Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

PENGARUH CEKAMAN AIR TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT EMPAT NOMOR JAMBU MENTE (Anacardium occidentale. L.) DEVI RUSMIN; . SUKARMAN; . MELATI; MAHARANI HASANAH
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 8, No 2 (2002): Juni, 2002
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jlittri.v8n2.2002.49-54

Abstract

Ketersediaan air pada fasc pembibitan, merupakan salah satu faktor pembatas dalam pertumbuhan bibit jambu mente. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan nomor harapan jambu mente (Anacardium occidentale I..) yang toleran terhadap cekaman air, khususnya pada fase pembibitan Percobaan dilaksanakan di rumah kaca Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan dan Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, dari bulan Mei-Agustus 2001. Rancangan faktorial dengan dua faktor dan tiga ulangan disusun dalam rancangan acak kelompok. Faktor pertama adalah empat nomor harapan jambu mente yaitu : F2-8, III 4/2, P 293 dan B 02, dan sebagai faktor kedua adalah enam tingkat cekaman air yaitu : 50%, 55%, 60%, 65% 70% dan 75% kapasitas lapang (KL) Parameter yang diamati meliputi: pertumbuhan bibit (tinggi, jumlah daun, luas daun), bobot kering bibit (batang, daun dan akar), seta analisis kandungan prolin bebas. Hasil percobaan menunjukkan bahwa intcraksi nomor harapan dengan perlakuan cekaman air berbeda nyata terhadap kandungan prolin bebas. Kandungan prolin bebas tertinggi terdapat pada nomor B 0-2 pada cekaman air 50% KL, tetapi tidak berbeda nyata dengan F2-8, sedangkan kandungan prolin terendah didapatkan pada nomor III 4/2 dengan cekaman air 75% KL. Faktor tunggal nomor harapan berbeda nyata terhadap pertumbuhan bibit dan bobot keing bibit jambu mente. Dari empat nomor harapan yang diuji didapatkan bahwa nomor F2-8 mempunyai pertumbuhan bibit (tinggi, jumlah daun) dan bobot keing bibit yang paling tinggi dibandingkan nomor lainnya, sedangkan nomor B 0-2 mempunyai petumbuhan bibit (tinggi dan jumlah daun) dan bobot keing bibit yang paling rendah. Faktor tunggal tingkat cekaman air berbeda nyata terhadap pertumbuhan dan bobot keing bibit. Dai enam tingkat cekaman air didapatkan bahwa sampai cekaman air 70% KL pertumbuhan bibit (tinggi, jumlah daun, luas daun) tidak berbeda nyata, akan tetapi pada cekaman air 65% KL pertumbuhan dan bobot keing bibil berbeda nyata Berdasarkan petumbuhan bibit dan kandungan prolin bebas, dapat dikemukakan bahwa nomor F2-8. lebih toleran terhadap cekaman air dibandingkan dengan nomor lainnya.Kata kunci: Anacardium occidentale L, cekaman air, petumbuhan, fase bibit ABSTRACT Effect of water stress on the growth offour cashew line seedlings Water shortage during the seedling growth stage cashew is one of the limiting factors. Water available, has impotance rule on the growth of cashew seedling Anacardium occidentale L., especially when cashew is cultivated in the dry climate regions. Therefore, the evaluation of some promising lines to water stress was conducted. The main goal of this study was to ind out the promising cashew lines which tolerant to water stress: especially at seedling stages. The experiment was conducted in the green house of the Research Institute for Food Crop Biotechnology, and the laboratory of Research Institute for Spice and Medicinal Crops, Bogor from Mei to Agustus 2001. Factorial expeiment with two factors and three replications was arranged in a randomized completely block design (RCBD). The irst factor consisted of four promising lines, F2-8, III 4/2, P293 and B 0-2 The second factor was six levels of water stress (50% 55%, 60% 65% 70% and 75%) ield capacity (FC). Data observation included the growth of seedling (height of seedling, number of leaves, leaf area/plant), dry weight (seedling) and content of free proline. The results of the experiment indicated that interaction between promising lines and water stress significantly affected the proline content. The highest proline content was found on number B0-2 at 50 % FC, however, it was not signiicantly different from number F2-8, while the lowest proline content was found on number III4/2 at 75 % FC. The ree proline content was also increase as water available decrease. Single factor, promising lines and water stress were significantly affected to the growth of seedling. F 2-8 and III4/2 produced better on growth and dry weight of seedling Up to70% ield capacity (FC) the growth of seeding was obviously normal and did not signiicantly different among promising lines, however, bellow 65 % (FC) growth of seedling was significantly affected by water available. Base on the growth of seedling and proline content indicated that F2-8 were more tolerance to water stress compared to others lines.Keywords: Anacardium occidentale.L water stress, growth, seedling stage
MUTU FISIOLOGIS RIMPANG BENIH JAHE PUTIH BESAR SELAMA PENYIMPANAN DENGAN PELAPISAN LILIN DAN APLIKASI PACLOBUTRAZOL Devi Rusmin; MR Suhartanto; Satriyas Ilyas; Dyah Manohara; E Widajati
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 26, No 1 (2015): Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v26n1.2015.35-46

