Tucunan, Karina Pradinie
Departemen Penataan Wilayah Dan Kota Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Published : 12 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

GEMEINSCHAFT CITY: KONSEP DAN PENGUKURAN KOTA GUYUB Tucunan, Karina Pradinie
Jurnal Penataan Ruang Vol 13, No 1 (2018): Jurnal Penataan Ruang 2018
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (318.494 KB) | DOI: 10.12962/j2716179X.v13i1.6672

Abstract

Dalam dialog keruangan dan model perkembangan perkotaan, kampung merupakan representasi dari sistem guyub dan tidak akan ditemui dalam konteks perkotaan. Paradigma planning sendiri bergeser dari yang semula berorientasi top down menjadi bottom up. Tujuan perencanaan ini untuk menciptakan lingkungan yang lebih ?guyub? (gemeinschaft) untuk masyarakat dimana masyarakat bisa menikmati hasil perencanaan itu sendiri. Keberadaan kota yang guyub dimana masyarakatnya memiliki inisiatif dalam pembangunan kotanya dan termasuk berpartisipasi di dalamnya memiliki dampak yang lebih positif terhadap pembangunan kota. Kota guyub (gemeinschaft city) timbul disebabkan dua konsep besar yakni Tonnies (1886) dengan faktor ? faktor dominasi nilai ? nilai kekerarabatan dibandingkan dengan nilai?nilai yang sifatnya formal pada suatu wilayah dan perkembangan paradigma perencanaan di Amerika yang diusung Jane Jacobs (1992) yang menunjukkan bahwa perencanaan berbasis komunitas merupakan jenis perencanaan terbaik yang dapat dihasilkan oleh seorang perencana. Konsep mengenai gemeinschaft dan community based planning memang merupakan dua konsep yang berbeda, namun konsep ini secara tidak langsung memiliki keterkaitan yang erat satu sama lain. Melihat dua hal tersebut maka dapat ditarik suatu dugaan bahwa Kota Guyub merupakan kota atau area/bagian perkotaan yang memiliki karakter lokal dan nilai?nilai gemeinschaft yang diindikasikan oleh hubungan/interaksi kekerabatan yang ada di wilayah tersebut dan terwujud dalam ekspresi keruangan yang intim dengan masyarakatnya. Dengan definisi yang sangat baru tersebut maka diperlukan indikator dan parameter untuk membuktikan keberadaan Kota Guyub. Setidaknya terdapat tiga aspek untuk dapat membedakan bentukan Kota Guyub dan Kota formal yaitu bentuk dasar, underlying system dan ekspresi keruangan yang ditimbulkan.
Analisis Rekognisi Citra Ruang Kota Surabaya Berdasarkan Persepsi Masyarakat Melalui Lensa Sosial Media Raga Bagas Pratama; Karina Pradinie Tucunan
Jurnal Teknik ITS Vol 10, No 2 (2021)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j23373539.v10i2.63408

