Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

KOMPOLAN: KONTESTASI TRADISI PEREMPUAN MADURA Hidayati, Tatik
JURNAL KARSA (Terakreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012) Vol 19, No 2 (2011): Islam, Budaya dan Perempuan
Publisher : STAIN PAMEKASAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak:Kompolan merupakan bagian tradisi keagamaan yang diisi dengan aktivitas spiritualitas dan ritualitas keagamaan. Aktivitas kompolan ini menjadi media penting bagi transformasi nilai-nilai agama di masyarakat. Aktivitas ini berkembang pesat dan mengakar kuat pada masyarakat Madura, terutama di daerah pedesaan. Sebagai bagian dari realitas sosial keagamaan kompolan pada masyarakat Madura dapat menjadi bagian penting dari legitimasi, justifikasi dan ideologisasi eksistensi keberagamaan mereka. Tulisan ini merupakan ringkasan riset yang dilakukan awal tahun 2000-an di Desa Madu Songennep. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan secara historis kompolan tidak bisa dipisahkan dari konteks sosial yang terjadi pada tahun 1980-sampai awal 1990. Kompolan dalam konteks ini dijadikan agen yang mereproduksi sosial. Kompolan sebagai agen reproduksi sosial ini dimaknai sebagai hasil dari relasi keuasaan yang terjadi antar aktor yaitu relasi antara elite agama dengan peserta kompolan yang dalam prosesnya telah menimbulkan kekerasan simbolik dan kompolan mengambil peran dalam melestarikan bahkan menyebarluaskan dalam bentuk yang simbolik. Kata kunci:kompolan, nyai, dan klebunAbstract:Kompolan (gathering) becomes a part of religious tradition. It concerns the activity of religious spirituality and rituality. The activities in kompolan are the core media to transform the religious values of society. They are rapdily developed and stronly rooted into Madurese society, particularly in rural area. As a part of religious social reality , kompolan takes important role of legimitation, justification, and idiologization of Madurese people existance. This article higlights the study done at Madu village, Songennep (Sumenep) in 2000. The inertviewees are the member of kompolanand the leader (nyai). It results a finding that historically kompolan cannot be seperated from the social contact occured from 1980 to early 1990. In this contact, kompolan became an agent of social reproduction. It was a result of power relations between religion elites and kompolan members causing a symbolic violance. Hence, kompolan took control on conserving and disseminating in symbolic form. Key words:kompolan, nyai, and klebun
KOMPOLAN: KONTESTASI TRADISI PEREMPUAN MADURA Hidayati, Tatik
KARSA: Journal of Social and Islamic Culture Islam, Budaya dan Perempuan
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/karsa.v19i2.63

Abstract

Abstrak:Kompolan merupakan bagian tradisi keagamaan yang diisi dengan aktivitas spiritualitas dan ritualitas keagamaan. Aktivitas kompolan ini menjadi media penting bagi transformasi nilai-nilai agama di masyarakat. Aktivitas ini berkembang pesat dan mengakar kuat pada masyarakat Madura, terutama di daerah pedesaan. Sebagai bagian dari realitas sosial keagamaan kompolan pada masyarakat Madura dapat menjadi bagian penting dari legitimasi, justifikasi dan ideologisasi eksistensi keberagamaan mereka. Tulisan ini merupakan ringkasan riset yang dilakukan awal tahun 2000-an di Desa Madu Songennep. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan secara historis kompolan tidak bisa dipisahkan dari konteks sosial yang terjadi pada tahun 1980-sampai awal 1990. Kompolan dalam konteks ini dijadikan agen yang mereproduksi sosial. Kompolan sebagai agen reproduksi sosial ini dimaknai sebagai hasil dari relasi keuasaan yang terjadi antar aktor yaitu relasi antara elite agama dengan peserta kompolan yang dalam prosesnya telah menimbulkan kekerasan simbolik dan kompolan mengambil peran dalam melestarikan bahkan menyebarluaskan dalam bentuk yang simbolik. Kata kunci:kompolan, nyai, dan klebunAbstract:Kompolan (gathering) becomes a part of religious tradition. It concerns the activity of religious spirituality and rituality. The activities in kompolan are the core media to transform the religious values of society. They are rapdily developed and stronly rooted into Madurese society, particularly in rural area. As a part of religious social reality , kompolan takes important role of legimitation, justification, and idiologization of Madurese people existance. This article higlights the study done at Madu village, Songennep (Sumenep) in 2000. The inertviewees are the member of kompolanand the leader (nyai). It results a finding that historically kompolan cannot be seperated from the social contact occured from 1980 to early 1990. In this contact, kompolan became an agent of social reproduction. It was a result of power relations between religion elites and kompolan members causing a symbolic violance. Hence, kompolan took control on conserving and disseminating in symbolic form. Key words:kompolan, nyai, and klebun
PENDEKAT AN “COLLA-COOP” TRIK MENGATASI MASALAH MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH MEMASUKI ERA PKKS DI SEKOLAH BINAAN KABUPATEN SINTANG Tatik Hidayati
Edumedia : Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan Vol 2, No 2 (2018): EDUMEDIA Jurnal keguruan Dan ilmu pendidikan
Publisher : Universitas Kapuas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51826/edumedia.v2i2.188

