostly (>94%) was farmers’ seed, and almost no sources ofseed obtained from special seed growers.
Analisis Tingkat Preferensi Petani terhadap Karakterisitik Hasil dan Kualitas Bawang Merah Varietas Lokal dan Impor Rofik Sinung Basuki
Jurnal Hortikultura Vol 19, No 2 (2009): Juni 2009
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v19n2.2009.p%p

Abstract

ABSTRAK. Varietas lokal bawang merah yang kompetitif terhadap varietas impor perlu diketahui untuk mengurangipenggunaan varietas impor. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi varietas lokal yang lebih disukai petanidibanding varietas impor di sentra produksi di Kabupaten Brebes. Penelitian dilakukan di 2 desa di Kabupaten Brebespada bulan Juli-Oktober 2005. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian partisipatif yang didukung denganpercobaan lapangan. Percobaan lapangan menggunakan rancangan acak kelompok dengan 3 ulangan. Perlakuan yangditeliti adalah 10 varietas lokal dan 2 varietas impor. Plot percobaan lapangan digunakan sebagai petak observasi bagipetani partisipan, 28 orang di Desa Kemukten dan 32 orang di Desa Slatri. Data penelitian partisipatif dikumpulkandari jawaban tertulis petani partisipan pada kuesioner yang dibagikan peneliti pada saat petani melakukan observasipada plot percobaan lapangan. Data petani berupa skor tingkat preferensi (TP) petani terhadap atribut karakteristikdaya hasil, jumlah anakan, bentuk umbi, ukuran umbi, warna umbi, dan aroma dari 12 varietas yang diteliti dianalisismenggunakan metode perceived quality. Hasil penelitan menunjukkan bahwa dari 10 varietas lokal yang diuji, varietaslokal Bima Curut adalah yang paling disukai petani. Walaupun secara agronomis tingkat hasil dan ukuran umbi hasil,varietas impor lebih unggul dibanding varietas lokal Bima Curut, namun TP petani terhadap varietas lokal Bima Curutlebih tinggi 10-23% dibanding TP petani terhadap varietas impor Tanduyung dan Ilokos. Hal ini terjadi karena totalkarakteristik Bima Curut dalam hal daya hasil, jumlah anakan, bentuk umbi, ukuran umbi, warna umbi, dan aromalebih disukai petani dibanding total karakteristik yang dimiliki kedua varietas impor tersebut. Diperlukan dukunganperakitan komponen teknologi pemupukan, budidaya, serta pengendalian hama dan penyakit agar keunggulan varietasBima Curut dapat lebih dioptimalkan.ABSTRACT. Basuki, R.S. 2009. Analysis of Farmer’s Preference on Yield and Quality Characteristic of Localand Imported Shallots Variety. Local variety of shallots that had competitiveness to imported variety needed tobe identified in order to reduce the use of imported seed variety. The objective of this research was to identify localvariety more preferred by farmers than that of imported variety. Research was conducted in Brebes District fromJuly to October 2005. The approach of research was farmer participatory research supported by field trial plot. Thefield trial design used was RCBD, with 10 local varieties and 2 imported varieties as treatments and 3 replications.The field trial plot was used as an observation plot for farmers participants, 28 farmers in Kemukten Village and 32farmers in Slatri Village. The data from farmer participatory research were collected from farmer’s written answers onthe questionnaire distributed by researchers. Farmers’ data were the level of farmer’s preference to the characteristicsof yield, number of sprouts, bulb shape, bulb size, bulb color, and flavor of 12 shallot varieties tested in the fieldtrial. The data were analyzed using perceived quality methods. The results showed that among local varieties, BimaCurut variety was the most preferred by farmers. Agronomically, the yield of imported varieties were higher and thebulb were bigger than that of Bima Curut. However, the level of farmers preference on Bima Curut were 10 to 23% higher than that of the imported varieties of Tanduyung and Ilokos. The reason was that the total characteristicsof Bima Curut in terms of yield, number of sprouts, bulb shape, bulb size, bulb color, and flavor were preferred byfarmers more than that of the total characteristics of imported varieties. Nonetheless, technological components offertilization, cultivation, disease and pest control still need improvements to increase the competitiveness of BimaCurut variety.
Evaluasi Daya Hasil 7 Genotip Kentang pada Lahan Kering Bekas Sawah Dataran Tinggi Ciwidey Rofik Sinung Basuki; - Kusmana
Jurnal Hortikultura Vol 15, No 4 (2005): Desember 2005
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v15n4.2005.p%p

