Anis Farida
UIN Sunan Ampel Surabaya

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Konstitusionalitas Pembubaran Organisasi Kemasyarakatan Melalui Surat Keputusan (Beschikking) Anis Farida
Al-Qanun: Jurnal Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam Vol 24 No 1 (2021): Al-Qanun, Vol. 24, No. 1, Juni 2021
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/alqanun.2021.24.1.170-197

Abstract

This article examines the ratio legis of the existence of community organizations in Indonesia and the position of the State Administrative Decision (KTUN) in the dissolution of mass organizations in Indonesia. The research method used in this study is the normative legal research and described by qualitatively. The results of the study explained that the existence of mass organizations was the right of freedom given directly by Article 28E paragraph (3) of the 1945 Constitution of the 1945 Constitution which later received direct legitimacy by Law Number 16 of 2017. Unfortunately in the law, the provisions of the dissolution of community organizations through the mechanism Justice is abolished. This gave the affirmation of the government's efforts in treating mass organizations as biological children from people's sovereignty doubtful. Another note which later became the Logical Falacy in the Act was, assuming that KTUN had a higher position compared to the 1945 Constitution As a listed in Article 28E paragraph (3) of the 1945 Constitution of the NRI. So the authors conclude the mechanism of dissolution of community organizations must pass the judicial adjudication process first for obtaining the essence of the legal state desired by Indonesia.   Abstrak: Artikel ini mengkaji terhadap ratio legis keberadaan organisasi kemasyarakatan di Indonesia dan kedudukan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) dalam pembubaran ormas di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah hukum normatif yang diuraikan secara ekploratif-kualitatif. Hasil penelitian menjelaskan bahwa keberadaan ormas merupakan hak kebebasan yang diberikan lansung oleh Pasal 28E ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 yang kemudian mendapat legitimasi langsung oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017. Sayangnya dalam undang-undang tersebut, ketentuan pembubaran organisasi masyarakat melalui mekanisme peradilan dihapuskan. Hal tersebut memberi penegasan ikhtiar pemerintah dalam merawat ormas sebagai anak kandung dari kedaulatan rakyat diragukan. Catatan lain yang kemudian menjadi logical falacy dalam undang-undang tersebut adalah, menganggap bahwa KTUN memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan UUD NRI 1945. Pembubaran ormas melalui pencabutan status badan hukum oleh Menteri Hukum dan HAM melalui KTUN dianggap pantas menderogasi hak dasar berserikat dan berkumpul sebagaimana tercatat dalam Pasal 28E ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. Sehingga penulis berkesimpulan mekanisme pembubaran organisasi masyarakat harus melewati proses ajudikasi peradilan terlebih dahulu untukkemudian mendapatkan esensi negara hukum yang dikehendaki Indonesia.  
Urgensi Peralihan Dana Desa Untuk Penanggulangan Bencana Covid-19 Selvy Melda Hartanti; Anis Farida; Faizur Rahman; Ulil Manaqib
Sosio Yustisia: Jurnal Hukum dan Perubahan Sosial Vol. 1 No. 1 (2021): May
Publisher : Magister Hukum Tata Negara Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (286.262 KB) | DOI: 10.15642/sosyus.v1i1.65

Abstract

Penanganan Covid19 melahirkan berbagai kebijakan pemerintah yang bersifat darurat. Artinya, program-program yang telah digariskan dikesampingkan demi keselamatan warga masyarakat. Artikel ini didasarkan pada hasil penelitian yuridis empiris yang mengkaji Kebijakan Peralihan Anggaran Dana Desa dalam Masa Pandemi Covid-19 berdasarkan Permendes No 6 Tahun 2020 di desa Tanjunggunung Kecamatan Peterongan Kab. Jombang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, Kebijakan Peralihan Anggaran Dana Desa pada masa pandemi Covid-19 merupakan hal penting yang harus dilakukan. Data di lapangan menunjukkan selain bahaya pandemic covid-19, masyarakat setempat juga menghadapi ancaman bencana banjir. Anggaran Dana Desa yang semula ditujukan untuk penanganan infrastruktur dialihkan untuk menangani pemeliharaan kesehatan dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan oleh pandemic covid19. Kebijakan Peralihan Anggaran pada masa pandemi Covid-19 menjadi kewajiban sebagaimana diinstruksikan oleh pemerintah pusat dan daerah. Dalam upaya memenuhi instruksi pemerintah daerah, pemerintah desa berupaya menyeimbangkan nilai kemanfaatan realisasi anggaran, khususnya dalam memberikan perlindungan kesehatan warga masyarakat. Prinsip pemerintah desa Tanjunggunung adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat dengan tujuan kemaslahatan umat yang berada dalam kondisi darurat kesehatan dan dapat berimbas kepada masalah ekonomi maupun sosial. Untuk itu hak-hak masyarakat diberikan, dalam bentuk pemberian bantuan tunai.
Implikasi Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi yang Bersifat Non Self Executing Siti Partiah; Anis Farida
Sosio Yustisia: Jurnal Hukum dan Perubahan Sosial Vol. 1 No. 1 (2021): May
Publisher : Magister Hukum Tata Negara Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (202.348 KB) | DOI: 10.15642/sosyus.v1i1.67