Abstract

Rimpang benih jahe putih besar tidak dapat disimpan lama karena mudah berkerut dan bertunas. Untuk meningkatkan daya simpan benih jahe telah dilaksanakan percobaan yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelapisan lilin dengan aplikasi Paclobutrazol (PBZ) terhadap perubahan mutu fisiologis rimpang benih JPB selama penyimpanan. Percobaan dilaksanakan di kamar kaca dan Laboratorium Teknologi Benih, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat sejak Januari sampai September 2014. Percobaan disusun dalam rancangan petak terbagi dengan tiga ulangan. Sebagai petak utama adalah dua suhu ruang simpan (1) (26-280C) (RH 70-80%) dan (2) (20-220C) (RH 65-75%), sebagai anak petak adalah perlakuan benih (1) kontrol (tanpa bahan pelapis lilin); (2) pelapisan lilin + PBZ 0 ppm, (3) pelapisan lilin + PBZ 500 ppm; (4) pelapisan lilin + PBZ 1.000 ppm; dan (5) pelapisan lilin + PBZ 1.500 ppm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi pelapisan lilin dengan aplikasi PBZ sampai 1.500 ppm belum mampu menekan penyusutan bobot rimpang benih JPB sampai empat bulan setelah simpan, baik pada pada suhu penyimpanan 26-280C maupun pada suhu 20-220C. Kombinasi pelapisan lilin dengan aplikasi PBZ 1.500 ppm pada suhu 20-220C mampu menekan persentase rimpang bertunas sampai tiga bulan simpan dan menekan laju respirasi sampai empat bulan.
PENGEMBANGAN BUDIDAYA PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) SEBAGAI TANAMAN OBAT /The Development of Pruatjan (Pimpinella pruatjan Molk.) Cultivation as A Medicinal Crops Devi Rusmin
Perspektif Vol 16, No 2 (2017): Desember 2017
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/psp.v16n2.2017.80-93