Abstract

Kemajuan teknologi serta tekanan perkembangan zaman, mendorong Kota Surabaya untuk terus melakukan perbaikan dan pembangunan, memunculkan berbagai pusat aktivitas dan budaya baru yang sebelumnya dianggap tidak ada. Hingga pada satu titik dimana saat ini belum ditemukannya satu sudut pandang yang sama mengenai Kota Surabaya, bertahan dengan idealisme atau mengakui kamajuan dengan realis. Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna Kota Surabaya bagi orang-orang yang pernah mengunjunginya dengan memanfaatkan “big data” yang ada pada media sosial. Media sosial menyediakan “big data” bagi para peneliti untuk melakukan analisis real-time, sebagai etnografer digital, tentang tempat dan atribut apa yang dimaknai seseorang dalam lanskap kota yang mereka tinggali atau kunjungi. Penelitian ini menggunakan teori citra kota dengan metode analisis density mapping untuk mengidentifikasi titik-titik pemusatan area kota, Analysis of view scenes untuk mengidentifikasi urban artifak dari kota tersebut, dan yang terakhir adalah Analysis of scene-tags dimana analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola experience dan activity dari foto yang diupload untuk merumuskan interpretasi makna dari user yang mengupload mengenai tempat yang mereka kunjungi (collective memory). Hasil penelitian menunjukkan karakter kuat di masing-masing bagian wilayah Kota Surabaya yang terbagi secara yuridiksi, yakni Surabaya Barat teridentifikasi sebagai wilayah perumahan dan berbagai aktivitas perumahan di dalamnya, Surabaya Utara teridentifikasi sebagai wilayah dengan atraksi wisata alam – pantai dan permukiman padat, Surabaya Timur teridentifikasi sebagai wilayah yang masiv kegiatan akan pendidikan dan taman-taman, Surabaya Selatan teridentifikasi sebagai wilayah dengan dominasi kegiatan berupa kegiatan wisata baik alam maupun buatan, dan Surabaya Pusat teridentifikasi sebagai wilayah yang menyuguhkan city scape dengan tema historical. Setiap bagian wilayah Kota Surabaya tersebut menujukkan betapa semua kebutuhan dasar hidup individu mampu dijawab/dilakukan di kota ini, sehingga Kota Surabaya bisa dikatakan sebagai Way of Life bagi masyarakat yang hidup didalamnya.
Identifikasi Pola Distribusi dan Pola Hubungan Elemen Spatial Archaeology pada Satdia Dakwah Sunan Ampel di Kawasan Cagar Budaya Ampel Surabaya Fepby Pujiati Rohhana; Karina Pradinie Tucunan
Jurnal Teknik ITS Vol 8, No 2 (2019)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (295.09 KB) | DOI: 10.12962/j23373539.v8i2.48356

Abstract

Kota Surabaya memiliki berbagai potensi wisata heritage yang memiliki nilai sejarah tersendiri, salah satunya adalah kawasan Islamic heritage di kawasan Ampel yang menjadi pusat keislaman tertua di Surabaya. Warisan budaya yang ada di suatu kawasan akan mencerminkan ciri kas identitas kawasan yang dapat diketahui melalui bangunan-bangunan peninggalannya dan ide-ide di dalam masyarakat yang masih dipakai hingga sekarang. Warisan budaya di kawasan Ampel belum sepenuhnya mencerminkan identitas kawasan. Kawasan Ampel hanya terfokus pada bangunan tunggal seperti Masjid dan Makam Sunan Ampel saja tanpa menghubungkan dengan bangunan lain, sehingga belum memanfaatkan potensi kawasan Ampel secara keseluruhan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola distribusi dan pola hubungan elemen spatial archaeology di kawasan Ampel pada masa awal masuknya Islam. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik kualitatif. Peneliti menggunakan data sekunder dari Pemerintah Kota Surabaya, survei lapangan, dan hasil wawancara dari narasumber. Sedangkan analisa menggunakan pendekatan kajian spatial archaeology. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa sebaran elemen spatial archaeology yang ditemukan membentuk pola distribusi berbentuk pola clustered atau mengelompok di area pusat kawasan yaitu Masjid Sunan Ampel, sedangkan pola hubungannya membentuk pola hubungan sacral-sakral di area Masjid dan Makam Sunan Ampel, dan pola hubungan profane-profan di area gapura yang menjadi batas kawasan. Sehingga didapatkan bahwa kawasan Ampel pada stadia dakwah Sunan Ampel menjadikan nilai religi sebagai nilai yang disakralkan, sehingga area dengan nilai religi menjadi area pusat kegiatan di kawasan Ampel. Dan ide tersebut masih diterapkan hingga sekarang.
Konfigurasi Ruang Kawasan Pondok Pesantren Tebuireng Kabupaten Jombang Sonia Catarina Amalia; Karina Pradinie Tucunan
Jurnal Teknik ITS Vol 10, No 2 (2021)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j23373539.v10i2.77427

