Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Farmer Mentoring in Determining Fertilization Dosage of Corn Plants (Zea Mays L.) Using Soil Test Equipment Johanes Amirrullah; Yanter Hutapea; NPS Ratmini; Agung Prabowo
Jurnal Lahan Suboptimal : Journal of Suboptimal Lands Vol. 9 No. 1 (2020): JLSO
Publisher : Research Center for Sub-optimal Lands (PUR-PLSO), Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (436.853 KB) | DOI: 10.33230/JLSO.9.1.2020.437

Abstract

Amirrullah J, Hutapea Y, Ratmini NPS, Prabowo A. 2020. Farmer mentoring in determining fertilization dosage of corn plants (Zea mays L.) using soil test equipment. Jurnal Lahan Suboptimal: Journal of Suboptimal Lands 9(1): 102-108.Balanced fertilization is very important to do in marginal soils. The constraints in the use of marginal soils are physical, chemical and biological soil characteristics which do not support planting growth. Determination of fertilizer dosage for corn commodity in one region can be different depending on the available nutrient content that testing needs to be carried out. This study aimed to mentor farmers in taking appropriate soil samples and determined fertilizer doses according to location specifications and application of fertilizers on target using the Dry Soil Test Kit (Perangkat Uji Tanah Kering). This activity was carried out in Fajar Jaya Village, Ogan Komering Ulu District in February 2019.  The results of the soil analysis of the location used as a demonstration plot derived from the results of low soil fertility analysis with soil acidity at pH 4-5 with acid crystals, moderate P, K and C-organic nutrients were relatively low. The recommended fertilizer is as follows: urea 325 kg/ha given 3 times, one-third the dose, carried out 1 MST, 4 MST and 6 MST; TSP 200 kg/ha; KCl 125 kg/ha; 5,000 kg/ha of compost and 1,000 kg/ha of lime stocked during tillage 1 week before planting. Fertilization application method applied by farmers is not in accordance with the recommendations; consequently, it is necessary to fertilize to increase nutrient content.
POTENSI HASIL VARIETAS INBRIDA PADI SAWAH IRIGASI (INPARI) DAN LIMBAHNYA SEBAGAI PAKAN TERNAK DI KABUPATEN MUSI RAWAS PROVINSI SUMATERA SELATAN Johanes Amirrullah; Agung Prabowo; Yustisia
JURNAL TRITON Vol 9 No 2 (2018): JURNAL TRITON
Publisher : Politeknik Pembangunan Pertanian Manokwari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Akselerasi diseminasi beberapa Varietas Unggul Baru (VUB) Inpari melalui pengkajian perlu terus dilaksanakan di Provinsi Sumatera Selatan. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui potensi hasil VUB Inpari 15, Inpari 20, Inpari 22 dan VUB Ciherang. Pengkajian dilaksanakan pada bulan Mei-September 2016 di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Varietas introduksi adalah Inpari 15, Inpari 20 dan Inpari 22, sedangkan VUB eksisting petani yaitu Ciherang. Pupuk yang digunakan: urea, SP-36, KCl dan pupuk kandang dengan dosis berturut-turut 250, 150, 150 dan 500 kg/ha. Peubah yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah anakan produktif/rumpun, panjang malai, jumlah gabah isi/malai, jumlah gabah hampa/malai, bobot 1.000 butir dan hasil/ha. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa produksi Inpari 15: 6,48 t GKG/ha), Inpari 20: 7,30 t GKG/ha dan Inpari 22: 7,52 t GKG/ha, sedangkan Ciherang hanya 5,48 t GKG /ha. Hasil VUB Inpari lebih tinggi 18,25 -37,23% dibandingkan VUB Ciherang. Rata-rata potensi limbah yang dihasilkan dari ketiga varietas Inpari tersebut untuk dedak padi 887,5 kg/ha dan bekatul 213,0 kg/ha, sedangkan Ciherang untuk dedak padi 685,0 kg/ha dan bekatul 164,4 kg/ha. Rata-rata potensi limbah yang dihasilkan varietas Inpari lebih tinggi 29,6% dibanding VUB Ciherang. Limbah ini dapat digunakan untuk pakan ternak ayam sebanyak 400 ekor selama 70 hari atau sapi sebanyak 4 ekor selama 90 hari. Keunggulan hasil VUB Inpari didukung oleh jumlah anakan produktif/rumpun dan jumlah gabah isi/malai terbanyak. Komponen pertumbuhan dan komponen hasil lainnya masing-masing tinggi tanaman serta panjang malai dan bobot 1.000 butir tidak menentukan hasil. VUB Inpari 15, Inpari 20 dan Inpari 22 berpeluang dikembangkan di Kabupaten Musi Rawas untuk menggantikan VUB Ciherang.
NILAI EKONOMIS JERAMI PADI SEBAGAI PAKAN SAPI Johanes Amirrullah; Agung Prabowo
JURNAL TRITON Vol 9 No 1 (2018): JURNAL TRITON
Publisher : Politeknik Pembangunan Pertanian Manokwari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Biaya pakan merupakan faktor produksi yang terbesar dalam usaha ternak. Untuk meningkatkan efisiensi pakan perlu memanfaatkan limbah pertanian. Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang masih dapat dimanfaatkan untuk pakan sapi. Jerami padi yang melimpah merupakan sumber pakan sapi yang cukup menjanjikan, namun kecernaan dan proteinnya rendah sehingga jerami padi tidak dapat digunakan sebagai pakan tunggal. Tulisan ini bertujuan memberikan informasi tentang proporsi maksimal jerami padi dalam pakan sapi jantan sehingga pakan menjadi lebih menguntungkan. Bahan pakan yang digunakan untuk menyusun pakan, yaitu: jerami padi, rumput gajah, dedak halus padi, dan dolomit. Pakan disusun berdasarkan bobot badan 200 kg, 250 kg, dan 300 kg dengan target pertambahan bobot badan harian (PBBH) untuk masing-masing bobot badan, yaitu: 0,0 kg, 0,1 kg, 0,2 kg, 0,3 kg, 0,4 kg, dan 0,5 kg. Penyusunan pakan dilakukan dengan cara coba-coba (trial and error method) dengan menggunakan aplikasi formulasi pakan sapi potong. Sebagai pedoman, proporsi jerami padi dibuat semaksimal mungkin sehingga pakan yang disusun diharapkan murah dan memenuhi kebutuhan gizi ternak. Proporsi jerami padi dalam pakan semakin rendah dengan bertambahnya target pertambahan bobot badan harian (PBBH) sapi jantan. Proporsi Jerami padi 14,61% dalam pakan sapi jantan dengan bobot badan 200 kg dan target PBBH 0,5 kg memberikan perkiraan keuntungan terbesar (Rp 7.166,90). Perkiraan keuntungan lebih tinggi pada sapi dengan bobot badan lebih rendah.
KERAGAAN PENYAKIT PADI PADA VARIETAS UNGGUL BARU UNTUK AGROEKOSISTEM RAWA DAN LAHAN KERING Dini Yuliani; Johanes Amirrullah; - Sudir
Agric Vol. 29 No. 1 (2017)
Publisher : Fakultas Pertanian dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24246/agric.2017.v29.i1.p21-30

