Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

Studi Pendirian Pabrik Natrium Sulfat Dekahidrat di Kabupaten Sampang Fanny Husna Ar-rosyidah; Hilal Abdur Rochman; Nuniek Hendrianie; Sri Rachmania Juliastuti
Jurnal Teknik ITS Vol 5, No 2 (2016)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (315.841 KB) | DOI: 10.12962/j23373539.v5i2.16846

Abstract

Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki kewajiban untuk melaksanakan pembangunan di segala bidang. Dalam hal ini, pemerintah menitikberatkan pada pembangunan di sektor industri. Salah satu produk yang dibutuhkan saat ini adalah natrium sulfat (Na2SO4). Natrium sulfat adalah garam natrium dari asam sulfur. Dalam bentuk anhidratnya, senyawa ini berbentuk padatan kristal putih dengan rumus kimia Na2SO4, atau lebih dikenal dengan mineral tenardit sedangkan bentuk dekahidratnya mempunyai rumus kimia Na2SO4.10H2O yang lebih dikenal dengan nama garam glauber atau sal mirabilis. Natrium sulfat banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri, antara lain di industri pulp dan kertas, deterjen, pembuatan flat glass, tekstil, keramik, farmasi, zat pewarna dan sebagai reagent di laboratorium kimia. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan Kementerian Perindustrian Republik Indonesia kebutuhan impor natrium sulfat di Indonesia (tahun 2010 hingga tahun 2014) rata – rata pertahunnya sebesar 218.967,238 ton. Meskipun kebutuhan industri akan natrium sulfat sangat banyak dan kegunaannya pun beragam, namun hingga saat ini Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri karena produksi natrium sulfat secara komersial masih sangat rendah. Hingga saat ini Indonesia baru memiliki 3 pabrik natrium sulfat dengan total kapasitas produksi sebesar 265.000 ton/tahun. Melihat data tersebut menunjukkan bahwa persediaan akan natrium sulfat di Indonesia masih sangat minim. Sehingga, pendirian pabrik natrium sulfat dekahidrat di Indonesia selain akan menguntungkan dari segi ekonomi, juga dapat memicu berkembangnya industri – industri pengguna natrium sulfat itu sendiri, sekaligus membuka lapangan kerja sehingga mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia. Dan ditinjau dari analisa ekonomi, didapatkan besar total investasi              : Rp 94.716.122.794; internal rate of return           : 30%; POT : 3.44 tahun; dan BEP : 33.73 %.
Pra-Desain Pabrik Bioetanol dari Jerami Padi Sholihatin Anggita; Kevin Rahmadi Sabar; Sri Rachmania Juliastuti; Nuniek Hendrianie
Jurnal Teknik ITS Vol 10, No 2 (2021)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j23373539.v10i1.70675

Abstract

Bioetanol pada dasarnya merupakan etanol yang diproduksi dari biomassa. Bioetanol mudah untuk diproduksi dari bahan bergula, berpati dan berserat. Salah satu bahan pembuatan bioetanol adalah jerami padi. Jerami padi merupakan sumber biomasa yang mengandung banyak selulosa dan sedikit lignin, berpotensi sebagai bahan pembuatan bioetanol. Beberapa kelebihan dari bioetanol yaitu memiliki titik nyala yang lebih tinggi dibanding bensin, emisi hidrokarbon sedikit sehingga dapat digunakan sebagai bahan bakar yang aman. Proses pembuatan bioetanol dari jerami padi dengan proses fermentasi dibagi menjadi tiga tahap yaitu Pre-Treatment dimana dalam proses ini lignin akan dilarutkan dengan NaOH 1% dan lignoselulosa dengan H2SO¬4, selanjutnya tahap Simultaneous Saccharification and Fermentation (SSF) dimana proses hidrolisis dan fermentasi terjadi pada satu reaktor, enzim dan mikroorganisme disatukan, sehingga glukosa akan dengan cepat diubah menjadi etanol, dan terakhir distilasi untuk memurnikan etanol. Pabrik ini beroperasi secara kontinyu 24 jam selama 330 hari dengan kapasitas produksi 20.978 kL/tahun. Analisa perhitungan ekonomi didapatkan IRR 19,05%/tahun, Pay Out Time (POT) 5,02 tahun, dan Break Event Point (BEP) 27 %.
Pra Desain Pabrik Bioetanol dari Limbah Batang Sorgum Difermentasikan dengan Kluyveromyces marxianus Yumna Dian Pawitra; Irham Raditya Putra; Sri Nastiti Rachmania Juliastuti; Nuniek Hendrianie
Jurnal Teknik ITS Vol 6, No 2 (2017)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (117.616 KB) | DOI: 10.12962/j23373539.v6i2.24755

