Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SERTA PENDAPATAN PETANI PADA MODEL PEREMAJAAN KELAPA SAWIT SECARA BERTAHAP MUHAMMAD SYAKIR; MAMAN HERMAN; DIBYO PRANOWO; YULIUS FERRY
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 21, No 2 (2015): Juni 2015
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jlittri.v21n2.2015.69-76

Abstract

ABSTRAKLuas kelapa sawit rakyat yang perlu diremajakan saat ini mencapai 1,26 juta ha atau 35% dari luas total nasional. Namun peremajaannya terkendala   karena   biaya   sangat   mahal.   Tujuan   penelitian   adalah mendapatkan model peremajaan kelapa sawit rakyat yang efisien dan ekonomis. Penelitian dilaksanakan pada Januari 2010-Desember 2012 di Kabupaten   Rokan   Hilir,   Provinsi   Riau.   Rancangan   percobaan menggunakan Petak Terbagi dengan tiga ulangan. Petak utama adalah tiga model peremajaan, yaitu 20-20-60; 40-40-20, dan 60-40. Anak petak adalah dua jenis tanaman sela (jagung dan kedelai). Model peremajaan 20-20-60, yaitu penebangan dan peremajaan 20% dari jumlah pohon sawit tua pada tahun pertama, 20% pada tahun kedua, dan 60% pada tahun ketiga. Dilakukan pendekatan yang sama untuk kedua model lainnya. Setiap plot percobaan  terdiri  dari 25  pohon  sawit  muda  dan 25  tua.  Variabel pengamatan untuk tanaman sawit muda adalah tinggi tanaman, jumlah daun, lingkar pangkal batang, indeks luas daun, dan persentase tanaman berbunga;  tanaman  sawit  tua  adalah  produksi  tandan  buah  sawit; sedangkan  tanaman  sela  adalah  produksi  jagung  dan  kedelai.  Hasil penelitian menunjukkan pola peremajaan model 20-20-60 paling efisien karena penebangan sawit tua hanya mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanaman sawit muda pada tahun I dan II, namun tidak mempengaruhi persentase berbunga tanaman sawit muda. Secara ekonomis, model 20-20-60 dengan tanaman sela jagung paling menguntungkan karena selama tiga tahun pengujian, nilai NPV mencapai Rp. 34.580.627; B/C 1,43; dan R/C 2,43. Oleh karena itu, model 20-20-60 dapat diajukan untuk peremajaan kelapa sawit rakyat.Kata kunci:  Elaeis  gueneensis,  model  peremajaan,  tebang  bertahap, pertumbuhan, usahatani Growth and Crop Production as well as The Farmer’s Income in Stepwise Replanting PatternABSTRACTThe total area of small holders’ oil palms in Indonesia that must be replanted is 1.26 billion hectares or 35% of the national total area. Replanting of the oil palms is highly cost. The objective of study was to get a replanting pattern that is cheaper and more efficient.  The research was conducted for three years from 2010 to 2012 in Rokan Hilir, Riau Province. The research used a split plot design with, three replications. The main plots were three replanting patterns: 20-20-60; 40-40-20; and 60-40, the subplots were the intercrops plants: maize and soybean. The replanting pattern 20-20-60 was done by cutting then replanting of oil palms in three consecutive years, 20% of the population in the 1st year, 20% in 2nd year, and 60% in 3rd year. The similar approaches were applied to others. The variables observed of the young oil palms were plant height, number of leaves, girth, leaf area index, and percentage of flowering; intercropping plants were yield productions of maize and soybean. The results showed that the most efficient replanting pattern was 20-20-60, because it only affected to vegetative growth of young oil palms in the first and second years, but not the inflorescences. This pattern is economically the best since income from three consecutive years of replanting were positive; the NVP value was Rp. 34,580,627; B/C was 1.43; and R/C was 2.43. Based on these results, the replanting pattern 20-20-60 can be recommended for small holder oil palms.Keywords:Elaeis  guineensis,  replanting  pattern,  gradually  cutting,growth, farming
Keefektifan Pembenah Tanah, Pemupukan, dan Mikoriza untuk Pertumbuhan Tanaman Karet di Lahan Bekas Tambang Timah Rusli Rusli; Yulius Ferry; Bariot Hafif; Edi Wardiana
Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar Vol 3, No 3 (2016): Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jtidp.v3n3.2016.p175-184