Abstract

Waktu penelitian mulai bulan April sampai dengan Agustus 2002. Rancangan percobaan yang digunakan adalah RAK dengan ulangan 4 kali, jumlah genotip yang diuji sebanyak 7 genotip kentang hasil introduksi dari CIP termasuk varietas pembanding. Setiap plot percobaan ditanami 30 tanaman. Tujuan penelitian adalah untuk menghasilkan 1 atau lebih genotip kentang yang bisa ditanam pada lahan sawah dataran tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa genotip yang mempunyai potensi hasil tinggi pada lahan sawah Ciwidey adalah 380584.3 (43,3 t/ha), Atlantik (37,6 t/ha), dan Panda (36,5 t/ha) yang nyata lebih tinggi dari varietas pembanding Granola (27,6 t/ha).Tuber yield evaluation of 7 potato genotypes on dry land after irrigated rice field of highland Ciwidey. The experiment was conducted in April until August 2002. The experimental design was RCBD with 4 replications. An experimental unit consisted of a 30 hills plot. The objective of the research was to select one or more potato genotypes adapted to rice field of highland. The results indicated that the highest yield were obtained from clones 380584.3 (43.3 t/ha), Atlantic (37.6 t/ha), and Panda (36.5 t/ha) which were significantly higher than Granola (27.6 t/ha) as control.
PENGARUH KOMPOSISI MEDIA SEMAI LOKAL TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT BAWANG MERAH ASAL BIJI (TRUE SHALLOT SEED) DI BREBE Gina Aliya Sopha; Rofik Sinung Basuki
Bionatura Vol 12, No 1 (2010): Bionatura Maret 2010
Publisher : Direktorat Sumber Daya Akademik dan Perpustakaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (116.657 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan komposisi media semai lokal terbaik bagi pertumbuhan bibit bawang merah asal biji (True Shallot Seed, TSS). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan 10 perlakuan serta 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media semai terbaik dengan persentase pertumbuhan tertinggi adalah media campuran tanah Andisol+pupuk kandang kuda yang merupakan kontrol, namun media ini tidak tersedia di Brebes. Sedangkan, media lokal terbaik adalah media campuran tanah sawah Alluvial, pasir, dan pupuk kandang (1:1:1) dengan persentase pertumbuhan sebesar 46,5%.Kata kunci: Media semai, pembibitan, TSS (True Shallot Seed)
Pengaruh Varietas, Status K-Tanah, dan Dosis Pupuk Kalium terhadap Pertumbuhan, Hasil Umbi, dan Serapan Hara K Tanaman Bawang Merah Rini Rosliani; Rofik Sinung Basuki
Jurnal Hortikultura Vol 22, No 3 (2012): September 2012
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v22n3.2012.p233-241

Abstract

ABSTRAK. Pemupukan sebaiknya didasarkan pada kebutuhan tanaman dan kesuburan lahan agar diperoleh hasil yang optimal. Adanya keragaman tanah dan lingkungan yang cukup tinggi di Indonesia menyebabkan kebutuhan pupuk berbeda dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan dosis pupuk K optimum untuk dua varietas bawang merah pada status K-tanah yang berbeda. Metode penelitian terdiri atas survei status K-tanah yang dilakukan di sentra produksi bawang merah di dataran rendah Jawa Barat dan Jawa Tengah, dan percobaan pot yang dilakukan di Rumah Kasa Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang dari Bulan Maret sampai dengan Desember 2008. Rancangan percobaan yang digunakan untuk percobaan pot ialah petak terpisah dengan tiga ulangan. Petak utama ialah bawang merah varietas Bangkok dan Kuning. Anak petak ialah status hara  K-tanah, yaitu status K-tanah rendah (<20 ppm K2O), sedang (21–40 ppm K2O), dan tinggi (>41 ppm K2O). Anak-anak petak ialah dosis pupuk K terdiri atas 0, 60, 120, 180, dan 240 kg/ha K2O.  Pupuk N (150 kg/ha) dan P (150 kg/ha P2O5) diberikan sebagai pupuk dasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara varietas, status K-tanah, dan dosis pupuk K terhadap bobot kering tanaman, luas daun, hasil bobot umbi segar, dan bobot umbi kering eskip bawang merah. Namun serapan hara K tanaman dan residu pupuk K dalam tanah dipengaruhi oleh interaksi ketiga faktor tersebut. Hubungan antara hasil umbi bawang merah varietas Bangkok dan Kuning dengan dosis pupuk K pada semua status K-tanah bersifat kuadratik. Dosis pupuk K optimum untuk varietas Bangkok ialah 126,67 kg/ha K2O pada status K-tanah rendah, 170,00 kg/ha K2O pada status K-tanah sedang, dan 1,5 kg/ha K2O pada status K-tanah tinggi, sedangkan dosis pupuk K optimum untuk varietas Kuning ialah 214,29 kg/ha K2O pada status K-tanah rendah, 216,67 kg/ha K2O pada status K-tanah sedang, dan 106,50 kg/ha K2O pada status K-tanah tinggi. Hasil umbi dan serapan hara tanaman varietas Bangkok dan Kuning pada status K-tanah tinggi nyata lebih tinggi dibandingkan pada status K-tanah rendah dan K-tanah sedang. Makin tinggi status K-tanah dan dosis pupuk K, maka makin tinggi pula residu K dalam tanah.ABSTRACT. Sumarni, N, Rosliani, R, Basuki, RS, and Hilman, Y 2012. Effects of Varieties, Soil-K Status, and K Fertilizer Dosages on Plant Growth, Bulb Yield, and K Uptake of Shallots Plant. In order to get the optimum yield, fertilization should be based on plant need of nutrient and nutrient content of soil. The presense of high diversities of soil and environment in Indonesia cause the fertilizer needed are different from one location to another. This research methodologies were survey of soil-K status on some shallots production areas in lowland of West and Central Java, and pot experiment that was carried out at Screenhouse of Indonesian Vegetable Research Institute from March to December 2008. The aim of this experiment was to find out the optimum dosage of K fertilizer for two shallots varieties on several soil fertility level (soil-K status). A split-split plot design with three replications was used in this experiment. As main plots were shallots varieties, consisted of Bangkok and Kuning varieties. Subplots were the content/status of soil-K, consisted of low (<20 ppm K2O), medium (21–40 ppm K2O), and high (>41 ppm K2O). Sub-subplots were K fertilizer dosages, consisted of 0, 60, 120, 180, and 240 kg/ha K2O. N fertilizer (150 kg/ha N) and P fertilizer (150 kg/ha P2O5) were applied as basic fertilizers. The results showed that there were no interaction between varieties, soil-K status, and K fertilizer dosages on plant leaf area, plant dry weight, fresh and dry weight of bulb yield of shallots. But K uptake by shallots plant and residual of K fertilizer in soil were affected by the three those factors. The curves of the relationship between K fertilizer dosages and bulb yield of Bangkok and Kuning varieties on all soil-K status were quadratics. The optimum dosage of K fertilizer for Bangkok variety were 126.67 kg/ha K2O on low of soil-K status, 170.00 kg/ha K2O on medium of soil-K status, and 1.50 kg/ha K2O on high of soil-K status; whereas for Kuning variety were 214.29 kg/ha K2O on low of soil-K status, 216.67 kg/ha K2O on medium of soil-K, and 106.50 kg/ha K2O on high of soil-K status.The bulb yield and K uptake of Bangkok and Kuning varieties were significantly higher on high soil-K status than on low and medium of soil-K status. The more higher of K fertilizer dosages and soil-K status gave the more higher of K residual of K fertilizer in soil.
Adopsi Inovasi Teknologi Pengelolaan Terpadu Kebun Jeruk Sehat (PTKJS) di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur Hilmi Kahmir Ridwan; - Sabari; Rofik Sinung Basuki; Rahmat Sutarya; Agus Ruswandi
Jurnal Hortikultura Vol 20, No 1 (2010): Maret 2010
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v20n1.2010.p%p