Abstract

Pencemaran lingkungan dan krisis energi kini sudah menjadi topik hampir di semua kalangan. Karena hampir semua penggunaan energi menggunakan bahan bakar fosil yang memiliki dampak buruk bagi lingkungan sekitar. Dimana hal tersebut terdapat di hasil pembuangan dan pembakarannya yang sangat berbahaya, salah satunya karbon dioksida (CO2). Tetapi dengan meningkatnya karbon dioksida (CO2) kini dapat dikurangi dengan menggunakan beberapa metode dengan bahan baku yang tergolong ramah lingkungan untuk mendapatkan bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan seperti bioetanol. Salah satunya menggunakan limbah batang sorgum, karena kadar glukosa yang cukup tinggi. Bioetanol dapat diperoleh dengan proses fermentasi dengan bantuan mikroorganisme. Pra desain pabrik bioetanol dari limbah batang sorgum ini menggunakan tahapan proses pre-treatment, hidrolisis, fermentasi dan pemurnian. Adapun mikroorganisme yang digunakan adalah Kluyveromyces marxianus. Mikroorganisme ini termasuk anaerob dan menghasilkan etanol dan karbon dioksida. Konsumsi premium pada 2018 diperkirakan sebanyak 62.774.588 kL/tahun. Proses pembuatan bioetanol ini berlangsung secara batch , 24jam/hari dan 330 hari/tahun dengan perencanaan sebagai berikut, Kapasitas produksi : 3.044.462 kL/tahun, Bahan baku : 3430 kg/jam. Pabrik bioetanol ini akan didirikan di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur pada tahun 2018. Berdasarkan analisa ekonomi yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut : Internal Rate of Return : 10% per tahun, Pay Out Time : 1,45 tahun, dan BEP : 42,17%
Pra-Desain Pabrik Asam Sulfat dari Belerang dengan Proses Doubel Kontak Doubel Absorber Muhammad Luqman Hakim; Ferry Ida Nur Aini; Nuniek Hendrianie; Sri Rachmania Juliastuti
Jurnal Teknik ITS Vol 7, No 1 (2018)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (384.516 KB) | DOI: 10.12962/j23373539.v7i1.28816

Abstract

Asam sulfat merupakan salah satu bahan penunjang yang sangat penting dan banyak dibutuhkan industri kimia. Bahan baku untuk produksi asam sulfat didapat dari tambang belerang dari Gunung Ijen, Jawa Timur. Katalis untuk menunjang pembuatan asam sulfat adalah Vanadium Pentaoksida (V2O5). H2SO4 menggunakan proses Double Kontak Double Absorb. Pabrik direncanakan  berkapasitas 247.777 ton/tahun, dimana pabrik akan beroperasi selama 24 jam sehari, 350 hari operasi. Proses pembuatan asam sulfat dengan proses Double Contact Double Absorb ada 4 tahap. Tahap pertama adalah persiapan bahan baku dimana sulfur granular di cairkan dalam melter berpengaduk menjadi sulfur cair. Tahap kedua adalah pembentukan gas SO2 dimana sulfur cair dipompakan ke sulfur burner untuk dibakar dengan fuel gas dan udara kering. Reaksi tahap ke 2 yaitu : S + O2 → SO2 - 70,96. 103 Kcal/kmol. Tahap ketiga yaitu proses kontak pertama untuk pembentukan gas SO3 dimana gas SO2 hasil pembakaran dikonversikan kedalam converter melalui 3 bed dengan bahan penunjang katalis vanadium pentaoksida, hasil konversi gas SO3 sebesar 98,5%. Reaksi tahap ke 3 yaitu : SO2 + ½ O2 SO3 - 23,49. 103 Kcal/kmol Tahap keempat yaitu  Absorbsi gas SO3 dan Drying Air dimana gas SO3 hasil konversi diabsorb di absorber tower I menggunakan media pengabsorb kandungan air dalam H2SO4 98,5% menjadi produk H2SO4, produk diparalel ke Drying Tower untuk pembuatan udara kering dengan mengontakkan udara bebas dengan H2SO4 kemudian kandungan air dalam udara bebas diserap, Gas SO3 yang gagal terabsorb di absorber tower I diumpankan ke converter bed 4 kemudian diabsorb di absorber tower II, produk H2SO4 kemudian didinginkan dan disimpan di Storage Tank. Reaksi tahap ke 4 yaitu : SO3 + H2O     H2SO4 - 32,8 kcal/kmol
Degradation of Hydrogen Sulfide in Stillage as Ethanol Industrial Waste by Acidithiobacillus thiooxidans and Pseudomonas putida with Aerobic Biofiltration Method in Bioreactor Vivi Alvionita Sari; Sri Rachmania Juliastuti
Jurnal Teknik ITS Vol 8, No 2 (2019)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (880.451 KB) | DOI: 10.12962/j23373539.v8i2.49728