Abstract

The use of post tin mining land for agricultural purpose is constrained by the coarse soil texture (sand), low C-organic, acid pH and low nutrient content which can be rehabilitated with soil ameliorant treatment. The research objective was to determine the best soil management of post tin mining land through the use of soil ameliorant, fertilizer, and mycorrhiza application for rubber plant growth. The research was conducted in Mandor District, Landak Regency, West Kalimantan, from 2014 until 2015. The experiment design was a split plots with 3 replications. The main plot was the use of ameliorant i.e M1 (16 kg of compost + 24 kg of quartz tailings), M2 (16 kg of clay soil + 24 kg of quartz tailings),  M3 (8 kg of compost + 8 kg of clay soil + 24 kg of quartz tailings), and control (without soil ameliorant). Subplot was fertilizer dosage i.e D1 (100% of the recommended doses), D2 (100% of the recommended doses + 100 g of mycorrhiza), D3 (125% of the recommended doses), D4 (125% of the recommended doses + 100 g of mycorrhiza). The study was conducted at altitude of  50 m asl, type A climate, annual rainfall at 2.600 mm, sandy soil (82.2%) with very low N (0.09%), very low K (0.08 cmol (+)/kg), and low P (9.24 ppm). Variables observed were the rubber plant growth (plant height, stem diameter, and number of leaves). Result showed that optimizing the rubber growth at post tin mining land needs soil ameliorants application such as compost and clay. Meanwhile, the optimal dose of fertilizer is 125% of the recommended dose plus 100 g of mycorrhiza.
Keefektifan Biofungisida Trichoderma sp. dengan Tiga Jenis Bahan Pembawa terhadap Jamur Akar Putih Rigidoporus microporus Widi Amaria; Funny Soesanthy; Yulius Ferry
Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar Vol 3, No 1 (2016): Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jtidp.v3n1.2016.p37-44

Abstract

Keefektifan Trichoderma sp. dalam mengendalikan penyakit jamur akar putih (JAP) dipengaruhi oleh faktor lingkungan, oleh karena itu lebih baik dibuat dalam bentuk biofungisida. Biofungisida Trichoderma sp. dengan bahan pembawa yang sesuai diharapkan mampu menekan infeksi patogen R. microporus di pembibitan. Tujuan penelitian adalah mengetahui keefektifan biofungisida Trichoderma sp. dengan tiga jenis bahan pembawa terhadap penyakit JAP pada bibit karet. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah Kasa Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar, Sukabumi, mulai bulan Juli sampai Desember 2013. Percobaan menggunakan rancangan faktorial dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah 4 jenis Trichoderma, yaitu Trichoderma virens, T. hamatum, T. amazonicum, dan T. atroviride, dan faktor kedua adalah 3 jenis bahan pembawa, yaitu molase, kompos, dan talk. Biofungisida dibuat dari masing-masing jenis Trichoderma dengan masing-masing jenis pembawa sehingga terbentuk 12 biofungisida. Populasi spora Trichoderma sp. dalam biofungisida adalah 108 spora/ml dan jumlah yang diaplikasikan sebanyak 100 ml atau gram per tanaman. Bibit tanaman karet yang digunakan adalah klon AVROS 2037 hasil okulasi berumur 3 bulan dalam polybag. Peubah pengamatan meliputi masa inkubasi, intensitas dan penekanan serangan JAP, serta populasi Trichoderma sp. dalam tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara jenis Trichoderma dengan jenis bahan pembawa. Keempat jenis Trichoderma yang diuji memiliki keefektifan yang sama dalam menekan penyakit JAP pada bibit karet. Bahan pembawa talk, kompos, dan molase dapat meningkatkan kemampuan pertumbuhan Trichoderma sp., tetapi bahan pembawa talk mempunyai kemampuan paling tinggi dalam menekan penyakit JAP.
Seleksi Mikrob Filoplan dan Endofit sebagai Agens Hayati Penyakit Gugur Daun Karet (Corynespora cassiicola) Khaerati Khaerati; Yulius Ferry; Rusli Rusli
Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar Vol 5, No 3 (2018): Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jtidp.v5n3.2018.p113-122

