Dahlan Ali
Universitas Syiah Kuala

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Analisis Yuridis Terhadap Pengalihan Hak Milik Melalui Akta Jual Beli Yang Diterbitkan Oleh Ppats Terhadap Tanah Yang Berperkara Di Pengadilan Popy Katarine; Dahlan Ali; Iman Jauhari
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 10, No 1: April 2022 : Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/ius.v0i0.1004

Abstract

Kajian ini bertujuan untuk menganalisis pengalihan hak milik melalui akta jual beli yang diterbitkan oleh PPATS terhadap tanah yang sedang berperkara di Pengadilan. Idealnya PPATS menolak pembuatan akta jual beli karena tanah tersebut sudah bersertifikat bukan atas nama penjual yang menghadap ke PPATS. Kenyataan empiris menunjukkan PPATS tetap membuat pengalihan hak milik melalui akta jual beli seperti dalam kasus yang ditemukan dalam putusan perkara nomor 37/Pdt.G/2018/PN.Bna. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis pertimbangan hakim yang mengabulkan gugatan penggugat terkait pengalihan hak milik melalui akta jual beli yang diterbitkan oleh PPATS dan mengkaji kekuatan autentikasi terhadap akta jual beli yang diterbitkan oleh PPATS atas tanah yang sedang berperkara di pengadilan. Kajian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan analitis (analitis approach), pendekatan kasus (Case approach) dan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dasar pertimbangan hakim mengabulkan gugatan penggugat dikarenakan penggugat memiliki dasar kepemilikan terhadap tanah tersebut berupa putusan yang diputuskan oleh Mahkamah Agung Nomor 629 K/Pdt/1998 Jo. Putusan PK Mahkamah Agung RI Nomor 384 PK/Pdt/1998. Penerbitan akta jual beli atas tanah yang sedang berperkara di pengadilan yang mengandung cacat hukum ada dua yaitu penyimpangan terhadap syarat formil dan syarat materil dari prosedur pembuatan akta PPATS dan Kekuatan autentikasi akta jual beli yang diterbitkan oleh PPATS atas tanah yang sedang berperkara di pengadilan dalam kasus yang penulis telaah syarat objektif tidak terpenuhi maka perjanjian batal demi hukum dan akta jual beli yang diterbitkan oleh PPATS dikesampingkan pembuktiannya di pengadilan oleh Judex Factie dan dianggap tidak pernah ada.
PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PROSES PERADILAN DI MAHKAMAH SYAR’IYAH Hadifadhillah Rusli; Iman Jauhari; Dahlan Ali
Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 3: Agustus 2016
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (222.954 KB)

Abstract

Abstract: The use of information technology in the judicial process could improve public service of Religious Courts. However, the response of information technology implementation did not  simultaneously occur in the Religious Courts throughout Indonesia. The aims of this research were to examine the legal arrangements and the use of information technology restrictions on the judicial process in the Sharia Court. Legislation approach method with normative juridical was used in this research. Data was collected by literature review and the data was a secondary data. The results showed that the use of information technology on judicial process in the Sharia Court has been regulated by the Information and Electronic Transaction Law and the Supreme Court Chairman Decree on The Guidelines of Information Services. However, there was no further provision on technical matters in the Sharia Court. Therefore, there was no clear restriction on the use of information technology on the judicial process in the Sharia Court.Key Words: Information Technology, Judicial Proceedings, Sharia Court Abstrak: Penggunaan teknologi informasi dalam proses peradilan dapat menjadikan pelayanan publik pada Pengadilan Agama menjadi lebih baik. Namun, respon terhadap implementasi teknologi informasi tidak serentak terjadi pada Pengadilan Agama di seluruh Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan tentang pengaturan hukum dan pembatasan mengenai penggunaan teknologi informasi dalam proses peradilan di Mahkamah Syar’iyah. Metode yang digunakan adalah metode pendekatan perundang-undangan dengan jenis penelitian yuridis normatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan sumber data berupa data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan teknologi informasi dalam proses Peradilan di Mahkamah Syar’iyah telah diatur oleh Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Keputusan Ketua Mahkamah Agung tentang Pedoman Pelayanan Informasi, namun belum ada ketentuan pelaksananya yang bersifat teknis di Lingkungan Mahkamah Syar’iyah sehingga belum ada batasan yang jelas untuk penggunaan teknologi informasi dalam proses Peradilan di Mahkamah Syar’iyah.Kata Kunci: Teknologi Informasi, Proses Peradilan, Mahkamah Syar’iyah
MEKANISME PENANGANAN TERHADAP ANGGOTA KEPOLISIAN YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA (Studi Kasus di Wilayah Hukum Polda Aceh) Tasmin Tasmin; Dahlan Ali; M. Gaussyah
Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 4: November 2016
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (159.271 KB)