Abstract

ABSTRAK Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) merupakan tanaman obat asli Indonesia yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Tanaman spesifik di dataran tinggi Dieng (ketinggian ≥2.000 m dpl) ini tergolong langka karena umumnya tidak dibudidayakan. Pengembangan tanaman di daerah yang mempunyai kondisi lingkungan yang hampir sama dengan habitat asli seperti di Gunung Putri, Cipanas (1.450 m dpl) merupakan salah satu usaha untuk mencegah tanaman dari kepunahan. Keterbatasan bahan tanaman bermutu dan penerapan teknologi budidaya yang belum optimal menjadi kendala dalam pengembangan tanaman purwoceng. Benih purwoceng yang baru dipanen pada saat masak fisiologis (7 – 8 minggu setelah antesis) mempunyai daya berkecambah sangat rendah (<20%), karena adanya dormansi afterripening. Peningkatan viabilitas potensial (daya berkecambah) dapat dilakukan dengan perendaman benih dalam larutan GA3 400 ppm selama 48 jam, pemanasan pada suhu 50˚C selama 48 jam, dan perendaman dengan KNO3 0,2% selama 24 jam. Produksi simplisia purwoceng lebih tinggi di lingkungan tumbuh asli (Dieng) dibandingkan dengan di Gunung Putri yaitu masing-masing seberat 154 kg dan 58,75 g per 10 tanaman pada umur 9 bulan setelah tanam (BST). Peningkatan produksi dan kandungan bahan aktif dapat dilakukan dengan pemberian pupuk lengkap yaitu 40 ton pupuk kandang ditambah 400 kg Urea, 200 kg SP36 dan 300 kg KCl, pupuk organik, mikoriza dan zat pengatur tumbuh. Analisis usahatani purwoceng menunjukkan bahwa dengan luasan lahan 1.000 m2 sangat fisibel dan menguntungkan. Penerapan teknologi budidaya sederhana untuk luasan 1.000 m2 menghasilkan pendapatan bersih sebesar Rp. 34.000.000.  ABSTRACT Pruatjan (Pimpinella pruatjan Molk.) is one of the indigenous medicinal crops from Indonesia. The plant which is endemic in Dieng plateau (2000 m above sea level/asl), has not been cultivated properly, hence its existence is endangered. The plant development at Gunung Putri, Cipanas (1500 m asl), which is resemble to its native habitat, is one of the efforts to prevent plant extinction.  The main constraints of pruatjan cultivation are the limited qualified plant material and improper cultivation technology. Pruatjan seeds newly harvested at physiological maturity (7- 8 weeks after anthesis) have very low germination percentage (<20%), due to the afterripening dormancy. The potential viability (germination rate) can be improved by soaking the seeds in 400 ppm GA3 solution for 48 hours, heating at 50˚C for 48 hours, and soaking in 0,2% KNO3solution for 24 hours. The yield of pruatjan at 9 months after planting (MAP) was higher in its native habitat (Dieng) (154 kg per 10 plants) than at Gunung Putri (58,75 g per 10 plants). The yield and the content of its active ingredient can be increased by applying 40 tons manure combined with400 kg Urea, 200 kg SP36, 300 kg KCl, organic fertilizers, mycorhiza and plant growth regulators. The analysis farming system of pruatjan at 1.000 m2 indicated high feasibility and profitable. The application of simple cultivation technologies at the areal of 1.000 m2gave net income Rp. 34.000.000.  
VIABILITAS BENIH PURWOCENG (Pimpinella pruatjan) PADA BERBAGAI PERLAKUAN STIMULASI PERKECAMBAHAN Devi Rusmin; Ireng Darwati; Faiza C Suwarno; Satriyas Ilyas
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 27, No 2 (2016): BULETIN PENELITIAN TANAMAN REMPAH DAN OBAT
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v27n2.2016.115-122

Abstract

Permasalahan dalam perbanyakan tanaman purwoceng adalah viabilitas benih yang sangat rendah (≤ 20%). Untuk mengatasi permasalahan tersebut dilakukan penelitian yang bertujuan mendapatkan metode stimulasi per-kecambahan yang dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih purwoceng. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tanaman, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor, sejak Juli sampai November 2009. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL), satu faktor dengan empat ulangan. Perlakuan yang diuji adalah stimulasi perkecambahan yang terdiri atas 13 macam yaitu: T1=kontrol, (2) T2=stratifikasi dengan suhu 100C (2 minggu), (3) T3=stratifikasi dengan suhu 5-100C (4 minggu), (4) T4=penyimpanan kering pada suhu ruang (2 minggu), (5) T5=penyimpanan kering pada suhu ruang (4 minggu), (6) T6=pencucian dengan air mengalir (24 jam), (7) T7=pencucian dengan air mengalir (48 jam), (8) T8=imbibisi dengan GA3 100 ppm (24 jam), (9) T9=imbibisi dengan  GA3 200 ppm (24 jam), (10) T10=imbibisi dengan GA3 400 ppm (24 jam), (11) T11=imbibisi dengan KNO3 0,2% (24 jam), (12) T12=pemanasan pada suhu 500C (24 jam), dan (13) T13=pemanasan pada suhu 500C (48 jam). Hasil penelitian menunjukkan stimulasi perkecambahan dengan pemanasan suhu 50°C selama 48 jam merupakan perlakuan terbaik dalam meningkatkan viabilitas dan vigor benih purwoceng dengan daya berkecambah 51,5% dan kecepatan tumbuh benih 1,74% etmal-1 dari semua perlakuan yang diuji. Hasil tersebut mengindikasikan masih perlu penelitian peningkatan viabilitas benih purwoceng untuk mendukung pengembangan tanaman purwoceng di Indonesia. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan viabilitas benih purwoceng selanjutnya adalah: (1) menggabungkan metode pemanasan dengan pemberian GA dan (2) menggabungkan metode pemanasan dengan penyimpanan kering pada 18-20°C.
PENGARUH SUHU DAN MEDIA PERKECAMBAHAN TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH PURWOCENG UNTUK MENENTUKAN METODE PENGUJIAN BENIH Devi Rusmin; Faiza C Suwarno; Ireng Darwati; Satriyas Ilyas
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 25, No 1 (2014): Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v25n1.2014.45-51

