Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Pembuatan Penyedap Rasa Alami Berbahan Dasar Jamur untuk Aplikasi Makanan Sehat (Batagor) Yusi Prasetyaningsih; Myra Wardati Sari; Nunik Ekawandani
Eksergi Vol 15, No 2 (2018): Vol. 15 No.2 (2018)
Publisher : Prodi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, UPN "Veteran" Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31315/e.v15i2.2383

Abstract

ABSTRAK: Makanan yang beredar di pasaran mengandung beberapa bahan tambahan pangan seperti penyedap, pemanis dan pengawet. Sebagian besar dari bahan tambahan pangan tersebut menggunakan bahan buatan seperti penyedap sintesis (MSG). MSG dapat diganti dengan penyedap alami yang memiliki kemiripan rasa. Jamur dikenal sebagai salah satu bahan yang bisa dimanfaatkan untuk membuat penyedap rasa alami. Jamur dibuat dalam bentuk serbuk menggunakan alat pengering tipe tray dryer dengan udara pemanas. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh jenis jamur (jamur tiram dan jamur merang), laju alir udara pengering (0,0028 m3/s, 0,0056 m3/s, 0,0084 m3/s) dan suhu pengeringan (30oC, 40oC, 50oC) terhadap kadar air, kadar abu, kadar serat, kadar protein, lemak dan karbohidrat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air serbuk jamur untuk semua variasi memenuhi SNI yang ditetapkan yaitu maksimum 12%. Analisis proksimat terbaik ditunjukkan pada suhu pengeringan 40oC yang menghasilkan kadar protein sebesar 26,4%, kadar lemak 0,9%, kadar karbohidrat 64,3%, kadar abu 2% dan kadar serat sebesar 6,5%. Variasi laju alir tidak terlalu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap uji analisis proksimat. Hasil organoleptik yang diujikan menggunakan serbuk jamur pada batagor menghasilkan penilaian jamur merang memiliki rasa gurih paling tinggi, sedangkan jamur tiram untuk aroma dan tekstur yang paling disukai.Kata Kunci: jamur, penyedap, tray dryer ABSTRACT: Healthy food is one of the important aspects of concern today. Most of these food additives use synthetic ingredients like Monosodium glutamate (MSG). Mushrooms are known as one of the ingredients that can be used to make natural flavorings.. Mushrooms are made in powder form using tray dryer. The purpose of this study was to determine the effect of types of mushroom (Pleurotus ostreatus and Volvariella volvacea), drying air flow rate (1 m/s, 2 m/s, 3 m/s) and drying temperature (30oC, 40oC, 50oC) to the water content, ash content, fiber content, protein, fat and carbohydrate content. The results showed that the moisture content of mushroom powder for all variations fulfilled the specified SNI that is maximum of 12%. The best proximate analysis was shown at a drying temperature of 40oC which resulted in protein content of 26.4%, fat content of 1.1%, carbohydrate content of 64.3 %, ash content of 2% and fiber content of 6.5%. The variation in flow rate does not significantly influence of proximate analysis. The organoleptic results tested using mushroom powder on batagor resulted in the highest tasteful of Pleurotus ostreatus, while Volvariella volvacea for the most preferred aroma and texture.Keywords: mushroom, flavoring, tray dryer
PENDUGAAN MASA SIMPAN TAHU DENGAN PENAMBAHAN ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT PISANG Myra Wardati Sari
Pasundan Food Technology Journal (PFTJ) Vol 8 No 1 (2021): PASUNDAN FOOD TECHNOLOGY JOURNAL (PFTJ)
Publisher : Department of Food Technology, Universitas Pasundan, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23969/pftj.v8i1.3347

