Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Identifikasi Faktor Penentu dalam Peningkatan Adopsi Benih Unggul Kakao oleh Petani Dewi Listyati; Bedy Sudjarmoko; Abdul Muis Hasibuan
Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar Vol 2, No 3 (2015): Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jtidp.v2n3.2015.p123-132

Abstract

The productivity of smallholder cacao farmers is low due to the old plants and low adoption of superior seeds. The low adoption of superior seeds may be caused by multiple factors that are inter-related. This study aimed to assess factors that influenced farmers in the adoption of superior cacao seeds.  The study is important in formulating a strategy that would increase the adoption of cacao seeds by farmers. The research was conducted in two regenciess  of the cacao centre productions in Lampung Province (i.e. Pesawaran and North Lampung), from May to August 2012. The survey was conducted through a direct interview with 103 farmers in the study locations. Data on the respondences’s characteristics were analyzed descriptively.   Factors that may affect the adoption was analysed using a structural equation model (SEM). The results showed there were three most determining factors in the adoption of superior cocoa seeds, such as farmer’s preference, seed availability and external factors. Price of seeds was not an important factor in adoption of seeds. Hence, productivity, resistant to pests and diseases, productive age, fertilizer efficiency, ease of plant management, seed quality, seed vigor, availability/ease to access and dissemination method have important role to adoption process. The study implies that the strategy to increase seed adoption is providing superior cocoa seeds based on the farmers’ preference and establishing  the seed productions’s regions in the cocoa center production areas to ease of their accessibilities. In addition, the dissemination of information on the seeds superior characters should be promoted.
Preferensi Petani terhadap Adopsi Teknologi Lada Hibrida Tahan Penyakit Busuk Pangkal Batang ( BPB ) Dewi Listyati; Abdul Muis Hasibuan; Rudi T Setiyono
Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar Vol 3, No 2 (2012): Buletin Riset Tanaman Rempah Dan Aneka Tanaman Industri
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jtidp.v3n2.2012.p125-134

Abstract

Indonesia merupakan salah satu produsen utama lada dunia dan komoditas ini telah dijadikan sebagai salah satu andalan ekspor dari subsektor perkebunan. Akhir-akhir ini  produktivitas lada terus mengalami penurunan yang salah satu penyebab utamanya adalah akibat serangan penyakit busuk pangkal batang. Oleh karena itu, inovasi teknologi lada hibrida tahan penyakit busuk pangkal batang diharapkan dapat menjadi solusi dalam mengatasi masalah tersebut. Penelitian ini bertujuan menganalisis preferensi petani untuk mengadopsi lada hibrida tahan penyakit busuk pangkal batang (BPB) dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Utara pada bulan Juli-Oktober 2010. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan model persamaan struktural. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar responden sangat tertarik untuk mengadopsi lada hibrida tahan BPB karena diharapkan lebih menguntungkan dan belum ada varietas lada yang tahan terhadap serangan penyakit busuk pangkal batang. Faktor kelembagaan yang diindikasikan oleh peran kelompok tani dalam mengadvokasi anggotanya untuk mengadopsi lada hibrida tahan BPB serta bantuan pemerintah untuk mengembangkan lada hibrida tahan BPB merupakan faktor kunci yang berpengaruh signifikan terhadap peluang adopsi lada hibrida tahan BPB oleh petani. Farmer Preference of Technology Adoption of Hybrid Pepper That Resistant to Foot Rot DiseaseABSTRACT Indonesia is one of black pepper main producing countries in the world. The commodity has become the main export commodity from estate crops subsector for the country. Recently, there is however a trend of declining in its productivity, because of pest and disease attack, especially foot-rot disease. An innovation of hybrid blcak pepper that has resistant to foot-rot disease is expected to become a solution to rising productivity of the crop. This research aimed to analyze farmers’ preference to adopt hybrid black pepper that has resistant to foot-rot disease. This research was conducted at North Lampung District, form July-October 2010. The analysis used was descriptive method and structural equation model. Analysis showed that most of farmers were interested in adoption of hybrid black pepper that has highly resistant to foot-rot disease since there is no black pepper variety that has been released having resistant to the disease. Institutional factors are indicated by farmer group activities in advocating their members to adopt hybrid blcak pepper, and governmental assistances to develop it are key factors that have a significant effect in adoption of the technology for farmers.
Penguatan Kelembagaan untuk Peningkatan Posisi Tawar Petani dalam Sistem Pemasaran Kakao Dewi Listyati; Agus Wahyudi; Abdul Muis Hasibuan
Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar Vol 1, No 1 (2014): Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jtidp.v1n1.2014.p15-28