Abstract

Abstract: National Police Institution of the Republic of Indonesia is one of the law enforcement authorities, however, some of its member are involved in criminal cases in the past decade. In general, every member who are proved to be involved in some criminal actions and convicted with permanent legal force from the court, then internally he has to receive additional sanctions: the disciplinary sanction for police member and the Commission Code of Professional Etchic’s trial or Komisi Kode Etik Profesi (abbreviated as KKEP in bahasa). Meanwhile, starting from the investigation process until the final decision with permanent legal force the police member will be temporarily discharged from his/ her own duty in the National Police Institution based on Article 10/ Paragraph (1)/ Government Regulation No. 3/ Year 2003. Despite of this, there has been no legal consequences received as by the case of some personnel from  the Brimob Unit (Satuan Brimob in bahasa) at the provincial level who were employed by the structural position but involved in illegal logging activities in Aceh. Neither were they discharged nor convicted by the internal court authority or called as “Ankum”. Aim of this study is to discover factors that lead to the misconduct of mechanism and rule deviation as well as to know the consequences received by the police member in law enforcement. The methodology applied in this study was empirical juridistic approach by examining the validity of the law in the reality or in the public. Based on this study, reasons why the accused police member were not convicted because at first: (a) they were the breadwinner in their families, (b) they had performed well during their duties and (c) brought prestigious achievement in their Brimob Unit, (d) there has been a diverse interpretation regarding the Article 10/ Paragraph (1)/ Government Regulation No. 3/ Year 2003 in the unit. At second, Ankum will give sanctions and convict those who commit crimes through the KKEP and discipline court.Keywords: handling , police member, crime Abstrak: Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga aparat penegak hukum, namun persoalannya beberapa anggota kepolisian itu sendiri melakukan tindak pidana pada akhir dasawarsa ini. Pada umumnya, setiap anggota Polri yang terbukti melakukan tindak pidana setelah adanya keputusan hukum tetap dari peradilan umum, maka selanjutnya secara internal akan menerima sanksi tambahan berupa: kedisiplinan Polri dan diajukan pada sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP). Selain itu, mulai dari proses penyelidikan sampai adanya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap anggota Kepolisian juga akan diberhentikan untuk sementara dari Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dijelaskan pada Pasal 10 ayat (1) PP Nomor 3 Tahun 2003. Walaupun begitu, belum adanya konsekuensi hukum yang diterima oleh beberapa anggota di Satuan Brimob Polda Aceh yang menduduki jabatan struktural tetapi terlibat dalam tindak pidana pembalakan liar di Aceh. Mereka tidak diberhentikan dari jabatannya atau dihukum oleh internal otoritas yang disebut Ankum. Tujuan penelitian ini adalah untuk menelusuri fakor-faktor yang menyebabkan tidak dilaksanakannya mekanisme dan penyimpangan hukum serta untuk mengetahui konsekwensi yang diterima oleh anggota Polri dalam penegakan hukum. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris dengan meneliti keberlakuan hukum itu dalam kenyataan atau dalam masyarakat. Berdasarkan studi ini, alasan mengapa anggota polisi yang tertuduh tidak dijatuhi hukuman karena pertama: (a) yang bersangkutan tulang punggung keluarga, (b) mereka mempunyai kinerja yang baik selama bertugas, (c) selama bertugas mempunyai prestasi yang baik dalam mengharumkan nama Satuan Brimob Polda Aceh, (d) adanya perbedaan penafsiran terhadap Pasal 10 ayat (1) PP Nomor 3 Tahun 2003 dalam Satuan Brimob Polda Aceh. Kedua, Ankum akan  memberikan sanksi dan konsekwensi pada anggota kepolisian yang terbukti melakukan tindak pidana melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) dan disipilin.Kata Kunci : penanganan, anggota kepolisian, tindak pidana
TANGGUNG JAWAB PRIBADI DIREKSI TERHADAP PERBUATAN HUKUM PERSEROAN YANG MERUGIKAN PIHAK KETIGA Haspan Yusuf Ritonga; Azhari Yahya; Dahlan Ali
Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 4: November 2016
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (180.997 KB)