Abstract

Indonesia adalah negara tropis yang banyak menghasilkan tanaman pangan, termasuk kedelai. Kadar protein yang tinggi dan kemudahan untuk diolah menjadikan variasi olahan makanan kedelai beragam, tahu merupakan yang popular diantaranya. Namun sayangnya, tahu memiliki masa simpan yang rendah. Hal ini mengakibatkan oknum-oknum tak bertanggung jawab menggunakan pengawet non makanan untuk memperpanjang masa simpan tahu selama proses pemasaran. Oleh karena itu dibutuhkan pengawet alami yang murah dalam proses pembuatan tahu. Ekstrak kulit pisang yang mengandung senyawa antioksidan alami diharapkan mampu memperpanjang umur simpan tahu dan meningkatkan nilai jualnya. Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian sebelumnya, yaitu perendaman tahu dalam larutan ekstrak kulit pisang dan pembuatan tahu dengan penambahan ekstrak kulit pisang sebagai anti oksidan. Tahapan dalam peneltiian ini adalah: 1) membuat ekstrak kulit pisang melalui metode maserasi dengan pelarut senyawa alkohol; 2) membuat tahu dengan penambahan ekstrak kulit pisang dengan variasi konsentrasi 2% dan 4%; 3) membuat tahu polos (tanpa penambahan ekstrak kulit pisang) dan merendamnya dalam larutan ekstrak kulit pisang dengan variasi konsnetrasi 2% dan 4%; 4) dilakukan uji mikrobiologi angka lempeng total (ALT). Hasil pengujian ALT yang diperoleh menunjukkan semakin tinggi konsentrasi ekstrak kulit pisang, pertumbuhan bakterinya semakin rendah. Hasil terbaik nampak pada variasi “pencampuran” dengan pelarut maserasi metanol dan konsentrasi antioksidan ekstrak kulit pisang sebesar 4% didapatkan 2,9×102 koloni/gram di hari keempat penyimpanan. Jika dilakukan ekstrapolasi kurva untuk pendugaan masa simpan secara kasar, hanya ditinjau dari faktor pertumbuhan bakteri, dan dibandingkan dengan batas maksimum cemaran mikroba dalam makanan, nilai tersebut memiliki masa simpan 75 hari.
Pembuatan Serbuk Aseton Lipase Biji-Biji Minyak Indonesia Myra Wardati Sari
Jurnal TEDC Vol 11 No 1 (2017): Jurnal TEDC
Publisher : UPPM Politeknik TEDC Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (326.346 KB)

Abstract

Serbuk aseton-lipase merupakan preparat amobil lipase yang bersumber dari biji-biji minyak di Indonesiasebagai bio-katalis. Biji-biji yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji jarak kastor; biji kapok; dan ‘biji’dedak padi. Serbuk aseton-lipase dibuat dengan menyingkirkan minyak yang terkandung dalam biji melaluipengekstrakan dengan pelarut aseton. Pengekstrakan dilakukan beberapa kali sampai minyaknya benarbenar hilang. Hilangnya minyak dari filtrat diuji secara visual. Serbuk aseton-lipase biji kastor memilikikeatifan yang baik karena asam lemak pada biji asalnya (tanpa pengecambahan) mencapai 45,5 mgKOH/gram minyak. Serbuk aseton-lipase biji kapok memiliki keaktifan yang sangat rendah yaitu berkisarpada 2,6 – 2,8 mg KOH/gram minyak. Sedangkan serbuk aseton-lipase dedak padi memiliki keaktifanmencapai 120 mg/gram minyak.Kata kunci: lipase, serbuk aseton, dedak padi, kastor
PEMANFAATAN BATANG POHON PISANG SEBAGAI PUPUK ORGANIK CAIR DENGAN AKTIVATOR EM4 DAN LAMA FERMENTASI Myra Wardati Sari; Siti Alfianita
Jurnal TEDC Vol 12 No 2 (2018): Jurnal TEDC
Publisher : UPPM Politeknik TEDC Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (228.621 KB)

Abstract

Batang pohon pisang memiliki jumlah berlimpah dan mudah kita jumpai di sekitar kita. Dalam masa tanamnya, pohon pisang hanya berbuah sekali setelah itu mati dan menimbulkan tumpukan limbah organik. Oleh karena itu, timbul gagasan untuk memanfaatkan limbah batang pohon pisang menjadi produk akhir yang bernilai yaitu pupuk organik cair melalui proses fermentasi. Selama proses fermentasi, dilakukan penambahan aktivator EM4 yang berfungsi untuk merombak senyawa polimer menjadi monomernya. Senyawa monomer tersebut berupa unsur hara yang nantinya akan diserap oleh tanaman. Penambahan EM4 bertujuan untuk mempercepat proses fermentasi. Parameter mutu pupuk cair diperiksa melalui analisa kadar N, P, dan K. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini ialah untuk penentuan kadar N menggunakan metode Kjedahl, kadar P menggunakan Spektrofotometer UV-Vis, kadar K menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama fermentasi (6,12,18,24 hari) memberikan kandungan N,P,K yang berbeda, yaitu kandungan unsur N berturut-turut 0,04%, 0,02%, 0,01%, 0,01%; kandungan unsur P berturut-turut 0,001%, 0,004%, 0,00%, 0,00%; kandungan unsur K berturut-turut 0,17%, 0,17%, 0,17%, 0,16%. Lama fermentasi yang optimal untuk masing-masing kandungan unsur N, P,K tertinggi berturut-turut yaitu pada fermentasi 6 hari, fermentasi 12 hari. Penentuan mutu analisis produk akhir berstandar pada Peraturan Mentan, No.28/Permentan/SR.130/5/2009. Kata Kunci: batang pohon pisang, pupuk organik cair, aktivator EM4, fermentasi, unsur hara