Abstract

Kelembagaan petani kakao masih sangat lemah sehingga membuat posisi tawar petani menjadi lemah menghadapi sistem pasar yang ada. Penelitian ini bertujuan menganalisis kelembagaan yang ada di sentra produksi kakao Sulawesi Tenggara serta merumuskan strategi penguatan kelembagaan untuk meningkatkan posisi tawar petani dalam sistem pemasaran kakao. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Oktober 2012 di Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara dengan metode survey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat empat model kelembagaan, yaitu model Gapoktan Harapan Jaya (GHJ), Gapoktan Kakao Bina Karya (GKBK), Gapoktan Kakao Maju Makmur (GKMM), dan tanpa gapoktan (TGKT). Dari empat model tersebut, model GHJ telah berkembang menjadi koperasi dan lebih baik dari yang lainnya dalam menjalankan fungsinya, yaitu dalam pemilihan pengurus, pemberian reward and punishment, penyedia sarana produksi dan pembiayaan, serta pengolahan hasil dan pemasaran. Model ini berperan mengadvokasi petani agar melakukan proses fermentasi biji kakao melalui rangsangan selisih harga. Untuk lebih menguatkan posisi tawar petani, dikembangkan konsep Model Kelembagaan Kakao yang merupakan kemitraan antara organisasi petani dengan industri pengolahan serta beberapa elemen terkait lainnya, yaitu petani/kelompok tani/gapoktan/asosiasi petani, industri pengolahan kakao, lembaga pembiayaan, lembaga penyuluhan, pemerintah, perguruan tinggi/lembaga litbang dan instansi terkait. Dalam model ini, asosiasi petani memegang peran penting sebagai lembaga pemasaran bersama yang berada di tingkat Kabupaten untuk memperkuat posisi tawar petani terhadap industri pengolahan/eksportir.Kata Kunci: Model kelembagaan, petani kakao, harga, industri, pengolahan kakaoInstitutional cocoa farmers is still very weak that cause low bargaining position of farmers in existing market system. The objectives of this study were to analyze the existing institutional in Southeast Sulawesi as cocoa production centers and to formulate the institutional model in improving bargaining position of farmers in the cocoa marketing system. The survey conducted in June-October 2012 at Kolaka, Southeast Sulawesi Province. The results showed that there were four models of farmer’s institution, namely Gapoktan Harapan Jaya (GHJ), Gapoktan Kakao Bina Karya (GKBK), Gapoktan Kakao Maju Makmur (GKMM) and no farmers group. Of the four models, GHJ models are better than the others in carrying out its functions such asin the election of the board, giving reward and punishment, providing of agricultural inputs, financing, processing and marketing. This model had developed into a cooperative. In addition, this model also plays a role in advocating farmers to make the process of fermentation of cocoa beans, so that the price can be slightly higher than non-fermented, the price difference considered as the advantages for farmers. To strengthening the bargaining position of farmers, the concept of institutional models of cocoa which is a partnership between farmers and the processing industry organizations as well as several other institutions have been developed. At this model, farmers association has important roles to strengthen farmer’s bargaining to the industrial/exporter.
Factors Affecting The Willingness to Pay of Farmers on Control Technology of Mosquito Bugs and Blister Blight in Tea Bedy Sudjarmoko; Abdul Muis Hasibuan; Dewi Listyati; Samsudin Samsudin
Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar Vol 2, No 1 (2015): Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jtidp.v2n1.2015.p21-28

Abstract

Analisis Pendapatan Petani Karet pada Sistem Peremajaan Bertahap Dewi Listyati; Yulius Ferry
Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar Vol 1, No 3 (2014): Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jtidp.v1n3.2014.p157-166