Abstract

Penyusunan Penelitian Tindakan Sekolah ini bertujuan untuk membahas langkahlangkah yang telah dilakukan pengawas sekolah sebagai Pembina kepala sekolah dalam melaksanakan tupoksinya, dengan pendekatan “Colla-Coop” sebagai trik untuk mengatasi masalah manajerial kepala sekolah memasuki era PKKS. Kepala Sekolah dituntut memiliki kompetensi manajerial dalam melaksanakan tupoksinya dalam memimpin sekolah, yang setiap tahun diukur dan dinilai dengan instrumen PKKS. Standar kompetensi kepala sekolah dalam Permendiknas nomor 13 tahun 2007 tentang Standar Kompetensi Kepala Sekolah, meliputi 5 Kompetensi: Kepribadian, Manajerial, Kewirausahaan, Supervisi, dan Sosial. Dalam instrumen PKKS dijabarkan menjadi 6 dimensi kompetensi, yaitu : 1) Kepribadian dan Sosial; 2) Kepemimpinan Pembelajaran; 3) Pengembangan Sekolah; 4) Manajemen Sumber Daya; 5) Kewirausahaan; dan 6) Supervisi Pembelajaran. Hasil PKKS pada tahun 2015/ 2016 hasilnya kurang baik sehingga ditingkatkan, dengan indikator belum terpenuhinya bukti fisik yang dituntut harus ada saat penilaian. Pengawas sekolah sebagai pembina memandang perlu melakukan pendampingan kepada kepala sekolah agar tupoksi manajerial dapat berjalan sesuai standar yang telah ditetapkan. Kegiatan yang dilakukan pengawas sekolah sebagai trik untuk mengatasi masalah tersebut, adalah sebagai berikut: 1) Pengarahan dan review tentang tupoksi dan kompetensi Kepala Sekolah sesuai standar; 2) Bedah instrumen PKKS; 3) Workshop berbagi tugas menyusun dokumen bukti fisik yang harus dilakukan kepala sekolah, yang dilaksanakan bertahap dengan tahapan penyusunan draf, presentasi, revisi dan finalisasi yang dilakukan berdaur ulang; 4) Pengumpulan hasil draf akhir dan disitribusi komulatif, dan 5) Review program masing-masing sekolah. Pelaksanan trik pendekatan “Colla-Coop” lancar, karena setiap kepala sekolah merasa kegiatan tersebut wajib dilakukannya dan hasil produk kegiatan merasa harus dimiliki. Hasil akhir kegiatan yang dilakukan pengawas sekolah ini adalah setiap kepala sekolah memiliki produk draf program sekolah dan wawasan tentang tugas manajerial seperti tuntutan instrumen PKKS, yang harus dikembangkan lebih lanjut di sekolah masing-masing, serta terbangun karakter tanggung jawab dan kerjasama.
KOMPOLAN: KONTESTASI TRADISI PEREMPUAN MADURA Tatik Hidayati
Karsa: Journal of Social and Islamic Culture Islam, Budaya dan Perempuan
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/karsa.v19i2.63