Abstract

Leaf fall disease in rubber caused by Corynespora cassiicola fungi significantly decreases rubber productivity. C. cassiicola causes leaves to fall all year round,  a delay in the tapping of immature rubber  plants, yield decrease of producing plants, and even death of susceptible clones.  The study aimed to obtain phylloplane and endophytic microbes potentially to inhibit the disease, was conducted from January to December 2016. The study used randomized complete design to assess antagonistic fungi and phylloplane and endophytic bacterias toward C. cassiicola in isolates obtained through exploration in West Java and West Kalimantan. Pathogen isolation showed Corynespora sp with pale brown color, single conidia which slightly bended, shaped like a stick that is swollen at the base, with 2–14 septa.  Inhibitory analysis found 42 fungi isolates and 19 bacteria isolates potentially inhibiting C. cassiicola. Six fungi isolates have an inhibitory ability of ≥90%, consisting of two phylloplane fungi isolates (DTJF11 and CPSR7) and four endophytic fungi (CEBPM15, CEBPM23, CEBPM27, and CEPR9) with lysis, mycoparasitism, competition, and antibiosis inhibitory mechanism. The identification showed fungi isolate of DTJF11 is classified as  Trichoderma asperellum, CPSR7 as Talaromyces pinophilus, and CEBPM15 as Amanita tenuifolia.  Potential bacterial isolates as biological agents are BP7, L3, BP3, BP4, BP5 and BP6 isolates, which have inhibitory power of 28.54%–40.94%, with antibiosis inhibition mechanism.
Perubahan Cadangan Karbon pada Peremajaan Karet Rakyat Handi Supriadi; Yulius Ferry
Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar Vol 1, No 3 (2014): Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jtidp.v1n3.2014.p133-140

Abstract

Rejuvenation of rubber tree (Hevea brasiliensis) can lead to a reduction of carbon stocks. Therefore, appropriate methods are needed to minimize such losses. The objective of this study was to analyze the changes on carbon stocks in the rejuvenation of rubber with logging system of 30%, 50%, 70%, and 100% and intercrops between the young rubber plantation (maize and peanuts). The research was conducted from January to December 2013 at smallholder rubber plantation in Way Tuba District, Way Kanan Regency, Lampung when the trees were 25 years old. The design used was a randomized block design with three replications. The tested treatments were logging of old rubber plants at 30%, 50%, 70%, and 100%, which then followed by planting of young rubber plants and intercropped (maize and peanut). The variables measured were: (1) fresh weight and dry weight (biomass); (2) fixed carbon content; and (3) carbon stocks on rubber plantation, maize, peanuts, and young rubber plants. The results showed that rubber logging at about 30%–100% could reduce carbon stocks by 7.4–24.29 ton C/ha. However, planting of young rubber plants as well as intercropped (maize and peanut) may contributed to the carbon enrichment up to 0.98-3.28 ton C/ha. Hence, the loss of carbon due to logging system turn out to be 6.29–22.92 ton C/ha.
Pengaruh Jarak Tanam dan Jenis Tanaman Sela terhadap Pertumbuhan Lada Perdu Serta Hasil Tanaman Sela Yulius Ferry; Edi Wardiana
Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar Vol 3, No 2 (2012): Buletin Riset Tanaman Rempah Dan Aneka Tanaman Industri
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jtidp.v3n2.2012.p151-156