Abstract

ABSTRAK. Produktivitas dan mutu buah jeruk di Indonesia saat ini masih rendah dan perlu ditingkatkan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura telah melaksanakan program penelitian dan pengkajian penerapan pengelolaan terpadu kebun jeruk sehat (PTKJS) di beberapa provinsi sentra produksi jeruk. Pengelolaan terpadu kebun jeruk sehat meliputi (a) penggunaan bibit berlabel bebas penyakit, (b) pengendalian OPT terutama vektor penyakit CVPD, (c) sanitasi kebun yang baik, (d) pemeliharaan tanaman secara optimal, dan (e) konsolidasi pengelolaan kebun. Tujuan penelitian adalah untuk  mengetahui adopsi inovasi teknologi PTKJS oleh petani. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, dari bulan April sampai dengan Desember 2006,  menggunakan metode survai. Hasil penelitian menunjukan bahwa inovasi teknologi PTKJS dari komponen teknologi, seperti penggunaan bibit unggul berlabel bebas penyakit, konsolidasi pengelolaan kebun, dan subkomponen teknologi, seperti penggunaan perangkap kuning, penyiraman tanah dengan insektisida, penggunaan sex feromon, pemberongsongan, penyulaman dengan bibit berlabel, pemangkasan, penyiraman tanaman, dan pemanenan secara benar, tidak diadopsi oleh sebagian besar petani jeruk di Kabupaten Ponorogo.   ABSTRACT. Ridwan, H.K, Sabari, Rofik, S.B., Rahman, S., and Agus, R. 2010. Adoption of Integrated Crop Management for Healthy Citrus Orchard in Ponorogo, East Java. Productivity and quality of citrus fruit in Indonesia were still low and need to be increased. The Indonesian Center for Horticulture Research and Development had conducted research and assessment program of Integrated  Crop Management for Healthy Citrus Orchad (ICMHCO) in several provinces. The technology package of ICMHCO consisted of (a) the used of labeled and free deseases planting materials, (b) pest and deseases control especially for the CVPD vector, (c) good field sanitation, (d) optimum cultural practices, and (e) field management consolidation. The objective of this research was to access the adoption of technology package of ICMHCO by the farmers. The research was conducted at Ponorogo District, East Java, from April to Desember 2006, using survey method. The results showed that only a part of technology package of ICMHCO had been adopted by the citrus farmers in Ponorogo District. There were some technological components that had not been adopted yet by farmers, such as labeled free deseases planting materials, consolidation of orchard management, yellow trap application, drenching of insecticide solution, sex pheromone application, fruit wrapping, replanting with labelled seeds, pruning, irrigation, and good harvesting practices.