Abstract

peremajaan di perkebunan rakyat adalah terbatasnya modal petani dan kekhawatiran petani kehilangan pendapatan selama peremajaan. Penelitian bertujuan mendapatkan sistem peremajaan yang lebih murah dan efisien, serta menjamin kesinambungan pendapatan petani. Penelitian dilaksanakan Januari 2012 – Juni 2014 di Kecamatan Way Tuba, Kabupaten Way Kanan, Lampung. Penelitian dirancang menggunakan 8 sistem peremajaan, yaitu (1) 30%-30%-40% + jagung, (2) 30%-30%-40% + kacang tanah, (3) 50%-50% + jagung, (4) 50%-50% + kacang tanah, (5) 70%-30% + jagung, (6) 70%-30% + kacang tanah, (7) 100% + jagung, (8) 100% + kacang tanah. Data yang dikumpulkan meliputi penerimaan dari hasil penjualan lump tanaman karet tua, penjualan kayu tanaman karet yang ditebang, penjualan produksi tanaman sela selama dua kali musim tanam/tahun, biaya usaha tani dan pendapatan petani. Hasil penelitian menunjukkan model peremajaan tebang 100% memberikan pendapatan yang terbesar pada umur karet TBM, namun memerlukan biaya tunai yang juga lebih besar. Jumlah pendapatan atas biaya tunai selama 3 tahun dari model peremajaan 100% antara Rp46.412.000,00 (R/C=3,83)–Rp55.080.000,00 (R/C=3,83). Berdasarkan nilai R/C yang diperoleh maka alternatif model peremajaan dipilih model peremajaan 70%-30% atau 50%-50%. Jumlah pendapatan biaya tunai yang diperoleh dari model peremajaan 70%-30% sebesar Rp45.035.000,00 (R/C=4,88)–Rp52.144.000,00 (R/C=4,87), sedangkan model peremajaan 50%-50%, sebesar Rp44.213.000,00 (R/C=5,07)–Rp50.944.000,00 (R/C=4,90). Pada peremajaan karet rakyat, peran tenaga kerja dalam keluarga sangat penting, selain mempercepat pekerjaan juga lebih hemat.
Peran Organisasi Petani dalam Mengoptimalkan Kinerja Rantai Pasok dan Pembentukan Nilai Tambah Kakao: Studi Kasus di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara Abdul Muis Hasibuan; Agus Wahyudi; Dewi Listyati; Asif Aunillah; Ermiati Ermiati; Maman Herman
Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar Vol 2, No 1 (2015): Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jtidp.v2n1.2015.p1-12

Abstract

Cultivation of cocoa in Indonesia is dominated by small farmers who have not been well organized, so they usually marginalized in the cocoa agribusiness systems. This study aimed to analyze the role of farmer organizations in an effort to optimize the performance of the cocoa supply chain and value addition in cocoa value chain system. The research was conducted in Kolaka, Southeast Sulawesi from February to October 2012. The collected data is primary and secondary data by conducting in-depth interviews to farmers/farmer groups, traders and exporters/industry. All of the data and information were analyzed by supply chain approach and added value. The results showed that the condition of farmers' organizations in Kolaka very diverse and can be grouped into four models according to the activity and its role in the supply chain and value addition of cocoa beans. Farmer organizations led by Model A was able to give farmers a better share than others, i.e. 99.43% for fermented cocoa bean and 96.92% for unfermented. Similarly, added value for farmers were IDR509.00/kg for fermented cocoa beans and IDR1,019.00/kg for unfermented. Therefore, farmers' organizations need to be directed to be more efficient on cocoa beans distribution and marketing that create a well performance of supply chain system and provide added value to the farmer.
Analisis Penyusunan Prioritas Kegiatan dalam Mendukung Diberlakukannya Kewajiban Fermentasi Biji Kakao Bedy Sudjarmoko; Dewi Listyati; Abdul Muis Hasibuan
Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar Vol 4, No 3 (2017): Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jtidp.v4n3.2017.p153-162

Abstract

Kakao merupakan komoditas perkebunan yang berperan penting dalam perekonomian nasional. Namun, kakao Indonesia masih dihadapkan pada masalah di bidang produksi, pengolahan, dan pemasaran. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 67/Permentan/OT.140/5/2014 untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah biji kakao Indonesia, mendukung pengembangan industri berbahan baku kakao dalam negeri, memberikan perlindungan pada konsumen dari peredaran biji kakao yang tidak memenuhi persyaratan mutu, meningkatkan pendapatan petani kakao, dan mempermudah penelusuran kembali kemungkinan terjadinya penyimpangan produksi dan peredaran. Tujuan penelitian adalah menyusun rekomendasi prioritas kegiatan yang harus dilakukan untuk mendukung Permentan Nomor 67/Permentan/OT.140/5/2014. Penelitian dilaksanakan di Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Yogyakarta, dan DKI Jakarta, mulai bulan Januari sampai Desember 2016. Penelitian dilakukan dengan metode survei dan data diolah dengan analisis hierarki proses (AHP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa prioritas kegiatan yang harus dicapai untuk mendukung Permentan Nomor 67/Permentan/OT.140/5/2014 adalah: (1) memberlakukan kebijakan nasional tentang pengolahan biji kakao fermentasi yang dimplementasikan secara tegas, konsisten, dan kontinu; (2) melaksanakan diversifikasi produk sekunder kakao yang mampu dilakukan petani  dengan biaya murah, mudah, dan didukung teknologi tepat guna; (3) melakukan kampanye untuk meningkatkan kesadaran nasional akan pentingnya ketahanan energi yang dikakukan secara kontinu, masif, dan intensif; (4) memacu investor/pengusaha industri hilir kakao berskala besar dan usaha berskala kecil sampai menengah di pedesaan untuk secara konsisten menjalankan industri pengolahan kakao; (5) melaksanakan intensifikasi, rehabilitasi, dan peremajaan  tanaman kakao agar produksi mencukupi kebutuhan baku industri kakao domestik.
Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Usahatani Pala ( Studi Kasus: Kabupaten Bogor dan Sukabumi ) Abdul Muis Hasibuan; Bedy Sudjarmoko; Dewi Listyati
Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar Vol 3, No 3 (2012): Buletin Riset Tanaman Rempah Dan Aneka Tanaman Industri
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jtidp.v3n3.2012.p223-230