Abstract

Abstract: Article 1 clause 1 of the Limited Company Act (UUPT) Number 40 Year 2017 states that the Limited Company is a legal entity. It is given a legal subject status who is responsible for any legal actions. However, based on the empirical reality, personal directors have been given responsibilities on the risk of legal action of the Limited Company. Duality reponsibilities in UUPT has created a responsibility repel between the Limited Company and the personal directors against whom a third party losses charged. This research was aimed to examine and explain how personal directors were responsible for the company legal act. The research method used was a juridical normative method including the law principles, the act legislation and the court decisions. The results showed that the decisions of judges who apply the imposition of personal directors’ liability against the act of legal company have been found with breakthroughs in the law and the basic principles of directors’ liability such as fiduciary duties, doctrine ultra vires and business judgment rule principles have been applied. However, for the uniformity of law application in society, UUPT should be updated by emphasizing personal directors’ liability against legal actions of the company which prejudice the third party so the UUPT could protect both the Limited Company and community equally and fairly.Keywords: Legal entity, Limited Company Act (UUPT), personal directors’ responsibility, third party. Abstrak: Pasal 1 angka 1 (satu) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT) menyebut “perseroan” adalah badan hukum, ia diberi status subjek hukum yang bertanggung jawab atas setiap perbuatannya. Namun pada kenyataan empiris, direksi telah dibebani tanggung jawab terhadap resiko perbuatan hukum perseroan. Dualisme pertanggungjawaban dalam UUPT telah menimbulkan tolak menolak tanggung jawab perseroan dengan direksi terhadap siapa kerugian pihak ketiga dibebankan. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji dan menjelaskan bagaimana semestinya direksi bertanggung jawab terhadap perbuatan hukum perseroan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, meliputi kaidah-kaidah hukum, peraturan perundang-undanga serta putusan-putusan pengadilan. Dari hasil penelitian, ditemukan putusan-putusan hakim yang menerapkan pembebanan tanggung jawab pribadi direksi terhadap perbuatan hukum perseroan dengan terobosan-terobosan hukum serta menerapkan asas-asas dasar pertanggung jawaban direksi seperti prinsip fiduciary duties, doktrin ultra vires dan prinsip bussiness judment rule. Namun demikian, untuk keseragaman penerapan hukum dalam masyarakat, UUPT perlu diperbaharui dengan mempertegas pengaturan tanggung jawab pribadi direksi terhadap perbuatan hukum Perseroan yang merugikan pihak ketiga, sehingga produk hukum UUPT tersebut akan melindungi perseroan dan melindungi masyarakat secara berimbang dan berkeadilan.Kata Kunci: badan hukum, UUPT, tanggung jawab pribadi direksi, pihak ketiga.
TINDAK PIDANA PENCOBLOSAN YANG DILAKUKAN LEBIH DARI BATAS KETENTUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILU DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KOTA BANDA ACEH (SUATU PENELITIAN DI WILAYAH HUKUM KOTA BANDA ACEH) Safira Inayatillah; Dahlan Ali
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 5, No 4: November 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak - Penelitian mengkaji tentang faktor penyebab terjadinya tindak pidana pencoblosan yang dilakukan melebihi dari batas ketentuan serta tindakan yang dilakukan untuk menanggulangi tindak pidana. Data yang diperoleh menjelaskan bahwa faktor yang mengakibatkan tindak pidana  pencoblosan melebihi dari batas ketentuan yaitu terdapat faktor kesengajaan, faktor kelalaian, faktor ekonomi masyarakat, faktor pemalsuan dokumen. Upaya untuk menanggulanginya yaitu upaya preventif ( pencegahan ) adalah mengintruksikan kepada seluruh pengawas pemilu melakukan suatu pengawasan yang aktif  dan juga memberikan himbauan tentang ketentuan pidana pemilu kepada pemilih, upaya Represif ( tindakan ) yang diambil setelah terjadinya suatu tindak pidana pemilu ini yang diwujudkan dalam bentuh penjatuhan hukuman kepada pelaku tersebut, memberikan edukasi kepada masyarakat tentang demokrasi yang baik.Kata Kunci : Tindak Pidana, Pencoblosan, Melebihi Batas Ketentuan
PEMBINAAN NARAPIDANA NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A SIBOLGA Sammia Habibi Sitanggang; Dahlan Ali
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 5, No 4: November 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