Abstract

Stillage or vinasse is a by-product or waste from the fermentation-distillation process of the bioethanol industry. Stillage is the bottom product of the ideal distillation column. Stillage has a high sulfur content. In this waste, the sulfur content was 1680 mg/L. This liquid wastes are dangerous if it discharges directly into the environment without pretreatment.  For this reason, pretreatment is needed to reduce the sulfur concentration of liquid waste (stillage) using biofiltration method. The objective of this research is to eliminate the content of H2S or sulfur in the wastewater of the bioethanol industry (stillage) by using aerobic bacteria such as Acidithiobacillus thiooxidans dan Pseudomonas putida. The method of this experimental work used biofiltration which are attached on wood chips by aerobic bacterial to form biofilms in the reactor. The process in this study was conducted in two steps. The first step was carried out by sulfur oxidizing bacteria such as A.thiooxidans and P. putida with a concentration of 10% and 20% (v/v) that growth on packing to form biofilms in the reactor for 13 days. Furthermore, as the second step the bacteria degraded H2S content of liquid waste with attached bacteria on packing for 15 days in biofiltration reactor. From the preliminary results of this study, reactor with 10% (v/v) A. thiooxidans on wood chips packing and 30% (v/v) concentration stillage can degraded H2S from 4.90 mg/L to 2.61 mg/L (46.73% removal efficiency) and for reactor with 20% (v/v) A. thiooxidans can degraded H2S from 4.90 mg/L to 2.43 mg/L (50.41% removal efficiency). Meanwhile, reactor with 10% (v/v) P. putida can degraded H2S from 4.90 mg/L to 2.90 mg/L (40.82% removal efficiency) and for reactor with 20% (v/v) P. putida can degraded H2S from 4.90 mg/L to 2.84 mg/L (42.04% removal efficiency).
Pra-desain Pabrik Vanillin dari Kraft Lignin Agra Yuba Bachtiar; Nelly Fatria Wahani; Sri Rachmania Juliastuti; Nuniek Hendrianie
Jurnal Teknik ITS Vol 9, No 2 (2020)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j23373539.v9i2.55646