Abstract

Informasi tentang metode pengujian benih purwoceng (Pimpinella pruatjan) masih terbatas, terutama kebutuhan suhu dan media perkecambahan yang tepat. Percobaan bertujuan untuk mengetahui suhu dan media perkecambahan yang tepat dalam pengujian daya berkecambah benih purwoceng. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tanaman, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor,sejak Maret sampai Mei 2009. Percobaan disusun dalam rancangan petak terbagi dengan tiga ulangan. Sebagai petak utama adalah suhu perkecambahan yang terdiri atasdua taraf (1) 18-200C (T1), dan (2) 23-250C (T2). Sebagai anak petak adalah lima jenis media (1) media kertas stensil/CD (cross-machine direction) (M1), (2) media pasir (M2), (3) media tanah (M3), (4) campuran media tanah dan kompos (1:1) (M4), dan (5) campuran media tanah, pasir dan kompos (1:1:1) (M5), sehingga diperoleh 30 kombinasi perlakuan. Hasil percobaan menunjukkan suhu perkecambahan 23-250C dengan media kertas stensil merupakan kombinasi perlakuan terbaik untuk metode pengujian viabilitas dan vigor benih purwoceng, berdasarkan nilai daya berkecambah (44%), potensi tumbuh maksimum (45,33%), indeks vigor (23,33%), dan kecepatan tumbuh (0,97% etmal-1).
Growth Pattern, Biochemical and Physiological Characteristics to Determine Harvesting Time of Big White Ginger Rhizome Seeds Devi Rusmin; M.R Suhartanto; S. Ilyas; Dyah Manohara; E. Widajati
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 29, No 1 (2018): Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v29n1.2018.9-20

Abstract

The use of young seed rhizomes became one of the obstacles in large white ginger (JPB) cultivation. Young ginger rhizomes rapidly shrank and decrease their viability. The experiment was aimed to study growth patterns, biochemical changes, and physiology of ginger plants to produce good quality rhizome seeds.  JPB rhizome seeds used were 9 months old, have been stored for 2 weeks after harvest, weighed 30-40 g with 2-3 buds, healthy, and given seed treatment. The rhizomes were planted in growth medium in polybags (60 cm x 60 cm). The study was conducted by direct observation, repeated 4 times, consisting of 50 plants per replication.  Observations were made on the plant growth patterns (plant height, stem length, tillers number, leaves number); rhizome development (fresh weight, branch rhizomes number, moisture content, and dry weight during growth); starch and hormonal content (IAA, gibberellin, ABA and cytokinin) of the rhizomes; and viability of rhizome seeds (growth rate, seed height, and dry weight). The results showed that the rhizomes of the 7-month-old ginger after planting (MAP) has entered the ripening phase, the rhizome morphology was optimal, and the starch content was not different from the rhizome seeds at 8 and 9 MAP. In addition, physiologically, the rhizome's growth potential was maximal (100%), growth rate (4.3% etmal-1), and seed height (33.8 cm) were better than 8 MAP (80%, 2.9% etmal-1, 33.7 cm) and 9 MAP (70%, 2.3% etmal-1, 29.4 cm).  This study indicated that ginger rhizomes harvested from 7 months old plants can be used for seeds.
PENGARUH CEKAMAN AIR TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT EMPAT NOMOR JAMBU MENTE (Anacardium occidentale. L.) DEVI RUSMIN; . SUKARMAN; . MELATI; MAHARANI HASANAH
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 8, No 2 (2002): Juni, 2002
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jlittri.v8n2.2002.49-54