Abstract

Penanaman tanaman sela di antara tanaman lada perdu merupakan salah satu strategi dalam upaya mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya pertanian dan sekaligus dapat meningkatkan pendapatan usahatani. Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan (KP) Cahaya Negeri, Lampung Utara, mulai tahun 2010 sampai 2011. Tujuannya adalah memperoleh kombinasi jarak tanam lada perdu dengan jenis tanaman sela yang sesuai untuk mendukung pertumbuhan tanaman lada sebagai tanaman pokok serta meningkatkan hasil dan pendapataan tanaman sela. Rancangan yang digunakan adalah acak kelompok pola faktorial dua faktor dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah jarak tanam lada (J) yang terdiri dari 4 taraf : (J1) 1 x 3 meter, (J2) 1 x 4 meter (J3) 2 x 3 meter, dan (J4) 2 x 4 meter. Faktor kedua adalah jenis tanaman sela (S) yang terdiri dari : (S1) tanaman kacang tanah, dan (S2) tanaman sela kacang hijau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) jarak tanam lada perdu 1 x 3 m cukup sesuai untuk ditanami tanaman sela kacang tanah maupun kacang hijau karena dengan jarak tanam tersebut dapat mendukung bagi pertumbuhan vegetatif dan generatif lada serta dapat memaksimalkan hasil dan pendapatan tanaman sela, dan (2) penanaman tanaman sela kacang tanah dan kacang hijau di antara lada perdu sebaiknya dilakukan secara rotasi, kacang tanah ditanam pada fase vegetatif, sedangkan kacang hijau ditanam pada fase generatif tanaman lada.  Effect of Plant Spacing and Intercrops on The Growth of Pepper and Yield of IntercropsABSTRACT Growing of intercrops planted among of bushy pepper cultivation is one of strategies in optimizing agricultural resources utilization and increasing farmers’ income. The experiment was conducted at Cahaya Negeri Experimental Station, from 2010 until 2011. The experiment was aimed to investigate the compatibility of bushy pepper growing and the kind of intercrops to support the growth and increase in yield of the crop and additional income from the intercrops. The factorial design based randomized complete block with three replication was used in this study. The first factor was bushy pepper spacing (J) consisted of four levels : (J1) 1 m x 3 m, (J2) 1 m x 4 m, (J3) 2 m x 3 m, and (J4) 2 m x 4 m. The second factor was the kind of intercrops (S) consisted of two levels : (S1) Peanut and (S2) Mungbean. Result showed that : (1) The 1 m x 3 m of bushy pepper spacing is quite suitable for growing peanut or mungbean as intercrops based on vegetative and generative growth measures of bushy pepper and maximize in yields and additional income from the intercrops, and (2) peanut and mungbean were suggested to be intercrops in bushy pepper growing in rotation of cropping system, whereas peanut and mungbean should be planted within the vegetative and generative phases of bushy pepper, respectively.
PENENTUAN DOSIS PUPUK LADA PERDU BERDASARKAN POPULASI Yulius Ferry
Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar Vol 3, No 3 (2012): Buletin Riset Tanaman Rempah Dan Aneka Tanaman Industri
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jtidp.v3n3.2012.p257-262