 Abstrak – Penelitian ini bertujuan menjelaskan pembinaan narapidana narkotika di Lembaga Pemasyakatan Kelas II A Sibolga, hambatan dalam pembinaan terhadap narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Sibolga dan Efektivitas dalam pembinaan narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Sibolga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembinaan narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Sibolga belum efektif sebagaimana seharusnya dikarenakan hambatan yang didapatkan dalam melakukan pembinaan narapidana narkotika yaitu kekurangan petugas pembina, over kapasitas dan narapidana yang kurang antusias. Efektivitas pembinaan narapidana narkotika belum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Disarankan kepada Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Sibolga untuk menambah jumlah petugas pembina narapidana narkotika, melakukan pembinaan khusus untuk narapidana narkotika pengedar, memberikan bimbingan kerja untuk narapidana narkotika perempuan, melakukan pembinaan narapidana narkotika secara berkelompok sehingga seluruh narapidana mendapatkan pembinaan secara merata.Kata Kunci : Pembinaan Narapidana, Narkotika.
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA SOSIAL ( Suatu Penelitian Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Sinabang) Yudi Amriyanto; Dahlan Ali
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 5, No 4: November 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak- yang menjadi tujuan sebuah artikel ilmiah ini adalah untuk dapat memahami bagaimana tentang penanggulangan yang telah dilakukan oleh penegak hukum kepada suatu perbuatan tindak pidana pencemaran nama baik melalui media sosial atau cyber crime, agar dapat mengetahui bagaimana penegakan hukum terhadap tindak pidana pencemaran nama baik melalui media sosial. Yang menjadi suatu permasalah dari penelitian ini adalah pertama bagaimanakah penanggulangan yang dilakukan oleh penegak hukum terhadap suatu tindak pidana pencemaran nama baik melalui media sosial, upaya yang dilakukan yaitu melalui penal dan non penal yang dimaksud dari sarana penal adalah suatu penindakan penyelidikan dan penyidikan sedangkan sarana non penal adalah yaitu memberikan himbauan terhadap seluruh masyarakat untuk kepentingan saling melindungi dan menjaga antar sesama masyarakat sedangkan permasalahan kedua adalah bagaimanakah penegakan hukum terhadap tindak pidana pencemaran nama baik melalui media sosial, yaitu dengan cara melakukan penyidikan, penyelidikan dan pelimpahan perkara kekejaksaan untuk pemeriksaan berkas dan pembuatan dakwaan serta tuntutan dan dilimpahkan kepengadilan negeri yang berhak mengadili kasus.Kata Kunci: Penegakan Hukum, Pencemaran Nama Baik, Media Sosial
PEMBINAAN NARAPIDANA DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA GOLONGAN I (Suatu Penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Banda Aceh) Rizka Masturah; Dahlan Ali
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 5, No 4: November 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak - Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan faktor penyebab terjadinya kejahatan pengulangan tindak pidana narkotika golongan I, pembinaan narapidana dalam upaya pencegahan pengulangan tindak pidana narkotika golongan I, serta hambatan dan upaya pembinaan narapidana pengulangan tindak pidana narkotika golongan I di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Banda Aceh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat faktor yang menyebabkan narapidana mengulangi tindak pidana narkotika golongan I yaitu faktor pendidikan, ekonomi, lingkungan dan pengecapan (labelling). Pembinaan narapidana residivis narkotika golongan I yang belum efektif dikarenakan tidak ada pembinaan khusus terhadap narapidana residivis narkotika golongan I, serta hambatan dan upaya yang didapatkan dalam melakukan pembinaan narapidana residivis narkotika golongan I yaitu kekurangan petugas pembina dan fasilitas, melebihi kapasitas (over capasity) dan narapidana yang kurang antusias. Saran untuk Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Banda Aceh dapat  memperhatikan faktor-faktor yang menyebabkan narapidana mengulangi tindak pidana narkotika golongan I, melakukan pembinaan khusus kepada narapidana residivis narkotika, menambah jumlah petugas pembina dan fasilitas sehingga pelaksanaan pembinaan berjalan dengan baik dan efektif dengan tujuan agar dapat mencegah narapidana mengulangi tindak pidana narkotika golongan I.Kata Kunci: Pembinaan Narapidana, Pengulangan Tindak Pidana, Narkotika Golong I.
Analisis Yuridis Terhadap Pengalihan Hak Milik Melalui Akta Jual Beli Yang Diterbitkan Oleh Ppats Terhadap Tanah Yang Berperkara Di Pengadilan Popy Katarine; Dahlan Ali; Iman Jauhari
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol. 10 No. 1: April 2022 : Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan
Publisher : Magister of Law, Faculty of Law, University of Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/ius.v10i1.1004