Abstract

Abstrak:Kompolan merupakan bagian tradisi keagamaan yang diisi dengan aktivitas spiritualitas dan ritualitas keagamaan. Aktivitas kompolan ini menjadi media penting bagi transformasi nilai-nilai agama di masyarakat. Aktivitas ini berkembang pesat dan mengakar kuat pada masyarakat Madura, terutama di daerah pedesaan. Sebagai bagian dari realitas sosial keagamaan kompolan pada masyarakat Madura dapat menjadi bagian penting dari legitimasi, justifikasi dan ideologisasi eksistensi keberagamaan mereka. Tulisan ini merupakan ringkasan riset yang dilakukan awal tahun 2000-an di Desa Madu Songennep. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan secara historis kompolan tidak bisa dipisahkan dari konteks sosial yang terjadi pada tahun 1980-sampai awal 1990. Kompolan dalam konteks ini dijadikan agen yang mereproduksi sosial. Kompolan sebagai agen reproduksi sosial ini dimaknai sebagai hasil dari relasi keuasaan yang terjadi antar aktor yaitu relasi antara elite agama dengan peserta kompolan yang dalam prosesnya telah menimbulkan kekerasan simbolik dan kompolan mengambil peran dalam melestarikan bahkan menyebarluaskan dalam bentuk yang simbolik. Kata kunci:kompolan, nyai, dan klebunAbstract:Kompolan (gathering) becomes a part of religious tradition. It concerns the activity of religious spirituality and rituality. The activities in kompolan are the core media to transform the religious values of society. They are rapdily developed and stronly rooted into Madurese society, particularly in rural area. As a part of religious social reality , kompolan takes important role of legimitation, justification, and idiologization of Madurese people existance. This article higlights the study done at Madu village, Songennep (Sumenep) in 2000. The inertviewees are the member of kompolanand the leader (nyai). It results a finding that historically kompolan cannot be seperated from the social contact occured from 1980 to early 1990. In this contact, kompolan became an agent of social reproduction. It was a result of power relations between religion elites and kompolan members causing a symbolic violance. Hence, kompolan took control on conserving and disseminating in symbolic form. Key words:kompolan, nyai, and klebun
Pendekatan Maqāṣīd al-Syarī'ah pada Tradisi Kawin Anak di Madura Tatik Hidayati
'Anil Islam: Jurnal Kebudayaan dan Ilmu Keislaman Vol 10 No 2 (2017): Hukum Islam Nusantara
Publisher : Institut Ilmu Keislaman Annuqayah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (491.98 KB)

Abstract

This research aims to explain the importance of maqāṣīd al-syarī'ah approach in the case of child marriage that is growing in Madura. So far, the approach used in looking at the issue of child marriage is still textual. Precisely, fiqh used as legitimacy to preserve child marriage, yet the reality shows that child marriage is quite alarming. In this research, maqāṣīd al-syarī'ah as a method or ijtihād to uncover universal humanitarian goals in establishing law for human welfare, and also as a solution to reduce child marriage in Madura. The maqāṣīd al-syarī'ah approach in the provisions of Islamic law is an effort to reconstruct women's rights from the loss of knowledge, the right to health, the right of justice, and the right to gender equality. The results of this research showed as an alternative in preventing and give understanding and awareness to Muslims about the legal context of child marriage.
PENDEKAT AN “COLLA-COOP” TRIK MENGATASI MASALAH MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH MEMASUKI ERA PKKS DI SEKOLAH BINAAN KABUPATEN SINTANG Tatik Hidayati
Edumedia : Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan Vol 2 No 2 (2018): EDUMEDIA Jurnal keguruan Dan ilmu pendidikan
Publisher : Universitas Kapuas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51826/edumedia.v2i2.188

