Muhammad Yusuf Siregar
STIH Labuhanbatu

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

DISKRESI KEPOLISIAN DALAM MEMBERHENTIKAN PERKARA PIDANA KARENA ADANYA PERDAMAIAN OLEH LEMBAGA KEPOLISIAN RESORT LABUHANBATU DILIHAT DARI SEGI HUKUM Muhammad Yusuf Siregar; Zainal Abidin Pakpahan
Jurnal Ilmiah Advokasi Vol 5, No 2 (2017): Jurnal Ilmiah Advokasi
Publisher : Universitas Labuhanbatu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36987/jiad.v5i2.307

Abstract

Penelitian ini membahas tentang Diskresi dan Landasan Hukum Kepolisian dalam memberhentikan perkara karena adanya perdamaian. Hasil Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Kepolisian hanya melibatkan memberhentikan perkara karena berkaitan dengan jenis tindak pidana Delik Aduan. Pada praktiknya, Landasan Hukum Kepolisian dalam memberhentikan perkara karena dilakukan dengan konsep keadilan restoratif diajukan contoh kasus pemberlakuan konsep keadilan restoratif sebagai salah satu pertimbangan hakim dalam Putusan Hakim Mahkamah Agung No. 1600 K / PID / 2009 yang menerima pencabutan pengaduan yang tidak sesuai dengan ketentuan pasal 75 KUHP yang mana korban telah mencabut pengaduannya dihadapan pengadilan. Diskresi Kepolisian dapat memberlakukan ketentuan yang telah ditegaskan dalam KUHP. Sementara Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia memberikan perlindungan dan bantuan dalam menjalankan diskresi kepolisian. Kata Kunci: Diskresi, Kepolisian, Perdamaian.
KEWENANGAN CAMAT DALAM MEMBUAT SURAT GANTI RUGI TANAH BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Muhammad Yusuf Siregar
Jurnal Ilmiah Advokasi Vol 2, No 2 (2014): Jurnal Ilmiah Advokasi
Publisher : Universitas Labuhanbatu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36987/jiad.v2i2.416

Abstract

Undang-undang No. 32 Tahun 2004 yang mengemukakan tentang peraturan pemerintah tentang pertanggungjawaban yang harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Camat merupakan perangkat daerah kabupaten atau kota dengan wilayah tertentu yang menerima tugas sederhana dan bertanggung jawab kepada Bupati / Walikota untuk melaksanaakan tugas-tugas administrasi Negara. Berdasarkan pertimbangan dalam jurnal ini adalah Bagaimana wewenang camat dibidang pertanahan berdasarkan peraturan perundangan-undangan, Bagaimana hukum dan kepentingan hukum untuk Camat yang diperlukan dalam pembuatan surat ganti rugi tanah. Metode yang digunakan dalam jurnal ini adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian terhadap masalah dengan melihat dari sumber peraturan- peraturan yang berlaku dengan judul Kewenangan Camat Dalam Membuat Surat Ganti Rugi Tanah Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan. Pengaturan hukum untuk camat yang membuat surat ganti rugi belum diatur dalam undang-undang, oleh karena itu menyebabkan hukum untuk camat yang membuat surat ganti rugi atas persetujuannya maka konsekwensi surat ganti rugi yang dibuat oleh camat tidak dapat digunakan sebagai akta harapan, karena dibuat oleh Pejabat yang tidak setuju dan bertindak ini hanya memiliki kekuatan sebagai akta Kata Kunci: Kewenangan Camat, Surat Ganti Rugi.
PENAFSIRAN DALAM HUKUM PAJAK DAN KETETAPAN PAJAK Muhammad Yusuf Siregar
Jurnal Ilmiah Advokasi Vol 3, No 2 (2015): Jurnal Ilmiah Advokasi
Publisher : Universitas Labuhanbatu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36987/jiad.v3i2.367

Abstract

Pajak atas kontribusi merupakan suatu kewajiban yang harus dipaksakan dan harus dilakukan oleh rakyat (masyarakat) kepada seorang raja atau penguasa. adapun penafsiran dalam hukum pajak tersebut adalah sebagai berikut: 1. Penafsiran Sejarah 2. Penafsiran Sosiologis 3. Penafsiran Sistematis 4. Penafsiran Autentik 5. Penafsiran Tata Bahasa 6. Penafsiran Tata Bahasa 6. Penafsiran terdiri dari surat ketetapan pajak terdiri atas 6 (enam) macam yaitu: 1. Surat tagihan pajak (STP). 2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) 3. Surat ketapan pajak kurang bayar tambahan (SKPKBT) 4. Surat ketetapan pajak lebih bayar (SKPLB) 5. Surat ketetapan pajak nihil (SKPN) 6. Surat keputusanpajak Terutang (SPPT) Kata Kunci : Penafsiran,
SANKSI PIDANA TERHADAP PERKAWINAN POLIGAMI TANPA ADANYA PERSETUJUAN ISTRI Muhammad Yusuf Siregar
Jurnal Ilmiah Advokasi Vol 5, No 1 (2017): Jurnal Ilmiah Advokasi
Publisher : Universitas Labuhanbatu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36987/jiad.v5i1.321

Abstract

Ketentuan hukum yang berlaku di Negara Republik Indonesia tidak mempertimbangkan keberadaan perkawinan poligami, akan tetapi juga tidak mengizinkan kebebasan tanpa aturan, Negara Repoblik Indonesia diatur dengan persyaratan dan ketentuan yang disetujui dan dijelaskan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Metode yang digunakan dalam pembahasan skripsi ini dengan metode normatif empiris yaitu dengan melihat ketentuan persetujuan-undangan yang berlaku. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa Peraturan Perundang-undangan telah memberikan jaminan perlindungan terhadap perkawinan poligami tanpa persetujuan terlebih dahulu yang masih sah / penetapan pengadilan. Sanksi pengadilan terhadap pihak-pihak yang melangsungkan perkawinan poligami tanpa adanya penetapan pengadilan berdasarkan ketentuan pasal 279-280 KUHP diancam dengan hukuman lima sampai tujuh tahun terhadap laki-laki yang melangsungkan perkawinan. Hasil penelitian juga membuktikan bahwa Pemberlakuan hukuman perkawinan poligami tanpa persetujuan sebelumnya yang masih sah / penetapan pengadilan mengharuskan prosedur melangsungkan perkawinan tidak berhasil. Jika seorang laki-laki melangsungkan perkawinan dengan cara diam-diam dan dengan sengaja tidak meminta kepada pihak lain, maka ketentuan hukum juga menyediakan perijinan penjara paling lama lima tahun, dan jika disediakan ketentuan putusan pengadilan terkait dengan laki-laki tersebut, maka perkawinan lalu dinyatakan tidak sah. Berdasarkan hasil penelitian yang diajukan untuk disetujui oleh pemerintah, kebebasan dan kekurangan perkawinan poligami tanpa adanya persetujuan dari istri sebelumnya dengan merevisi sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam masyarakat tanpa mengurangi esensinya. Kata Kunci: Sanksi Pidana, Poligami, Persetujuan