Abstract

Ketersediaan air pada fasc pembibitan, merupakan salah satu faktor pembatas dalam pertumbuhan bibit jambu mente. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan nomor harapan jambu mente (Anacardium occidentale I..) yang toleran terhadap cekaman air, khususnya pada fase pembibitan Percobaan dilaksanakan di rumah kaca Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan dan Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, dari bulan Mei-Agustus 2001. Rancangan faktorial dengan dua faktor dan tiga ulangan disusun dalam rancangan acak kelompok. Faktor pertama adalah empat nomor harapan jambu mente yaitu : F2-8, III 4/2, P 293 dan B 02, dan sebagai faktor kedua adalah enam tingkat cekaman air yaitu : 50%, 55%, 60%, 65% 70% dan 75% kapasitas lapang (KL) Parameter yang diamati meliputi: pertumbuhan bibit (tinggi, jumlah daun, luas daun), bobot kering bibit (batang, daun dan akar), seta analisis kandungan prolin bebas. Hasil percobaan menunjukkan bahwa intcraksi nomor harapan dengan perlakuan cekaman air berbeda nyata terhadap kandungan prolin bebas. Kandungan prolin bebas tertinggi terdapat pada nomor B 0-2 pada cekaman air 50% KL, tetapi tidak berbeda nyata dengan F2-8, sedangkan kandungan prolin terendah didapatkan pada nomor III 4/2 dengan cekaman air 75% KL. Faktor tunggal nomor harapan berbeda nyata terhadap pertumbuhan bibit dan bobot keing bibit jambu mente. Dari empat nomor harapan yang diuji didapatkan bahwa nomor F2-8 mempunyai pertumbuhan bibit (tinggi, jumlah daun) dan bobot keing bibit yang paling tinggi dibandingkan nomor lainnya, sedangkan nomor B 0-2 mempunyai petumbuhan bibit (tinggi dan jumlah daun) dan bobot keing bibit yang paling rendah. Faktor tunggal tingkat cekaman air berbeda nyata terhadap pertumbuhan dan bobot keing bibit. Dai enam tingkat cekaman air didapatkan bahwa sampai cekaman air 70% KL pertumbuhan bibit (tinggi, jumlah daun, luas daun) tidak berbeda nyata, akan tetapi pada cekaman air 65% KL pertumbuhan dan bobot keing bibil berbeda nyata Berdasarkan petumbuhan bibit dan kandungan prolin bebas, dapat dikemukakan bahwa nomor F2-8. lebih toleran terhadap cekaman air dibandingkan dengan nomor lainnya.Kata kunci: Anacardium occidentale L, cekaman air, petumbuhan, fase bibit ABSTRACT Effect of water stress on the growth offour cashew line seedlings Water shortage during the seedling growth stage cashew is one of the limiting factors. Water available, has impotance rule on the growth of cashew seedling Anacardium occidentale L., especially when cashew is cultivated in the dry climate regions. Therefore, the evaluation of some promising lines to water stress was conducted. The main goal of this study was to ind out the promising cashew lines which tolerant to water stress: especially at seedling stages. The experiment was conducted in the green house of the Research Institute for Food Crop Biotechnology, and the laboratory of Research Institute for Spice and Medicinal Crops, Bogor from Mei to Agustus 2001. Factorial expeiment with two factors and three replications was arranged in a randomized completely block design (RCBD). The irst factor consisted of four promising lines, F2-8, III 4/2, P293 and B 0-2 The second factor was six levels of water stress (50% 55%, 60% 65% 70% and 75%) ield capacity (FC). Data observation included the growth of seedling (height of seedling, number of leaves, leaf area/plant), dry weight (seedling) and content of free proline. The results of the experiment indicated that interaction between promising lines and water stress significantly affected the proline content. The highest proline content was found on number B0-2 at 50 % FC, however, it was not signiicantly different from number F2-8, while the lowest proline content was found on number III4/2 at 75 % FC. The ree proline content was also increase as water available decrease. Single factor, promising lines and water stress were significantly affected to the growth of seedling. F 2-8 and III4/2 produced better on growth and dry weight of seedling Up to70% ield capacity (FC) the growth of seeding was obviously normal and did not signiicantly different among promising lines, however, bellow 65 % (FC) growth of seedling was significantly affected by water available. Base on the growth of seedling and proline content indicated that F2-8 were more tolerance to water stress compared to others lines.Keywords: Anacardium occidentale.L water stress, growth, seedling stage
PENGEMBANGAN BUDIDAYA PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) SEBAGAI TANAMAN OBAT /The Development of Pruatjan (Pimpinella pruatjan Molk.) Cultivation as A Medicinal Crops Devi Rusmin
Perspektif Vol 16, No 2 (2017): Desember 2017
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (675.973 KB) | DOI: 10.21082/psp.v16n2.2017.80-93