Abstract

Indonesia merupakan produsen dan eksportir pala terbesar dunia. Adanya persaingan yang semakin tinggi di pasar internasional akibat penerapan perdagangan bebas mengharuskan pala sebagai salah satu komoditas ekspor memiliki kemampuan bersaing. Penelitian ini bertujuan mengetahui keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani pala Indonesia khususnya di Kabupaten Bogor dan Sukabumi sebagai salah satu sentra pala. Metode analisis yang digunakan adalah analisis kelayakan finansial dan ekonomi serta Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil analisis menunjukkan bahwa usahatani pala di Kabupaten Bogor dan Sukabumi memiliki kelayakan untuk diusahakan serta memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif termasuk jika terjadi peningkatan harga input dan penurunan harga output sebesar 10%. Namun usahatani pala di Kabupaten Bogor memiliki tingkat kelayakan, keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif yang lebih baik dibanding dengan Sukabumi. Intervensi pemerintah terhadap pasar input dan output belum memberikan keuntungan bagi petani.  Comparative And Competitive Advantage Analysis of Nutmeg Farming System (Case Study: Bogor And Sukabumi District)ABSTRACT Indonesia is the largest producer and exporter of nutmeg in the world. The higher competition in the international market due to the implementation of free trade agreement requires nutmeg as one export commodity has the ability to compete. This study aims to determine the comparative and competitive advantages of nutmeg farming system in Indonesia, especially in Bogor and Sukabumi District as one of the centers of nutmeg. The method of analysis used is the Policy Analysis Matrix (PAM). The analysis shows that farming nutmeg in Bogor and Sukabumi viable to cultivate and has comparative and competitive advantages, including in increasing of input prices and decreasing of output prices by 10 percent. However, nutmeg farming in Bogor has a high feasibility, comparative advantage and competitive advantage better than Sukabumi. Government intervention in input and output markets has not provided benefits to farmers.
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Benih Unggul Kopi di Lampung Dewi Listyati; Bedy Sudjarmoko; Abdul Muis Hasibuan
Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar Vol 4, No 2 (2013): Buletin Riset Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jtidp.v4n2.2013.p165-174

Abstract

Pengembangan kopi (Coffea sp.) di Indonesia sebagian besar merupakan perkebunan rakyat. Produktivitasnya masih rendah karena umumnya tidak menggunakan benih unggul, sedangkan benih unggul memiliki peranan penting dalam mencapai keberhasilan usahatani kopi. Penelitian bertujuan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertimbangan petani dalam mengadopsi benih unggul kopi. Penelitian dilakukan secara survey di Provinsi Lampung pada bulan September-Oktober 2012. Analisis data dilakukan secara deskriptif serta menggunakan Structural Equation Model (SEM). Hasil analisis menunjukkan bahwa adopsi benih unggul kopi oleh petani dipengaruhi secara langsung oleh persepsi petani terhadap benih dan ketersediaan benih unggul. Kedua variabel ini memberikan pengaruh yang positif terhadap adopsi benih unggul kopi. Beberapa indikator yang merefleksikan persepsi petani terhadap benih unggul kopi, yaitu produktivitas, ketahanan terhadap hama dan penyakit, umur panen, umur produktif, efisiensi penggunaan pupuk, kemudahan dalam pemeliharaan, dan kualitas benih. Sedangkan faktor eksternal dan karakteristik petani memberikan pengaruh tidak langsung terhadap adopsi teknologi melalui persepsi terhadap benih dan ketersediaan benih.Kata Kunci: Coffea sp., adopsi, benih unggul, persepsiCoffee (Coffea sp.) development in Indonesia are mostly in smallholders plantation. Their productivity are still low due to generally not using the superior seeds, while superior seeds have an important role in achieving the success of coffee farming. The objective of this research was to determine the factors that affected farmers to adopt coffee superior seeds. This research was conducted in survey methods in Lampung Province from September to October 2012. Data were analyzed using descriptive and Structural Equation Model (SEM). Results showed that the adoption of superior seeds by farmers were affected directly by perception on seeds and availability of superior seeds. Both of these variables have a positive effect to increase adoption. Several indicators that reflect the farmers percepetion on coffee superior seeds were productivity, resistance to pests and diseases, harvesting age, productive age, fertilizer use efficiency, ease of cultivation, and seeds quality. The external factor and farmer characteristics are affect indirectly on adoption through perception and availability of seeds.