Abstract

Makam Gus Dur yang terletak di Kawasan Tebuireng Jombang telah berkembang pesat menjadi kawasan wisata religi yang ramai dikunjungi oleh peziarah. Dalam perkembangannya, kawasan ini kemudian direncanakan sebagai kawasan wisata religi berskala nasional sehingga kedepannya akan dilakukan banyak pembangunan. Agar rencana ini dapat berjalan selaras dengan kehidupan masyarakat dan fungsi utama kawasan sebagai kawasan pendidikan berbasis Agama Islam, maka perlu diketahui konfigurasi ruang dari Kawasan Makam Gus Dur Tebuireng. Penelitian ini terdiri dari dua tahapan yakni identifikasi delineasi Kawasan Makam Gus Dur Tebuireng Jombang dan perumusan konfigurasi ruang Kawasan Makam Gus Dur Tebuireng Jombang. Penulis melakukan pengumpulan data dengan melakukan In Depth Interview dan Focus Group Discussion serta observasi. Metode pengolahan data yang digunakan adalah content analysis dan mapping. Dari hasil penelitian diketahui bahwa Kawasan Tebuireng dibatasi oleh batas-batas fisik seperti bangunan yang dikelola oleh Yayasan Pondok Pesantren Tebuireng dan bangunan lainnya serta batas sensori berupa jangkauan suara adzan dan juga transforming space berdasarkan kegiatan pengajian rutin dan pelaksanaan kegiatan eventual masyarakat setempat. Terdapat tiga pembagian ruang pada Kawasan Makam Gus Dur Tebuireng berdasarkan kegiatan yang dilaksanakan di dalamnya yakni ruang berdasarkan fungsi dan fisikal, ruang spiritual, dan ruang berdasarkan konsepsi. Ruang berdasarkan fungsi dan fisikal adalah ruang yang terbagi menurut fungsi dan fisiknya serta kegiatan utama dominan yang ada pada kawasan tersebut. Ruang spiritual adalah ruang-ruang dimana terjadi hubungan vertikal antara manusia, Tuhan, dan energi abstrak lainnya. Ruang berdasarkan konsepsi (Transforming space) adalah ruang yang mampu berubah fungsinya sesuai situasi dan kondisi yang dikehendaki manusia yang menempatinya diantaranya perumahan dan jalan raya. Kebiasaan dan tradisi masyarakat yang beriringan dengan berjalannya kepercayaan masyarakat beragama Islam memunculkan ruang-ruang yang mampu berubah fungsinya (Transforming Space). Kegiatan-kegiatan yang ada di Kawasan Tebuireng juga mempengaruhi sifat-sifat masing-masing ruang mengakibatkan adanya perbedaan ruang publik dan ruang privat.
KONSEP IMPLEMENTASI TACTICAL URBANISM DALAM PENINGKATAN KUALITAS FISIK KAMPUNG WISATA HIDROPONIK SIMOMULYO Karina Pradinie Tucunan; Sutikno Sutikno; Setiawan Setiawan; Lydia Angela Gonodiharjo; Galih Alco Pranata
JMM (Jurnal Masyarakat Mandiri) Vol 6, No 1 (2022): Februari
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1178.579 KB) | DOI: 10.31764/jmm.v6i1.6234