Abstract

Kajian ini bertujuan untuk menganalisis pengalihan hak milik melalui akta jual beli yang diterbitkan oleh PPATS terhadap tanah yang sedang berperkara di Pengadilan. Idealnya PPATS menolak pembuatan akta jual beli karena tanah tersebut sudah bersertifikat bukan atas nama penjual yang menghadap ke PPATS. Kenyataan empiris menunjukkan PPATS tetap membuat pengalihan hak milik melalui akta jual beli seperti dalam kasus yang ditemukan dalam putusan perkara nomor 37/Pdt.G/2018/PN.Bna. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis pertimbangan hakim yang mengabulkan gugatan penggugat terkait pengalihan hak milik melalui akta jual beli yang diterbitkan oleh PPATS dan mengkaji kekuatan autentikasi terhadap akta jual beli yang diterbitkan oleh PPATS atas tanah yang sedang berperkara di pengadilan. Kajian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan analitis (analitis approach), pendekatan kasus (Case approach) dan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dasar pertimbangan hakim mengabulkan gugatan penggugat dikarenakan penggugat memiliki dasar kepemilikan terhadap tanah tersebut berupa putusan yang diputuskan oleh Mahkamah Agung Nomor 629 K/Pdt/1998 Jo. Putusan PK Mahkamah Agung RI Nomor 384 PK/Pdt/1998. Penerbitan akta jual beli atas tanah yang sedang berperkara di pengadilan yang mengandung cacat hukum ada dua yaitu penyimpangan terhadap syarat formil dan syarat materil dari prosedur pembuatan akta PPATS dan Kekuatan autentikasi akta jual beli yang diterbitkan oleh PPATS atas tanah yang sedang berperkara di pengadilan dalam kasus yang penulis telaah syarat objektif tidak terpenuhi maka perjanjian batal demi hukum dan akta jual beli yang diterbitkan oleh PPATS dikesampingkan pembuktiannya di pengadilan oleh Judex Factie dan dianggap tidak pernah ada.
Eksekusi Uang Pengganti terhadap Terpidana dalam Tindak Pidana Korupsi oleh Kejaksaan Tinggi Aceh Mohamad Ginanjar; Dahlan Ali; Mahfud Mahfud
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 18, No 2 (2016): Vol. 18, No. 2, (Agustus, 2016)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Pasal  18  ayat  (1) huruf  b Undang-Undang Nomor  20  Tahun  2001 tentang  perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (UUPTPK) mengatur bahwa: “pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi hal ini dapat dilihat dalam.” Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 1988 mengatur keadaan kondisional, apabila dalam pelaksanaan eksekusi pembayaran uang pengganti jumlah barang yang dimiliki terpidana tidak mencukupi lagi, harus diajukan melalui gugatan perdata ke pengadilan. Dengan demikian ketentuan yang mengatur penerapan jumlah Pembayaran uang pengganti, bertujuan untuk memulihkan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi. Masalah pokok penelitian ini ialah (1) Bagaimana mekanisme yang diterapkan guna melakukan penggantian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi? (2) Apakah kendala yang dihadapi pihak eksekutor dalam melakukan penggantian keuangan negara? (3) Apakah upaya yang dilakukan pihak Kejaksaan apabila Terpidana tidak sanggup melakukan penggantian keuangan negara? Penelitian dan pengkajian ini bertujuan menjelaskan mekanisme yang diterapkan guna melakukan penggantian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi, kendala yang dihadapi eksekutor dalam melakukan penggantian keuangan negara, dan upaya yang dilakukan pihak Kejaksaan apabila Terpidana tidak sanggup melakukan penggantian keuangan negara. Execution of Money in Lieu of Convict Corruption by the High Attorney Aceh  ABSTRACT. Article 18 Section 1 capital b Law Number 20 of 2001 about changes of legislation Number 31 of 1999 about eradication of corruption regulates that : “reimbursement as much as the properties gotten from the act of corruption”. The Handbill by the Supreme Court Number 4 of 1988 regulates conditionals condition if on the execution of reimbursement from the properties of the convict is insufficient, must be filled from the civil law court. Thus, the  requirements which regulates the application of reimbursement summation is done to recover the state losses from criminal act of corruption. The research main subjects are (1) What is the mechanism applied to conduct reimbursement of financial state in criminal act of corruption? (2) What are the obstacles faced by the executors in conducting reimbursement ? (3) What is the efforts performed by the Attorneys if the Convict cannot do the reimbursement ? This research study aims to explain the mechanism applied in conducting reimbursement of state finance in criminal act of corruption, the obstacles faced by the executors in conducting the financial reimbursement and the efforts done by the Attorney in the condition on the Convict fail to do financial reimbursement.