Abstract

ABSTRAK Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) merupakan tanaman obat asli Indonesia yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Tanaman spesifik di dataran tinggi Dieng (ketinggian ≥2.000 m dpl) ini tergolong langka karena umumnya tidak dibudidayakan. Pengembangan tanaman di daerah yang mempunyai kondisi lingkungan yang hampir sama dengan habitat asli seperti di Gunung Putri, Cipanas (1.450 m dpl) merupakan salah satu usaha untuk mencegah tanaman dari kepunahan. Keterbatasan bahan tanaman bermutu dan penerapan teknologi budidaya yang belum optimal menjadi kendala dalam pengembangan tanaman purwoceng. Benih purwoceng yang baru dipanen pada saat masak fisiologis (7 – 8 minggu setelah antesis) mempunyai daya berkecambah sangat rendah (<20%), karena adanya dormansi afterripening. Peningkatan viabilitas potensial (daya berkecambah) dapat dilakukan dengan perendaman benih dalam larutan GA3 400 ppm selama 48 jam, pemanasan pada suhu 50˚C selama 48 jam, dan perendaman dengan KNO3 0,2% selama 24 jam. Produksi simplisia purwoceng lebih tinggi di lingkungan tumbuh asli (Dieng) dibandingkan dengan di Gunung Putri yaitu masing-masing seberat 154 kg dan 58,75 g per 10 tanaman pada umur 9 bulan setelah tanam (BST). Peningkatan produksi dan kandungan bahan aktif dapat dilakukan dengan pemberian pupuk lengkap yaitu 40 ton pupuk kandang ditambah 400 kg Urea, 200 kg SP36 dan 300 kg KCl, pupuk organik, mikoriza dan zat pengatur tumbuh. Analisis usahatani purwoceng menunjukkan bahwa dengan luasan lahan 1.000 m2 sangat fisibel dan menguntungkan. Penerapan teknologi budidaya sederhana untuk luasan 1.000 m2 menghasilkan pendapatan bersih sebesar Rp. 34.000.000.  ABSTRACT Pruatjan (Pimpinella pruatjan Molk.) is one of the indigenous medicinal crops from Indonesia. The plant which is endemic in Dieng plateau (2000 m above sea level/asl), has not been cultivated properly, hence its existence is endangered. The plant development at Gunung Putri, Cipanas (1500 m asl), which is resemble to its native habitat, is one of the efforts to prevent plant extinction.  The main constraints of pruatjan cultivation are the limited qualified plant material and improper cultivation technology. Pruatjan seeds newly harvested at physiological maturity (7- 8 weeks after anthesis) have very low germination percentage (<20%), due to the afterripening dormancy. The potential viability (germination rate) can be improved by soaking the seeds in 400 ppm GA3 solution for 48 hours, heating at 50˚C for 48 hours, and soaking in 0,2% KNO3solution for 24 hours. The yield of pruatjan at 9 months after planting (MAP) was higher in its native habitat (Dieng) (154 kg per 10 plants) than at Gunung Putri (58,75 g per 10 plants). The yield and the content of its active ingredient can be increased by applying 40 tons manure combined with400 kg Urea, 200 kg SP36, 300 kg KCl, organic fertilizers, mycorhiza and plant growth regulators. The analysis farming system of pruatjan at 1.000 m2 indicated high feasibility and profitable. The application of simple cultivation technologies at the areal of 1.000 m2gave net income Rp. 34.000.000.  
PENINGKATAN PRODUKSI DAN MUTU RIMPANG BENIH JAHE PUTIH BESAR MELALUI APLIKASI ZAT PENGATUR TUMBUH The Production and Quality Improvement of Big White Ginger Seed Rhizomes by Plant Growth Regulator Aplication Devi Rusmin; Muhammad Rahmad Suhartanto; Satriyas Ilyas; Dyah - Manohara; Eny - Widajati
Perspektif Vol 19, No 1 (2020): Juni 2020
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/psp.v19n1.2020.29-40