Abstract

Pemupukan pada tanaman lada perdu sering menggunakan dosis per individu yang sama dengan populasi tanaman/ha yang berbeda. Pemupukan seharusnya akan berbeda pada batas tertentu dari populasi tanaman, akibat persaingan dalam memanfaatkan sumber daya alam. Untuk mengetahui dosis pupuk yang tepat pada beberapa populasi lada perdu telah dilakukan penelitian mulai tahun 2010 sampai 2011 di KP Cahaya Negeri Lampung Utara. Penelitian disusun dalam rancangan petak terbagi, 12 perlakuan dan 3 ulangan. Petak pertama adalah perlakuan populasi tanaman lada/hektar yaitu 3.300, 2.500, 1.660 dan 1.250 tanaman/ha, dan anak petak adalah dosis pupuk lada perdu yaitu 300, 240, dan 180 g/tanaman/tahun NPKMg. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada populasi tanaman lada perdu 2.500-3.300 tanaman/ha dosis pupuk yang tepat adalah 180 g/tanaman/tahun pada fase pertumbuhan vegetatif dan 240 g/tanaman/tahun pada fase generatif. Pada populasi 1.250–1.660 tanaman/ha dosis pupuk yang tepat adalah 240 g/tanaman/tahun pada fase pertumbuhan vegetatif dan 300 g/tanaman/tahun pada fase generatif.DETERMINATION OF FERTILIZER DOSE OF BUSHY PEPPER BASED ON POPULATIONABSTRACTIt is often the use of individual plant basis is preferred rather than plant population in determination of fertilizer need for crop growing. In fact, there might some extent be difference under certain circumstances. Factors like type of plants, density, canopy structure and distribution of feeder roots of plants concerned may affect the affectivity and efficiency fertilizer application. To determine the appropriate dose of fertilization on bushy pepper, a research was established at Cahaya Negeri Research Station, North Lampung from 2010 to 2011. A split plot design with 12 treatments and 3 replications was used. The treatments tested were the bushy pepper population per hectare, namely: 1) 3.300 plants/ha, J2) 2.500 plants/ha, J3) 1.660 plants/ha, and J4) 1.250 plants/ha; and doses of fertilization: P1) 300 g/plant/year NPKMg; P2) 240 g/plant/year and NPKMg: P3) 180 g/plant/year NPKMg. The results showed that on population of bushy pepper 2.500-3.300 plants/ha, appropriate rates of fertilizer application were 180 and 240 g/plant/year, for vegetative and generative growth phases, respectively. While for plant population of 1.250-1.660 plants/ha, adequate fertilization were 240 and 300 g /plant/year, for vegetative and generative growth phases, respectively.
Analisis Pendapatan Petani Karet pada Sistem Peremajaan Bertahap Dewi Listyati; Yulius Ferry
Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar Vol 1, No 3 (2014): Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jtidp.v1n3.2014.p157-166

Abstract

peremajaan di perkebunan rakyat adalah terbatasnya modal petani dan kekhawatiran petani kehilangan pendapatan selama peremajaan. Penelitian bertujuan mendapatkan sistem peremajaan yang lebih murah dan efisien, serta menjamin kesinambungan pendapatan petani. Penelitian dilaksanakan Januari 2012 – Juni 2014 di Kecamatan Way Tuba, Kabupaten Way Kanan, Lampung. Penelitian dirancang menggunakan 8 sistem peremajaan, yaitu (1) 30%-30%-40% + jagung, (2) 30%-30%-40% + kacang tanah, (3) 50%-50% + jagung, (4) 50%-50% + kacang tanah, (5) 70%-30% + jagung, (6) 70%-30% + kacang tanah, (7) 100% + jagung, (8) 100% + kacang tanah. Data yang dikumpulkan meliputi penerimaan dari hasil penjualan lump tanaman karet tua, penjualan kayu tanaman karet yang ditebang, penjualan produksi tanaman sela selama dua kali musim tanam/tahun, biaya usaha tani dan pendapatan petani. Hasil penelitian menunjukkan model peremajaan tebang 100% memberikan pendapatan yang terbesar pada umur karet TBM, namun memerlukan biaya tunai yang juga lebih besar. Jumlah pendapatan atas biaya tunai selama 3 tahun dari model peremajaan 100% antara Rp46.412.000,00 (R/C=3,83)–Rp55.080.000,00 (R/C=3,83). Berdasarkan nilai R/C yang diperoleh maka alternatif model peremajaan dipilih model peremajaan 70%-30% atau 50%-50%. Jumlah pendapatan biaya tunai yang diperoleh dari model peremajaan 70%-30% sebesar Rp45.035.000,00 (R/C=4,88)–Rp52.144.000,00 (R/C=4,87), sedangkan model peremajaan 50%-50%, sebesar Rp44.213.000,00 (R/C=5,07)–Rp50.944.000,00 (R/C=4,90). Pada peremajaan karet rakyat, peran tenaga kerja dalam keluarga sangat penting, selain mempercepat pekerjaan juga lebih hemat.
Pengujian Klon Batang Atas dan Dosis Pupuk NPK Pada Sambung Samping Kakao Rakyat Bambang Eka Tjahjana; Yulius Ferry
Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar Vol 3, No 2 (2016): Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jtidp.v3n2.2016.p109-116