Abstract

Vanillin merupakan senyawa yang digunakan untuk perasa vanilla sintetik, antioksidan guna kosmetik, dan salah satu bahan untuk senyawa farmasi. Sebagai salah satu negara agraris, masyarakat indonesia melakukan bercocok tanaman vanilla guna bahan baku utama dalam produksi vanillin. Meskipun demikian, berdasarkan data dari Food Agricultural Organization (FAO), bila diproyeksikan, kebutuhan vanillin nasional pada tahun 2025 akan mencapai sekitar 47.000 ton/tahun. Dengan ini, peluang untuk dibukanya industri yang memproduksi vanillin sintetik akan terbuka lebar untuk memenuhi kebutuhan yang masih belum tercukupi. Proses pembuatan vanillin sintetik dilakukan dengan kraft lignin sebagai bahan baku utama. Mula-mula kraft lignin akan mengalami reaksi oksidasi menjadi vanillin yang dibantu dengan senyawa nitrobenzene pada tekanan 10 bar dan suhu 110 oC. Vanillin yang dihasilkan diekstrak menggunakan pelarut etil asetat dan dilanjutkan dengan pemurnian menggunakan kolom distilasi pada suhu 88 oC dan tekanan 1 bar. Vanillin didapat dari kolom distilasi bagian bawah. Vanillin yang didapat kemudian mengalami kristalisasi, lalu dicuci, dikeringkan, dan selanjutnya disimpan untuk dijual. Untuk dapat mendirikan pabrik ini, diperlukan total modal investasi sebesar Rp. 220.572.130.151 dengan total biaya produksi sebesar Rp. 355.372.802.387 untuk produksi 100% kapasitasnya sebanyak 6880 ton/tahun. Estimasi umur pabrik adalah 10 tahun dan waktu pengembalian pinjaman sekiranya selama 4,88 tahun. Dari perhitungan yang telah dilakukan, internal rate of return (IRR) diperoleh sebesar 21,48%, payout time (POT) selama 4,46 tahun, dengan Break Even Point (BEP) sebesar 22,21%.
Pra Desain Pabrik Margarin dari Biji Jagung dengan Proses Hidrogenasi Awaludin Rauf Firmansyah; Syahadana Putra Yuzansa; Sri Rachmania Juliastuti
Jurnal Teknik ITS Vol 9, No 2 (2020)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j23373539.v9i2.58257

Abstract

Dalam penelitian ini telah dilakukan suatu perancangan pabrik margarin berbahan baku biji jagung dengan proses hidrogenasi berkapasitas 10.404 ton/tahun, waktu operasi 24 jam selama 340 hari/tahun. Tujuan perancangan pabrik margarin ini ialah untuk memenuhi kebutuhan margarin dalam negeri sebanyak 20%. Pabrik margarin ini direncanakan akan beroperasi pada tahun 2022 dan berlokasi di Kecamatan Montong, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Pemilihan lokasi ini didasarkan atas ketersediaan bahan baku, kedekatan dengan pasar, serta keberadaan sarana penunjang baik untuk distribusi maupun untuk utilitas pabrik. Pembuatan margarin ini menggunakan proses hidrogenasi dan secara garis besar terdapat 3 tahapan utama meliputi tahap pressing, tahap pemurnian minyak, dan tahap pembuatan margarin. Dari analisa ekonomi didapatkan total biaya produksi sebesar Rp.181.445.128.144 dan total penjualan produk sebesar Rp. 367.000.425.005 dengan IRR 27,17 %, POT selama 5 tahun 6 bulan, dan BEP sebesar 28,9 % kapasitas.
Biodegradation of Extractable Petroleum Hydrocarbons by Consortia Bacillus cereus and Pseudomonas putida in Petroleum Contaminated-Soil Abubakar Tuhuloula; Suprapto Suprapto; Ali Altway; Sri Rachmania Juliastuti
Indonesian Journal of Chemistry Vol 19, No 2 (2019)
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (512.652 KB) | DOI: 10.22146/ijc.33765

Abstract

Contamination of soil by the activities of exploration, production, and disposal of oil waste into the environment causes serious damage to the environmental ecosystem, the target of processing by the bacteria as a model for remediation of oil contaminated site. Thus, the study was focused on determining the biodegradation percentage of extractable petroleum hydrocarbons as a function of the oil concentration. This research was conducted in a slurry bioreactor with mixed contaminated soil to water ratio of 20:80 (wt.%). A consortium of Bacillus cereus and Pseudomonas putida bacteria 10% (v/v) and 15% (v/v) with the ratio of 2:3, 1:1, and 3:2 was inserted into the slurry bioreactor and a single reactor was used as a control. The result of identification with an initial concentration of extractable petroleum hydrocarbons of 299.53 ng/µL, after 49 days of incubation for bacterial consortium 10% (v/v), the concentration was reduced to 85.31; 32.43; 59.74; and 112.22 ng/µL respectively and the biodegradation percentage was 71.5; 89.17; 80.05; and 62.54%. As for the bacterial consortium concentration of 15% (v/v) with the same ratio and control, the effluent concentration was 12.48; 7.72; 18.93 ng/µL, respectively or the biodegradation percentage was 95.83; 97.42; 93.68%.
Study of Activated Carbon from Coconut Shell Waste to Adsorb Cu and Mn Metals in Acid Mine Drainage Lailan Ni`mah; Mahfud Mahfud; Sri Rachmania Juliastuti
Journal of Fibers and Polymer Composites Vol. 1 No. 1 (2022): Journal of Fibers and Polymer Composites
Publisher : Green Engineering Society