Abstract

Kewenangan Mahkamah Konstitusi mengadili pada tingkat pertama dan terakhir dalam hal menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar diatur dalam pasal 24 C ayat (1) UUD NRI 1945. Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final and mengikat artinya semua pihak harus mentaati dan melaksanakannya. Berkaitan dengan wewenang tersebut Mahkamah Konstitusi mengeluarkan dua jenis putusan yaitu putusan yang bersifat self executing dan non self executing. Tulisan ini hendak menjawab permasalahan tentang implikasi yuridis putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat non self executing. Mahkamah Konstitusi dapat melakukan judicial order berlandaskan Pasal 10 dan 23 UU No. 15 Tahun 2019 perubahan atas UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undnagan. Dalam pelaksanaan putusan yang bersifat self executing tercantum pada pasal 10 ayat (1) huruf d tentang pedoman beracara dalam perkara pengujian UU dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 6 Tahun 2005, sedangkan secara tersirat pelaksanaan putusan yang bersifat non self executing tercantum pada Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 3 Tahun 2019 tentang Produk hukum Mahkamah Konstitusi dan pada BAB III Pasal 27 hingga pasal 31 Peraturan DPR No. 13 tahun 2016 tentang tata cara penyusunan program legislasi nasional. Beberapa aturan tersebut sangat berkaitan erat karena menjelaskan pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi secara yuridis yang bersifat non self executing. Setelah putusan, kewenangan tersebut dilimpahkan kepada lembaga legislatif dan Presiden, implementasinya harus sesuai dengan asas-asas pembuatan, pembentukan, dan penetapan produk hukum yang baik dan melalui program legislasi nasional agar tidak adanya kekosongan hukum dan menghambat jalannya politik serta pemerintahan.
Keterwakilan Perempuan di Parlemen Mendorong Kebijakan Perlindungan Perempuan Terhadap Kekerasan Anis Farida; Afif Hidayatul Mahmudah; Priyo Handoko
Sosio Yustisia: Jurnal Hukum dan Perubahan Sosial Vol. 1 No. 2 (2021): November
Publisher : Magister Hukum Tata Negara Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (958.431 KB) | DOI: 10.15642/sosyus.v1i2.102

Abstract

Keterwakilan perempuan di parlemen diharapkan dapat melahirkan kebijakan yang berpihak pada perempuan. Harapan besar tersebut juga diamanatkan pada anggota legislatif perempuan di DPRD Jawa Timur. Artikel ini mengangkat isu hukum,  tentang keterwakilan perempuan anggota Legislatif dalam proses legislasi yang melahirkan kebijakan  perlindungan  perempuan dari tindak kekerasan. Untuk menjawab isu hukum tersebut digunakan metode penelitian hukum empiris dengan pendekatan socio legal studies. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keterwakilan perempuan di DPRD Jawa Timur menghasilkan kebijakan yang berpihak pada perempuan, yaitu melalui produk hukum yang memberikan perlindungan terhadap perempuan dari tindak kekerasan yang semakin meningkat di masa pandemi covid-19. Proses legislasi yang dilakukan oleh anggota legislatif perempuan dalam melahirkan kebijakan perlindungan perempuan tidak lepas dari  hambatan budaya patriarki yang masih kuat di masyarakat; keterbatasan anggaran; serta minimnya keterwakilan perempuan di parlemen. Peran keterwakilan perempuan sangat dibutuhkan dalam meningkatkan IDG di Jawa Timur dalam mewujudkan demokrasi yang berkeadilan gender.
Penegakan Hukum Terhadap Pelanggar Protokol Kesehatan Pada Masa Pandemi Covid-19 Faizah Maulidah; Anis Farida; Khoirul Yahya; Hafizh Itsaar Saifullah
Sosio Yustisia: Jurnal Hukum dan Perubahan Sosial Vol. 2 No. 2 (2022): November
Publisher : Magister Hukum Tata Negara Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (343.577 KB) | DOI: 10.15642/sosyus.v2i2.202

Abstract

Kesadaran hukum untuk taat pada protokol kesehatan merupakan sebuah keniscayaan yang harus dilaksanakan setiap individu yang mengutamakan kesehatan di masa pandemi Covid-19. Pemerintah dalam mengupayakan dan menjaga keselamatan rakyat di masa Pandemi Covid-19 dengan cara menegakkan berbagai peraturan dan menjatuhkan berbagai sanksi. Adagium keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi (Salus Populi Suprema Lex Esto) idealnya dijadikan pedoman utama, bahkan menjadi prinsip dasar bagi semua komponen bangsa Indonesia dalam menjalani kehidupan sehari-hari di masa pandemi covid-19. Namun kenyataannya di masyarakat, kesadaran untuk taat pada hukum tersebut sering kali diabaikan, sehingga tidak mengherankan manakala dilakukan razia, akan terdapat banyak anggota masyarakat yang terjaring dan harus menjalani sidang. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris dengan menggunakan pendekatan sociological jurisprudence. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sidoarjo dikarenakan pemerintah setempat cukup intensif dalam melakukan penegakan hukum bagi para pelanggar protokol kesehatan. Penelitian ini akan mengkaji lebih mendalam terkait komitmen pemerintah daerah Sidoarjo dalam menggelar razia, menyidangkan, dan menjatuhkan sanksi kepada para pelanggar protokol kesehatan. Para pelanggar protokol kesehatan mempunyai berbagai alasan untuk menunjukkan bahwa tindakannya benar. Ketidakmampuan membeli masker sering kali dikemukakan sebagai alasan, demikian pula ketika mereka berada di sekitar tempat tinggalnya juga merasa tidak perlu menggunakan masker. Dengan adanya rutinitas penegakan protokol kesehatan, serta penindakan, dapat menurunkan angka pelanggaran terhadap protokol kesehatan.