Abstract

Produktivitas kakao di Indonesia masih rendah, antara lain disebabkan umur tanaman yang sudah tua. Program peremajaan kakao memerlukan biaya mahal dan waktu yang lama sehingga perlu alternatif yang lebih murah dan cepat, yaitu program rehabilitasi dengan cara sambung samping menggunakan batang atas dari klon unggul. Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh sepuluh klon kakao sebagai batang atas dan dosis pupuk terhadap sambung samping pertanaman kakao rakyat. Penelitian dilaksanakan pada kebun rakyat di Kabupaten Way Kanan, Lampung Utara, mulai tahun 2012 sampai 2013. Penelitian menggunakan rancangan petak terpisah dengan tiga ulangan; petak utamanya adalah 10 klon unggul kakao sebagai batang atas, yaitu K1 = PA150, K2 = Sca12, K3 = TSH 908, K4 = ICS60, K5 = TSH 858, K6 = IMC67, K7 = Sulawesi 02, K8 = Jumbo, K9 = Sulawesi 01, dan K10 = ICCRI 04. Sebagai anak petak adalah dosis pupuk NPK, yaitu P0 = tanpa pupuk, P1 = 300 g NPK, P2 = 600 g NPK, dan P3 = 300 g NPK + 100 g mikoriza. Setiap unit percobaan terdiri dari 6 tanaman. Peubah yang diamati meliputi tingkat keberhasilan penyambungan serta pertumbuhan panjang tunas dan diameter batang tunas. Hasil penelitian menunjukkan tingkat keberhasilan dan pertumbuhan tunas hasil sambung samping yang terbaik untuk kakao rakyat di Kabupaten Way Kanan, Lampung Utara, adalah dengan menggunakan batang atas klon TSH 908 dan TSH 858. Pupuk NPK yang optimal untuk sambung samping tersebut adalah 600 g/pohon/tahun dan 300 g/pohon/tahun ditambah 100 g mikoriza/pohon.
PENGARUH TANAMAN SELA TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN KARET MUDA PADA SISTEM PENEBANGAN BERTAHAP Yulius Ferry; Dibyo Pranowo; Rusli Rusli
Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar Vol 4, No 3 (2013): Buletin Riset Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jtidp.v4n3.2013.p225-230

Abstract

The gradual rejuvenation in rubber plantation (Hevea brasiliensis) is one alternative of rejuvenation model that able to be carried out by farmers. Hypotetically, the difference in logging percentage can effect on the growth of young rubber plant and intercrops. The objectives of this research was to investigate the effect of intercrops (corn and peanuts) on the growth of young rubber plant in gradual logging system. The research has been carried out in smallholders rubber plantation in Way Kanan, North Lampung, from January to December 2012. The study was designed by split plot design with 3 replications. The main plot are the logging percentage, (P1) 30%, (P2) 50%, (P3) 70%, and (P4) 100%, and the subplot are the kind of intercrops: corn and peanuts. The results showed that corn as intercrop in logging percentage of 30%, 50%, and 70% did not effect on the stem diameter of young rubber, but if peanut as intercrops can inhibit the growth of stem diameter of young rubber. The logging percentage of 70% did not effect on the growth and yield of corn and peanut as intercrops.