Abstract

Abstrak: Kampung Hidroponik Simomulyo memiliki potensi untuk menjadi kampung eduwisata karena partisipasi aktif warganya dalam kegiatan hidroponik. Kondisi fisik yang kurang menarik serta keterbatasan lahan dalam menampung serangkaian kegiatan menjadi penghambat dalam mewujudkan kampung eduwisata. Pengabdian ini bertujuan untuk memberikan solusi dalam mengatasi kendala Kampung Hidroponik melalui penerapan konsep tactical urbanism agar mampu mengakomodir beragam kegiatan menjadi segmen-segmen yang fleksibel serta mampu memberikan konsep rancang yang memunculkan daya tarik. Kegiatan pengabdian ini menggunakan tiga metode partisipatory melalui kegiatan Focus Group Discussion, pemetaan kegiatan sosial-ekonomi, serta perancangan kawasan. Hasil dari penerapan tactical urbanism di kampung hidroponik adalah terbentuknya konsep peningkatan kualitas fisik kampung untuk 5 zona kegiatan eduwisata. Kelima zona tersebut diantaranya zona A untuk kegiatan festival, zona B untuk kegiatan transisi menuju rest area, serta zona C-D-E untuk kegiatan edukasi hidroponik  .Hingga tersusunnya jurnal ini, persentase peningkatan kualitas fisik kampung yang telah diimplementasikan adalah sebesar 20% dengan teralisasinya konsep tactical urbanism pada zona A untuk kegiatan festival. Abstract:  Simomulyo Hydroponic Village has the potential to become an edutourism village due to the active participation of its citizens in hydroponic activities. Unattractive physical conditions and limited land to accommodate a series of activities are obstacles in realizing an edutourism village. This service aims to provide solutions in overcoming the obstacles of the Hydroponic Village through the application of the concept of tactical urbanism in order to be able to accommodate various activities into flexible segments and be able to provide design concepts that create attractiveness. This service activity uses three participatory methods through Focus Group Discussion activities, mapping of socio-economic activities, and regional design. The result of the application of tactical urbanism in hydroponic villages is the formation of concept to improving the physical quality of the village for 5 zones of edutourism activities. The five zones include zone A for festival activities, zone B for transition activities to rest areas, and zone C-D-E for hydroponic education activities. Until the writing of this journal, the percentage of improving the physical quality of the village that has been implemented is 20% with the realization of the concept of tactical urbanism in zone A for festival activities.  Abstrak: Kampung Hidroponik Simomulyo memiliki potensi untuk menjadi kampung eduwisata karena partisipasi aktif warganya dalam kegiatan hidroponik. Kondisi fisik yang kurang menarik serta keterbatasan lahan dalam menampung serangkaian kegiatan menjadi penghambat dalam mewujudkan kampung eduwisata. Pengabdian ini bertujuan untuk memberikan solusi dalam mengatasi kendala Kampung Hidroponik melalui penerapan konsep tactical urbanism agar mampu mengakomodir beragam kegiatan menjadi segmen-segmen yang fleksibel serta mampu memberikan konsep rancang yang memunculkan daya tarik. Kegiatan pengabdian ini menggunakan tiga metode partisipatory melalui kegiatan Focus Group Discussion, pemetaan kegiatan sosial-ekonomi, serta perancangan kawasan. Hasil dari penerapan tactical urbanism di kampung hidroponik adalah terbentuknya konsep peningkatan kualitas fisik kampung untuk 5 zona kegiatan eduwisata. Kelima zona tersebut diantaranya zona A untuk kegiatan festival, zona B untuk kegiatan transisi menuju rest area, serta zona C-D-E untuk kegiatan edukasi hidroponik[dp1] [S2] .Hingga tersusunnya jurnal ini, persentase peningkatan kualitas fisik kampung yang telah diimplementasikan adalah sebesar 20% dengan teralisasinya konsep tactical urbanism pada zona A untuk kegiatan festival. Kata Kunci: Perancangan, Tactical Urbanism, Kampung Hidroponik, Eduwisata Abstract:  Simomulyo Hydroponic Village has the potential to become an edutourism village due to the active participation of its citizens in hydroponic activities. Unattractive physical conditions and limited land to accommodate a series of activities are obstacles in realizing an edutourism village. This service aims to provide solutions in overcoming the obstacles of the Hydroponic Village through the application of the concept of tactical urbanism in order to be able to accommodate various activities into flexible segments and be able to provide design concepts that create attractiveness. This service activity uses three participatory methods through Focus Group Discussion activities, mapping of socio-economic activities, and regional design. The result of the application of tactical urbanism in hydroponic villages is the formation of concept to improving the physical quality of the village for 5 zones of edutourism activities. The five zones include zone A for festival activities, zone B for transition activities to rest areas, and zone C-D-E for hydroponic education activities. Until the writing of this journal, the percentage of improving the physical quality of the village that has been implemented is 20% with the realization of the concept of tactical urbanism in zone A for festival activities. Keywords: Design, Tactical Urbanism, Hydroponic Village, Eduwisata  [dp1]Sebaiknya disertakan persentase perubahan lingkungan eduwisata yang terjadi sebelum dan sesudah dilakukan tactical urbanism? [S2]Telah ditambahkan
Elemen Citra Kawasan Ampel Surabaya Dalam Perspektif Historik dan Arkeologi Ferril Pamungkas Maramba Putra; Karina Pradinie Tucunan
Jurnal Penataan Ruang Vol 16, No 2 (2021): Jurnal Penataan Ruang 2021
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j2716179X.v16i2.7456