Abstract

Permasalahan utama dalam pengembangan tanaman jahe putih besar (JPB) adalah   terbatasnya ketersediaan rimpang benih bermutu dalam jumlah yang mencukupi, pada waktu diperlukan oleh pengguna. Permasalahan tersebut antara lain disebabkan oleh produksi dan mutu rimpang benih yang masih rendah, serta bobot rimpang benih yang cepat menyusut dan mudah bertunassaat di penyimpanan. Penulisan ini bertujuan untuk menginformasikan kepada pengguna tentang karakter pola pertumbuhan, keseimbangan hormonal dan perubahan fisiologis yang menjadi faktor perhatian utama dalam peningkatan produksi dan mutu JPB melalui aplikasi zat pengatur tumbuh (ZPT).Peningkatan produksi dan mutu dapat dicapai dengan penggunaan rimpang benih  bermutu yang diperoleh  melalui: penentuan pola pertumbuhan, pengaturan keseimbangan hormon, baik secara alami (pengaturan iklim mikro), maupun dengan pemberianZPT selama proses produksi di lapangan dan di penyimpanan. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa: (1) Pola pertumbuhan tajuk dan rimpang JPB selama pembentukan dan perkembangannya secara umum diklasifikasikan atas  tiga fase yaitu: fase lambat 1–4 bulan setelah tanam (BST), cepat (> 4–6 BST), dan pemasakan (> 6 BST).Rimpang benih JPB umur 7 BST sudah dapat digunakan sebagai bahan tanaman. (2) Perbedaan lokasi tanam dan umur panen mempengaruhi pola keseimbangan hormon endogen tanaman (rasio hormonABA/GA dan ABA/sitokinin (Zeatin) dan mutu rimpang benih JPB. Rasio ABA/sitokinin (zeatin) yang lebih tinggi pada rimpang benih umur 7 BST (5,0) dan 8 BST (4,7) dibanding rimpang benih umur 9 BST (4,2) untuk rimpang benih asal Nagrak, sehingga mampu memicu dan mempertahankan dormansi sehingga benih JPB lebih tahan disimpan.  (3) Periode dormansi benih rimpang JPB pecah setelah disimpan selama 2 bulan dan merupakan periode kritis atau periode yang tepat untuk aplikasi perlakuan penundaan pertunasan. (4) Aplikasi PBZ 400 ppm meningkatkan produksi JPB yang dinyatakan dalam bobot basah (22%) dan jumlah rimpang cabang (68%), dengan karakter rimpang: kecil, ruas pendek dan bernas, serta meningkatkan mutu dan daya simpan dibanding tanpa PBZ. (5) Aplikasi PBZ 1000 ppm, pada suhu ruang simpan 20 – 22 ºC, dapat menekan susut bobot sebesar 15% dibanding kontrol, setelah disimpan selama 4 bulan dan dapat menekan persentase rimpang bertunas sebesar 26% setelah 3 bulan disimpan.Permasalahan utama dalam pengembangan tanaman jahe putih besar (JPB) adalah   terbatasnya ketersediaan rimpang benih bermutu dalam jumlah yang mencukupi, pada waktu diperlukan oleh pengguna. Permasalahan tersebut antara lain disebabkan oleh produksi dan mutu rimpang benih yang masih rendah, serta bobot rimpang benih yang cepat menyusut dan mudah bertunassaat di penyimpanan. Penulisan ini bertujuan untuk menginformasikan kepada pengguna tentang karakter pola pertumbuhan, keseimbangan hormonal dan perubahan fisiologis yang menjadi faktor perhatian utama dalam peningkatan produksi dan mutu JPB melalui aplikasi zat pengatur tumbuh (ZPT).Peningkatan produksi dan mutu dapat dicapai dengan penggunaan rimpang benih  bermutu yang diperoleh  melalui: penentuan pola pertumbuhan, pengaturan keseimbangan hormon, baik secara alami (pengaturan iklim mikro), maupun dengan pemberianZPT selama proses produksi di lapangan dan di penyimpanan. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa: (1) Pola pertumbuhan tajuk dan rimpang JPB selama pembentukan dan perkembangannya secara umum diklasifikasikan atas  tiga fase yaitu: fase lambat 1–4 bulan setelah tanam (BST), cepat (> 4–6 BST), dan pemasakan (> 6 BST).Rimpang benih JPB umur 7 BST sudah dapat digunakan sebagai bahan tanaman. (2) Perbedaan lokasi tanam dan umur panen mempengaruhi pola keseimbangan hormon endogen tanaman (rasio hormonABA/GA dan ABA/sitokinin (Zeatin) dan mutu rimpang benih JPB. Rasio ABA/sitokinin (zeatin) yang lebih tinggi pada rimpang benih umur 7 BST (5,0) dan 8 BST (4,7) dibanding rimpang benih umur 9 BST (4,2) untuk rimpang benih asal Nagrak, sehingga mampu memicu dan mempertahankan dormansi sehingga benih JPB lebih tahan disimpan.  (3) Periode dormansi benih rimpang JPB pecah setelah disimpan selama 2 bulan dan merupakan periode kritis atau periode yang tepat untuk aplikasi perlakuan penundaan pertunasan. (4) Aplikasi PBZ 400 ppm meningkatkan produksi JPB yang dinyatakan dalam bobot basah (22%) dan jumlah rimpang cabang (68%), dengan karakter rimpang: kecil, ruas pendek dan bernas, serta meningkatkan mutu dan daya simpan dibanding tanpa PBZ. (5) Aplikasi PBZ 1000 ppm, pada suhu ruang simpan 20 – 22 ºC, dapat menekan susut bobot sebesar 15% dibanding kontrol, setelah disimpan selama 4 bulan dan dapat menekan persentase rimpang bertunas sebesar 26% setelah 3 bulan disimpan. ABSTRACT The main problems in the development of big white ginger plant (BWG) is the limited availability of quality seed rhizomes in sufficient quantities, at the time required by the user. Its caused by the production and quality of seed rhizomes are still low, and the seed rhizomes weight are rapidly shrinking and sprouting when in the storage. This Overview aims to inform users about the character of the pattern of growth, the balance of hormonal and physiological changes that are primarily focused on the production and seed quality improvement BWG through the application of plant growth regulator (PGR). Increased production and quality can be achieved by the use of quality seed rhizomes obtained through: determination of growth patterns, hormonal balance regulation, both naturally (microclimate regulation), as well as by application of growth regulators (ZPT) during the production process in the field and in storage. Some research results showed that: (1) The growth pattern of the canopy and GWB seed rhizomes during its formation and development is generally classified into three phases: slow phase 1-4 months after planting (MAP), fast (> 4-6 MAP), and maturty (> 6 BST). (2) Differences in planting location and harvest age affect the balance pattern of plant endogenous hormones (ABA / GA and ABA / cytokinin (zeatin) hormone ratios) and the BWG seed rhizomes quality. ABA / cytokinin ratios are higher in BWG seedlings aged 7 MAP (5.0) and 8 MAP (4.7) compared to 9 MAP (4.2) for seed rhizomes from Nagrak, so they are able to trigger and maintain dormancy so Its are more resistant to storage. (3) The dormancy period of BWG seed rhizomes break after stored for 2 months and this is a critical period or an appropriate period for sprouting inhibition treatment. (4) Application of PBZ 400 ppm increased production and quality of BWG seed rhizomes, namely: wet weight (22%) and number of branch rhizomes (68%) with rhizome characteristics: small, short and filled out internodes compared without PBZ. (5) Application of PBZ 1000 ppm, at a storage temperature of 20-22 ºC, can reduce weight loss by 15% compared to control, after stored for 4 months and also can reduce the sprouting percentage of rhizomes by 26% after stored for 3 months.
PENGARUH SUHU DAN MEDIA PERKECAMBAHAN TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH PURWOCENG UNTUK MENENTUKAN METODE PENGUJIAN BENIH Devi Rusmin; Faiza C Suwarno; Ireng Darwati; Satriyas Ilyas
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 25, No 1 (2014): Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v25n1.2014.45-51