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (715.069 KB) | DOI: 10.55043/jfpc.v1i1.35

Abstract

Abstract. The purpose of this research is to make activated carbon from coconut shell carbon and examine its use in adsorbing metals in acid mine drainage; to study the types of activators; to determine the optimum mass for the efficiency of reducing the concentration of Cu2+ metal and Mn2+ metal (percent removal) using the activated carbon from coconut shell carbon; and to determine the adsorption of isothermal model. Based on the results of the study, it is concluded that activated carbon could be made from coconut shell carbon with 20% H3PO4 chemical activation. Before being activated, it was made by heating at a temperature of 300°C for 2 hours. The best activated carbon in terms of metals adsorption in acid mine drainage was in a mass of 4 grams with each percent removal of 57.62% for Cu metal and 91.37% for Mn metal. Data analysis of the effect of concentration on adsorption capacity used the Langmuir and Freundlich isotherm equations. The Langmuir equation for the adsorption of Mn metal obtained the maximum adsorption capacity (qmax) of 15.16 mg/g; KL=73.09 mol/L and R2=0.9568. Meanwhile, the adsorption of Cu metal obtained the maximum adsorption capacity (qmax)=4.73 mg/g; KL=73.14 mol/L and R2= 0.9304. In Freundlich's equation, on the adsorption of Mn metal, the resulting KF=15.14 mol/L; R2=0.9129, while on the adsorption of Cu metal, the resulting KF=.72 mol/L; R2= 0.9092. Based on the data, the adsorption isotherm curve more closely follows the Langmuir isotherm model (adsorption takes place in one layer (monolayer).
Pendampingan Pembuatan Pupuk Cair Berbasis Organik dan Aplikasinya Terhadap Tanaman Uji secara Hidroponik Raden Darmawan; Sri Rachmania Juliastuti; Nuniek Hendrianie; Lailatul Qadariyah; Annas Wiguno; Ayu Paramita Firdaus; Imro’atus Nur Mufidah Dimyati Putri; Ina Nurfia; Renita Nurul Fitria; Ridha Agustina Kholifatun Nisa; Achmad Fajrul Akbar
Sewagati Vol 6 No 2 (2022)
Publisher : Pusat Publikasi ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2295.139 KB) | DOI: 10.12962/j26139960.v6i2.24

Abstract

Limbah merupakan sisa hasil dari sebuah proses atau usaha yang tidak dapat digunakan kembali serta memberikan efek negative terhadap lingkungan. Dalam keseharian, UMKM Jenang Murni di Ponorogo, menghasilkan limbah air kelapa sebanyak 30–40 liter dan limbah cair tersebut hanya hanya dibuang ke lingkungan. Hal ini, tentu akan menyebabkan permasalahan lingkungan. Di sisi lain, kebutuhan dan harga pupuk yang semakin meningkat dan mahal, dan sebagai upaya untuk mencegah kerusakan tanah akibat penggunaan pupuk anorganik. Tuntutan untuk mengurangi pencemaran lingkungan dan merespon kebutuhan serta mahalnya harga pupuk, melatarbelakangi pengabdian tentang pemanfaatan limbah menjadi lebih bermanfaat dan bernilai ekonomis. Permasalahan tersebut, dapat diatasi dengan mengolah limbah air kelapa menjadi pupuk organik cair. Metode yang digunakan adalah dengan melakukan pendampingan eksperimen pembuatan pupuk cair, dimana limbah air kelapa diolah mejadi pupuk organik yang kemudian diaplikasikan ke tanaman uji secara hidroponik. Kegiatan yang dilakukan bertujuan untuk memberikan pemahaman serta mengedukasi kepada UMKM yang berada di Ponorogo serta Pondok Pesantren Al Ahsan melalui pendampingan langsung dan kegiatan webinar secara khusus sehingga bisa meningkatkan pemahaman dalam produktifitas pupuk limbah organik dari limbah air kelapa yang diharapkan mampu meningkatkan perekonomian.