Abstract

Kota Surabaya memiliki kawasan cagar budaya yang memiliki nilai sejarah di daerah Ampel yang bernilai sejarah Islam. Namun, situs tersebut mengandung fitur, struktur, serta artefak yang tidak sesuai dengan karakteristik negara magrib. Penelitian bertujuan menganalisa pengaruh akulturasi dalam aspek desain perkotaan situs Ampel dan implikasi pertumbuhan masa depan daerah tersebut. Dipersembahkan oleh pendekatan etnologi, penelitian ini menemukan bahwa selain Islam, ada beberapa pengaruh Hindu dan juga Jawa (budaya lokal) yang membentuk situs warisan Islam ini.Pengaruh Islam ditemukan dalam aspek berikut: (1) path, komponen pola sirkulasi grid-linear yang terdiri dari jalan utama (syari), jalan kecil (fina), dan pola buntu (cul-de-sac); (2) pada area publik, fungsi sebagai komponen simpul yang dapat diakses oleh siapa saja. Itu terletak di sekitar area ekspansi Masjid Ampel; (3) ujungnya, komponen ini adalah pasar lokal (suq), yang juga ada di banyak negara magrib; (4) distrik, komponen ini terdiri dari tiga bagian, yang merupakan distrik pemukiman, distrik ibadah, dan distrik suqs berorientasi ke Masjid Ampel; (5) terakhir, komponen Landmark adalah Masjid Ampel sebagai pusat wilayah.Sedangkan, aspek desain perkotaan mengadopsi pengaruh Islam, ornamen, warna, dan simbol mewakili pengaruh Hindu sebagai warisan Kerajaan Majapahit. Pertama, pada komponen tepi, adalah warisan Kerajaan Majapahit dalam bentuk gerbang (paduraksa) sebagai daerah transisi menuju ruang suci di masjid, konsep ini hampir tidak digunakan pada desain perkotaan Islam. Kedua, penggunaan ornamen Kerajaan Majapahit Surya Wilwatika yang berarti kekuatan dan kemenangan, tanaman memanjang yang berarti kesuburan, kuncup bunga yang berarti banyak biji, delapan di mahkota bunga.Pengaruh Jawa ditemukan di Masjid Ampel (tengara). Ini adalah bentuk atap bertingkat tiga konsep kosmologis. Konsep ini mencoba menginternalisasi tiga tindakan (rasio-akal-hati), maka akan menyatukan untuk membentuk atap yang disebut atap Tajug. Kedua, pengaruh Jawa juga ditemukan di ujung atap Masjid Ampel sebagai mustika (mahkota), ciri khas budaya Jawa, dan mendefinisikan otoritas tertinggi untuk Tuhan.
Studi Vastu Shastra di Kerajaan Majapahit, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto Febe Naulisudena Marbun; Karina Pradinie Tucunan
Jurnal Penataan Ruang Vol 16, No 2 (2021): Jurnal Penataan Ruang 2021
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j2716179X.v16i2.7546

