Emilda Yofita
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

AKIBAT HUKUM PENGUASAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA OLEH PEMERINTAH PUSAT TERHADAP HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2020 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA Emilda Yofita
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2021
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Emilda Yofita, Indah Dwi Qurbani, Dhia Al Uyun Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169, Malang e-mail: emildayofita2@gmail.com   ABSTRAK Materi muatan dalam UU No 3 Tahun 2020 mengatur penyelenggaraan penguasaan pertambangan mineral dan batubara hanya dijalankan oleh pemerintah pusat, dan dalam undang-undang ini menghapus kewenangan yang dimiliki pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten/kota yang sebelumnya diatur pada UU No 4 Tahun 2009. Dalam UU No 3 Tahun 2020 banyak meniadakan kewenangan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pertambangan minerba sehingga mengesampingkan asas desentralisasi dimana seluruh kewenangan berupa pembentukan kebijakan, tindakan pengurusan, pengaturan, pengelolaan, dan pengawasan ditarik ke pemerintah pusat yang akan berpengaruh terhadap hubungan pusat dan daerah. Dalam penelitian ini metode penelitian yang digunakan berupa yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan historis, dan pendekatan konseptual. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa UU No 3 Tahun 2020 mengatur penyelenggaraan penguasaan pertambangan mineral dan batubara memiliki pola otonomi daerah yang sentalistik. Pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan yang secara atributif diberikan langsung oleh undang-undang dalam pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan. Indonesia masih tetap menjalankan otonomi daerah, akan tetapi pola yang terbentuk adalah otonomi terbatas dengan dominan kearah sentralisasi. Hal ini berbeda dengan cita pengaturan otonomi daerah dalam UUD NRI 1945. Dengan adanya sentralisasi kekuasaan di sektor pertambangan mineral dan batubara, maka memiliki akibat hukum terhadap hubungan pusat dan daerah dalam hal pembagian kewenangan, hubungan koordinasi dan pengawasan, serta perimbangan keuangan. Sehingga menjadikan daerah sebagai organ yang pasif karena ruang gerak otonomi yang dimiliki daerah terbatas, adanya ketidakpercayaan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang menjadikan peran pemerintah pusat lebih dominan dan bersifat top down, serta daerah akan memiliki ketergantungan finansial terhadap pemerintah pusat karena daerah tidak lagi memiliki peran strategis dalam penyelenggaraan penguasaan pertambangan mineral dan batubara. Kata Kunci: Sentralisasi Kekuasaan, Pertambangan Mineral dan Batubara, Hubungan Pusat dan Daerah ABSTRACT The provision in Law Number 3 of 2020 governs the control over mineral and coal mining held by the central government, and this law annulled the authority held by provincial or regency/municipal governments, which was previously governed in Law Number 4 of 2009. The provision in Law Number 3 of 2020 has often annulled the authorities that local governments should have regarding this mining, overlooking decentralization principle, where all authorities regarding policy-making, administration, regulations, management, and control are taken over by central government, and this changing policy will certainly interrupt the relations between the two governments. This research employed normative juridical method, statutory, historical, and conceptual approaches. The research results have found out that law Number 3 Year 2020 governs the administration of control over mineral and coal mining with local autonomy policy that is more centralistic. Local governments do not have any attributive authority directly delegated by Law in the mining administration. Indonesia still runs local autonomy but it is restricted and leans more to centralisation. This is not like the principle of autonomy administration as in the 1945 Indonesian Constitution. With the centralization of authority in mineral and coal mining sector, this condition will certainly affect the relations between central and local governments in terms of the distribution of authority, coordination, supervision, and financial balance. This situation will just make regional areas as passive actors due to restricted authority given. The little trust given by the central government to local authorities has made the role of the central government dominant and more top down. Moreover, local authorities will be financially dependant on central government since the local authorities no longer have their strategic role in controlling mineral and coal mining. Keywords: centralized authority, mineral and coal mining, relations between central and local governments. 
HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DENGAN DAERAH DALAM KEBIJAKAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA emilda yofita; Erwin Syahruddin
PALAR (Pakuan Law review) Vol 6, No 2 (2020): Volume 6, Nomor 2 Juli-Desember 2020
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1033.822 KB) | DOI: 10.33751/palar.v6i2.5642

Abstract

Adanya sentralisasi kekuasaan di sektor pertambangan mineral dan batubara, maka memiliki akibat hukum terhadap hubungan pusat dan daerah dalam hal pembagian kewenangan, hubungan koordinasi dan pengawasan, serta perimbangan keuangan. Sehingga menjadikan daerah sebagai organ yang pasif karena ruang gerak otonomi yang dimiliki daerah terbatas, adanya ketidakpercayaan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang menjadikan peran pemerintah pusat lebih dominan dan bersifat top down, serta daerah akan memiliki ketergantungan finansial terhadap pemerintah pusat karena daerah tidak lagi memiliki peran strategis dalam penyelenggaraan penguasaan pertambangan mineral dan batubara. Penelitian ini merupakan jenis penelitian yuridis normatif (normative legal reseach) dengan mengkaji peraturan tentang mineral dan batubara dan juga Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 10/PUU-X/2012 Perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
POLITIK HUKUM PENGUASAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DI INDONESIA erwin syahruddin; EMILDA YOFITA
PALAR (Pakuan Law review) Vol 6, No 1 (2020): Volume 6, Nomor 1 Januari-juni 2020
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1052.324 KB) | DOI: 10.33751/palar.v6i1.5641

Abstract

Hasil tambang di Indonesia dikuasai oleh negara yang dikelola dengan tujuan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Penelitian ini menggunakan Dari hasil penelitian dengan metode di atas, penulis memperoleh jawaban bahwa UU No 3 Tahun 2020 mengatur penyelenggaraan penguasaan pertambangan mineral dan batubara yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat memiliki pola otonomi daerah yang sentalistik dimana kewenangan yang dimiliki pemerintah daerah dialihkan kepada pemerintah pusat. Penelitian ini merupakan jenis penelitian yuridis normatif (normative legal reseach) Pada penelitian ini penulis fokus mengkaji tentang penguasaan pertambangan mineral dan batubara oleh pemerintah pusat terhadap hubungan pusat dan daerah. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach) dan Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach). Dengan berlakunya undang-undang tersebut, Indonesia masih tetap menjalankan otonomi daerah, akan tetapi pola yang terbentuk adalah otonomi terbatas dengan dominan kearah sentralisasi. Pola sentralistik dalam hal penyelenggaraan penguasaan pertambangan mineral dan batubara oleh pemerintah pusat belum selaras dengan amanah UUD NRI 1945.