Tanah dan pembangunan adalah elemen penting dalam kemajuan suatu negara. Tanpa akses tanah yang memadai, pembangunan tidak dapat berjalan efektif. Seiring berkembangnya pembangunan, permintaan tanah untuk berbagai proyek meningkat, mencakup kepentingan negara, masyarakat, dan bisnis. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum sering melibatkan tanah negara atau milik masyarakat dengan berbagai bentuk kepemilikan, seperti hak milik individu, badan hukum, atau masyarakat adat. Namun, kebijakan pengadaan tanah sering kali memunculkan kontroversi, terutama terkait transparansi dan keadilan dalam pemberian ganti rugi kepada pemilik tanah yang kehilangan haknya. Kebijakan ini harus mematuhi prinsip hukum dan nilai-nilai yang berlaku, meskipun praktiknya sering menemui tantangan. Dalam penelitian hukum normatif ini, yang menggunakan pendekatan deskriptif analitis, ditemukan bahwa sengketa tanah warisan H. Asman Bin Yakup yang digunakan untuk Asrama Haji menunjukkan perlindungan hukum atas hak milik tidak terpenuhi. Sengketa ini melibatkan penerapan prinsip ne bis in idem dan Rechtverwerking, di mana pengadilan menolak gugatan karena dianggap tidak dapat diterima. Gugatan tersebut ditolak karena tanah telah digunakan selama lebih dari 30 tahun tanpa protes dari penggugat, dan gugatan dianggap kabur karena tidak jelas dalam merinci pelanggaran hukum yang diduga terjadi.