Abstract

Kecamatan Trowulan yang dikenal dengan ‘Kota Majapahit’ menyimpan warisan Kerajaan Majapahit sebagai salah satu kerajaan di Indonesia yang menganut kepercayaan Hindu. Kepercayaan yang dianut Kerajaan Majapahit, didukung dengan konsep kosmologi yang terkandung di dalam perencanaan kotanya untuk menjaga keseimbangan alam semesta, memunculkan dugaan adanya adaptasi teori perencanaan tradisional kuno India, yaitu Vastu Shastra, pada perencanaan kota Kerajaan Majapahit.Penelitian ini ditujukan untuk menyusun Studi Vastu Shastra di Kerajaan Majapahit Kecamatan Trowulan untuk mengenal lebih dalam makna dan identitas berdasarkan warisan peninggalan Kerajaan Majapahit. Langkah yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut yaitu melalui studi literatur dan wawancara mendalam dengan ahli sehingga penemuan yang didapatkan dapat menjawab dugaan pada penelitian dengan melakukan komparasi tata ruang Kerajaan Majapahit di Kecamatan Trowulan dengan konsep Vastu Shastra.Hasil komparasi tata ruang Kerajaan Majapahit di Kecamatan Trowulan dengan konsep Vastu Shastra menunjukkan adanya adaptasi yang sesuai, meskipun tidak seluruhnya relevan, melainkan hanya di bagian-bagian tertentu yaitu (1) secara Mikro, pada kriteria orientation, living areas, dan floor plans, (2) secara Meso dan Makro, pada kriteria pusat kota, peletakan istana dan peletakan alun-alun, serta (3) pada tipe kota Vastu, yakni Dandaka dan Sarvatobhadra dalam kriteria pusat kota, penataan jalan utama, dan dinding kota, serta Prastara dan Chaturmuka dalam kriteria penataan jalan, penataan bangunan, dan dinding kota.
STUDI NETNOGRAFI PENERAPAN SKENARIO KEBIJAKAN KERUANGAN COVID-19 DI KOTA SURABAYA Bagus Fadhilah Apriadi; Talitha Aurellia Alfiansyah; Zulfati Nur Izzah; Risca Tasya Qorina; Ade Tri Kencana; Karina Pradinie Tucunan
Jurnal Soshum Insentif Vol 4 No 2 (2021): Vol 4 No 2 (Oktober, 2021): Jurnal Soshum Insentif
Publisher : Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah IV

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36787/jsi.v4i2.592

Abstract

Abstract - The COVID-19 pandemic in Indonesia has disrupted various community activities. Likewise in Surabaya, which was identified as a black zone in 2020. Therefore, a lockdown policy has been implemented to reduce the COVID-19’s spread such as PSBB Surabaya Raya I, II, and III; PPKM Surabaya; and PPKM Mikro Surabaya. The implementation of the lockdown has become trend on social media and created various assumptions. In addition, the spatial zoning regulations have not supported the pandemic so that the regulations are more siding of the economy and city development without reviewing its readiness facing the pandemic. This study uses secondary data collection methods through data mining also primary data through teleconference and distributing online questionnaires. So, from collecting data on social media and community aspirations, it is hoped that they can create spatial policies that are in accordance with community conditions and can also reduce the number of COVID-19 cases. The result shows that there are five topics becoming peoples’ perceptions and preferences, such as social, economy, mobility, environment, and health. Moreover, they state that PSBB Surabaya Jilid 1,2, and 3 aren’t the best policy and PPKM Micro are the best policy. Similar thing also experienced by 60% informant stating that PPKM Micro is the best policy. There are also state policy suggestions regarding to policy, such as implementation of policies, restoration of education, vaccinations, incentives for health workers, duration of dine in, provision of assistance to workers, government social assistance, optimization of traditional markets, dissemination of information, and operating companies. Abstrak - Surabaya merupakan salah satu kota yang teridentifikasi sebagai zona hitam pada Mei 2020. Oleh karena itu, kebijakan pembatasan telah diterapkan untuk menekan angka penyebaran COVID-19 seperti PSBB Surabaya Raya Jilid 1, 2, dan 3; PPKM Surabaya; serta PPKM Mikro Surabaya. Penerapan kebijakan pembatasan menjadi isu hangat di media sosial dan menimbulkan anggapan positif dan negatif. Selain itu, pada aspek keruangan, peraturan zonasi tata ruang belum menunjang urgensitas pandemi sehingga peraturannya lebih berpihak pada sektor ekonomi dan pembangunan kota tanpa meninjau kesiapan kotanya dalam menghadapi pandemi. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data sekunder melalui mining data serta data primer melalui wawancara telekonferensi. Sehingga, dari pengumpulan data pada media sosial dan aspirasi masyarakat diharapkan dapat menciptakan kebijakan keruangan yang sesuai dengan kondisi masyarakat dan juga dapat menekan angka kasus COVID-19. Hasil menunjukkan bahwa terdapat lima topik yang cenderung menjadi persepsi dan preferensi para pengguna media sosial, yaitu sosial, ekonomi, mobilitas, lingkungan, dan kesehatan. Selain itu, mereka juga menyatakan bahwa PSBB Surabaya Jilid 1, 2, dan 3 merupakan kebijakan yang tidak diminati dan PPKM Mikro merupakan kebijakan yang paling diminati. Hal serupa juga dialami oleh para narasumber yang menyatakan bahwa 60% narasumber menyatakan PPKM Mikro merupakan kebijakan paling efektif. Terdapat beberapa saran kebijakan menurut narasumber, terkait pelaksanaan kebijakan, pemulihan pendidikan, vaksinasi, insentif tenaga kesehatan, durasi makan di tempat, pemberian bantuan kepada buruh, bantuan sosial pemerintah, optimalisasi pasar tradisional, penyebaran informasi, dan perusahaan yang beroperasi.
Pengaruh Variabel Keruangan pada Periode Awal Penyebaran Pandemi Covid 19 di Kota Surabaya Karina Pradinie Tucunan; Rivan Aji; Utari Sulistyandari; Muhammad Sri Harta; Putu Rudy Satiawan
Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota Vol 18, No 1 (2022): JPWK Volume 18 No. 1 March 2022
Publisher : Universitas Diponegoro, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/pwk.v18i1.34867