Abstract

Swampand dryland agroecosystems has the potential tobe used as acomplementary effort to improve national food security. This effort washamperedby the disruption of plant disease in new improved varieties of riceasone of the technology to increase rice production. This study aims to determine the performance of rice diseases at new improved varieties for swamp and dryland agro eco systems. Research conducted in 2013 growing season in ICR Rusinga randomized block design with 3 replications. The treatments were13new improved varietiesi.e. Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3, Inpara 4, Inpara 5, Inpara 6, Inpara 7, Inpago 4, Inpago 4, Inpago 5, Inpago 6, Inpago 7, Inpago 8, and Inpago 9. For disease survei llance drawn diagonalline in each experimental plot, each diagonalline taken10 samples of plant clumps. Each sample clumps was observed the disease severity that were found by scoring method (IRRI, 2002).The results showed there were six diseases that infect new improved varieties for swampand upland agro ecosystems name lystem rot, sheath blight, red stripe, cercosporaleaf spot, bacterial leaf blight,and bacterialleafstreak. Stem rot with the highest severity found in Inpara3(35.18%) and Inpago4(32.96%). Sheath blight with the highest severity found in Inpara1(6.11%) and Inpago7(5.74%). Red stripe withthe highests everity found in Inpara6 (47.78%) and Inpago9 (40.74%). Cercosporaleaf spotwiththe highestseverity found in Inpara5(40.37%) and Inpago6 (14.82%). Bacterial leaf blight with the highest severity found in Inpara3(24.26%) andInpago9 (32.04%). Bacterial leaf streak with the highest severity found in Inpara3(9.26%) and Inpago6 (30.56%).