Abstract

Penyusunan Penelitian Tindakan Sekolah ini bertujuan untuk membahas langkahlangkah yang telah dilakukan pengawas sekolah sebagai Pembina kepala sekolah dalam melaksanakan tupoksinya, dengan pendekatan “Colla-Coop” sebagai trik untuk mengatasi masalah manajerial kepala sekolah memasuki era PKKS. Kepala Sekolah dituntut memiliki kompetensi manajerial dalam melaksanakan tupoksinya dalam memimpin sekolah, yang setiap tahun diukur dan dinilai dengan instrumen PKKS. Standar kompetensi kepala sekolah dalam Permendiknas nomor 13 tahun 2007 tentang Standar Kompetensi Kepala Sekolah, meliputi 5 Kompetensi: Kepribadian, Manajerial, Kewirausahaan, Supervisi, dan Sosial. Dalam instrumen PKKS dijabarkan menjadi 6 dimensi kompetensi, yaitu : 1) Kepribadian dan Sosial; 2) Kepemimpinan Pembelajaran; 3) Pengembangan Sekolah; 4) Manajemen Sumber Daya; 5) Kewirausahaan; dan 6) Supervisi Pembelajaran. Hasil PKKS pada tahun 2015/ 2016 hasilnya kurang baik sehingga ditingkatkan, dengan indikator belum terpenuhinya bukti fisik yang dituntut harus ada saat penilaian. Pengawas sekolah sebagai pembina memandang perlu melakukan pendampingan kepada kepala sekolah agar tupoksi manajerial dapat berjalan sesuai standar yang telah ditetapkan. Kegiatan yang dilakukan pengawas sekolah sebagai trik untuk mengatasi masalah tersebut, adalah sebagai berikut: 1) Pengarahan dan review tentang tupoksi dan kompetensi Kepala Sekolah sesuai standar; 2) Bedah instrumen PKKS; 3) Workshop berbagi tugas menyusun dokumen bukti fisik yang harus dilakukan kepala sekolah, yang dilaksanakan bertahap dengan tahapan penyusunan draf, presentasi, revisi dan finalisasi yang dilakukan berdaur ulang; 4) Pengumpulan hasil draf akhir dan disitribusi komulatif, dan 5) Review program masing-masing sekolah. Pelaksanan trik pendekatan “Colla-Coop” lancar, karena setiap kepala sekolah merasa kegiatan tersebut wajib dilakukannya dan hasil produk kegiatan merasa harus dimiliki. Hasil akhir kegiatan yang dilakukan pengawas sekolah ini adalah setiap kepala sekolah memiliki produk draf program sekolah dan wawasan tentang tugas manajerial seperti tuntutan instrumen PKKS, yang harus dikembangkan lebih lanjut di sekolah masing-masing, serta terbangun karakter tanggung jawab dan kerjasama.
Verbal and Symbolic Aggression Female in The Madurese Culture Haliq, Fathol; Hidayati, Tatik; Ariwidodo, Eko; Hanurawan, Fattah; Atmoko, Adi
KARSA Journal of Social and Islamic Culture Vol. 31 No. 1 (2023)
Publisher : Universitas Islam Negeri Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/karsa.v31i1.11717

Abstract

This research explores the verbal and symbolic aggression of Madurese women students. These two things will be examined as the leading models by looking at the oral and symbolic aggression models for Madurese women. Women’s aggression is a complex form of behavior. This complexity is essential to the cyclical activities of the self and its environment. Madurese women ‘do not have a voice’ in voicing their own opinions including in rural electoral power politics and household economic autonomy. This research uses mixed methods, quantitative and qualitative. Quantitative research uses statistical analysis using confirmatory factorial analysis (CFA), while qualitative research uses descriptive data about the types and forms of verbal aggression in women. Both explore verbal and symbolic tendencies of aggression in Madurese women. The women involved were students at universities in Madura. The research results show that women prefer symbolic aggression to verbal aggression. Women with higher education prefer symbolic aggression to verbal aggression. Types and forms of verbal aggression include cha’-nguca’e, hitting, pulling, harming, and injuring. This oral does not lead to the loss of another person's life. Another finding is that a symbolic attack always follows every verbal aggression. Meanwhile, symbolic aggression involves gossip, talking about bad things about other women with slander and backbiting, spitting on other people’s property rights, inviting other people to hate other women, constantly talking about other people’s bad things, looking for reasons to hate other people, not coming meeting with hated people.
Collaborative Counseling Model in Religious Learning for People with Disabilities Haliq, Fathol; Tatik Hidayati
Edu Consilium : Jurnal Bimbingan dan Konseling Pendidikan Islam Vol. 6 No. 1 (2025): Februari
Publisher : Institut Agama Islam Neegri Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/ec.v6i1.12910

Abstract

This study examines the collaborative guidance and counseling model for individuals with disabilities in a religious education environment in Madura. This study addresses key questions: How do individuals with disabilities learn Islamic teachings? How do they fulfill religious obligations? What is the role of parents, siblings, and peers in providing social support? This study used a qualitative approach. Data were collected through in-depth interviews, participant observation, and document analysis. The researcher conducted direct observations that allowed for in-depth experiences with families, educators, and students. Data triangulation was obtained through various sources, including focus group discussions (FGDs) with teachers, parents, and individuals with disabilities. The location of the study was SLB Api Alam Tlanakan. The findings indicate that (1) religious values ​​are internalized in both structured (Special School) and unstructured (family and social environments) environments; (2) economic constraints affect the family's ability to support religious education; and (3) religious education plays a unique role in shaping the behavior and identity of individuals with disabilities. This study highlights the importance of community involvement in religious education for individuals with disabilities.