Abstract

Penyebaran  Covid -19 selama ini selalu dikaitkan dengan carrier atau orang yang membawa virus baik yang diidentifikasikan sebagai ODP, PDP dan juga Positif Covid 19 (Pos). Namun, banyak yang tidak menyadari bahwa selama ini intervensi yang dilakukan pemerintah secara umum adalah intervensi terhadap pola keruangan seperti bentuk-bentuk PSBB, lockdown, karantina wilayah dan juga pembatasan akses pada aktivitas publik lainnya. Ruang adalah instrument utama dari pengendalian Covid -19 disebabkan ruang adalah wadah dimana manusia beraktivitas. Satu karakter ruang tertentu dalam hypothesis penlitian ini dapat mempengaruhi tingkat penyebaran lebih cepat dibandingkan dengan ruang yang lain. Pendekatan positivistic dengan menggunakan regresi linier digunakan dalam mendekati penelitian ini untuk mendapatkan gambaran mengenai seberapa besar variable keruangan mempengaruhi peneybaran covid-19 dan sebaran secara spasialnya di Kota Surabaya. Pada penemuan hasil yang ada, ditemukan bahwa terdapat 3 periode masa penyebaran Covid 19 di Kota Surabaya, yakni pada masa awal, masa PSBB dan masa new normal. Pada masa penyebaran awal ditemukan bahwa variable keruangan berpengaruh sebesar 61% pada penyebaran Covid 19 dengan variable yang mempengaruhi adalah jumlah fasilitas sosial dan jumlah sebaran warung kopi (warkop) dengan konsentrasi penyebaran spasial di Surabaya Selatan, Timur dan Barat.
Perkembangan Morfologi Gresik Kota Bandar dengan Pendekatan Analisa Diakronik Gratia Ananda Sinaga; Karina Pradinie Tucunan; Putu Rudy Satiawan; Dian Rahmawati
Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota Vol 17, No 3 (2021): JPWK Volume 17 No. 3 September 2021
Publisher : Universitas Diponegoro, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/pwk.v17i3.34417

Abstract

Gresik Regency as a Bandar has been known since the Majapahit Empire because of its strategic location and high trading activities that have made Gresik a Bandar City. The existence of Bandar Gresik is one of the reasons for the diversity of history and culture contained in it because of the acculturation of the immigrant culture caused by the Bandar itself. Bandar is one of the triggers for community and economic development which is increasingly seen in the morphology of the City of Gresik Regency. The existence of various historical relics, both tangible and intangible, describes historical events that have occurred in Gresik Regency in the past and city developments that have occurred to the present. This historical event of Gresik Regency can then become its own identity and uniqueness for Gresik Regency. Therefore, it is necessary to conduct a study on the development of Gresik with the aim of seeing what the development of Gresik Regency looks like from year to year to find out the morphological form that existed at that time and how important it is for spatial regeneration in the future. This study uses a content analysis (CA) analysis approach and Diankronik analysis. The results of this study found 5 stages of the main period consisting of the Majapahit Empire, the Islamic Development Period, the Colonial Period, the Japanese Occupation Period, and the Early Independence Period. Based on the development period, they are grouped into four historical areas, namely the Bandar Gresik area, the Giri area, the Bandar Jaratan area and the Bawean area.