Abstract

Informasi tentang metode pengujian benih purwoceng (Pimpinella pruatjan) masih terbatas, terutama kebutuhan suhu dan media perkecambahan yang tepat. Percobaan bertujuan untuk mengetahui suhu dan media perkecambahan yang tepat dalam pengujian daya berkecambah benih purwoceng. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tanaman, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor,sejak Maret sampai Mei 2009. Percobaan disusun dalam rancangan petak terbagi dengan tiga ulangan. Sebagai petak utama adalah suhu perkecambahan yang terdiri atasdua taraf (1) 18-200C (T1), dan (2) 23-250C (T2). Sebagai anak petak adalah lima jenis media (1) media kertas stensil/CD (cross-machine direction) (M1), (2) media pasir (M2), (3) media tanah (M3), (4) campuran media tanah dan kompos (1:1) (M4), dan (5) campuran media tanah, pasir dan kompos (1:1:1) (M5), sehingga diperoleh 30 kombinasi perlakuan. Hasil percobaan menunjukkan suhu perkecambahan 23-250C dengan media kertas stensil merupakan kombinasi perlakuan terbaik untuk metode pengujian viabilitas dan vigor benih purwoceng, berdasarkan nilai daya berkecambah (44%), potensi tumbuh maksimum (45,33%), indeks vigor (23,33%), dan kecepatan tumbuh (0,97% etmal-1).