Ikaningtyas Ikaningtyas
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

STATUS KONFLIK BERSENJATA DI WILAYAH SABAH ANTARA KESULTANAN SULU DAN MALAYSIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Ikaningtyas .
Kertha Patrika Vol 39 No 01 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KP.2017.v39.i01.p04

Abstract

AbstrakKonflik bersenjata yang terjadi antara Pemerintah Malaysia dengan loyalis Sultan Sulu yang berkedudukan di Filipina sempat menjadi perhatian masyarakat internasional. Konflik bersenjata ini bermula pada awal Februari 2013, dimana sekitar 100-300 orang asal Filipina selatan mendarat di salah satu pantai di Negara Bagian Sabah, Malaysia dan menginisiasi konflik bersenjata. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik sengketa bersenjata ini berdasarkan perspektif Hukum Humaniter Internasional. Telaah utamanya dilakukan terhadap kualifikasi konflik bersenjata berdasarkan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 dan Hague Regulations. Tulisan ini menyimpulkan bahwa status pasukan Kesultanan Sulu dalam sengketa ini dapat dikualifikasikan sebagai unlawful combatant. Sengketa bersenjata ini memiliki karakteristik pihak yang berbeda yaitu antara Pemerintahan suatu Negara yang sah dengan gerakan terorganisir yang berkedudukan di Negara lainnya. Dengan demikian, jenis konflik bersenjata antara loyalis Sultan Sulu-Filipina dan Pemerintah Malaysia ini termasuk ke dalam grey zone conflict.Kata Kunci: Status, Konflik Bersenjata, Kesultanan Sulu, Filipina, Malaysia.
Re-Evaluasi Pengaturan Mengenai Digitalisasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah dalam Peningkatan Daya Saing di Era Ekonomi Digital Sukarmi Sukarmi; Rika Kurniaty; Reka Dewantara; Ikaningtyas Ikaningtyas
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 10 No 4 (2021)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/JMHU.2021.v10.i04.p16

Abstract

UMKM is one of the business sectors in national economic growth that must be empowered and developed. The existence of UMKM has been regulated in laws and regulations, but has not adapted to the development of disruption in the digital economy. The adaptation needed by UMKM is the use of information technology as a medium in developing their businesses. This article aims to describe and analyze what challenges are the barriers for UMKM in using technology and information to diversify products during the COVID-19 pandemic. The type of research of this article is empirical legal research. This research not only aims to find the rule of law, legal principles, and legal doctrines in order to answer the legal issues faced, but also the implementation of existing provisions in the field. The results of the study show that the challenge for UMKM in adapting the use of information technology in the digital economy era is the mindset of UMKM actors who do not consider business digitization and the COVID-19 pandemic as challenges and opportunities for business development in improving welfare. The government's role in this condition is very important to increase the inclusiveness of UMKM towards the digital economy. UMKM merupakan salah satu sektor usaha dalam pertumbuhan ekonomi nasional yang harus diberdayakan dan dikembangkan. Eksistensi UMKM telah diatur dalam peraturan perundang-undangan namun belum melakukan adaptasi terhadap perkembangan disrupsi di bidang ekonomi digital. Adaptasi yang diperlukan UMKM adalah penggunaan teknologi informasi sebagai media dalam pengembangan usahanya. Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis serta memetakan tantangan apa saja yang menjadi penghalang bagi UMKM dalam penggunaan teknologi dan informasi untuk melakukan diversifikasi produk selama pandemi covid-19. Jenis penelitian yang hendak digunakan dalam penelitian artikel ini adalah penelitian hukum empiris. Dalam penelitian ini tidak hanya bertujuan untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi namun juga pelaksanaan ketentuan yang ada pada lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tantangan bagi UMKM dalam adaptasi penggunaan teknologi informasi di era ekonomi digital adalah adanya Mind set para pelaku UMKM yang tidak menganggap digitalisasi usaha maupun pandemi covid sebagai tantangan maupun peluang untuk melakukan pengembangan usaha dalam peningkatan kesejahteraan. Peran Pemerintah terhadap kondisi ini sangat penting untuk meningkatan inklusivitas UMKM terhadap ekonomi digital.
PERLINDUNGAN TERHADAP PENDUDUK SIPIL PADA SAAT TERJADI KONFLIK BERSENJATA BERDASARKAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DAN HUKUM PERTAHANAN INDONESIA Herman Suryokumoro; Ikaningtyas Ikaningtyas
RechtIdee Vol 15, No 2 (2020): Desember
Publisher : Trunojoyo Madura University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/ri.v15i2.8576

Abstract

Instrumen hukum internasional telah mengatur ketentuan mengenai pertahanan yang terkait dengan permasalahan perang yang disebut dengan Hukum Humaniter Internasional. Indonesia sendiri telah berupaya menangani persoalan survival bangsa ini secara komprehensif. Upaya tersebut diimbangi dengan upaya membangun rasa kebangsaan, sistem sosial, politik dan ekonomi untuk mengisi kemerdekaan tersebut. Dalam membangun national security, bangsa ini telah mengembangkan Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata), Wawasan Nusantara (Wanus) dan Ketahanan Nasional. Perlindungan hukum bagi penduduk sipil (Civilian) pada saat konflik bersenjata dalam instrumen hukum internasional diatur dalam ketentuan yang disebut Hukum Humaniter Internasional. Hukum humaniter tersebut dikodifikasi ke dalam : Pertama, Hukum Den Haag. Kedua, Hukum Jenewa. Perlindungan penduduk sipil diatur tersendiri dalam Konvensi IV Jenewa. Dan ketiga, Instrumen Hukum Internasional lainnya yakni ketentuan hukum humaniter diluar dari ketentuan Hukum Den Haag maupun Hukum Jenewa. Sedangkan, perlindungan hukum bagi penduduk sipil (Civilian) pada saat konflik bersenjata  berdasarkan Sistem Pertahanan Negara di Indonesia mengacu kepada ketentuan perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM) secara umum. Hal tersebut terlihat pada pengaturan di dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945, maupun Undang-Undang Nomor 56 Tahun 1999 tentang Rakyat Terlatih. Sementara dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1997 tentang Mobilisasi dan Demobilisasi dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
KRITERIA PERJANJIAN INTERNASIONAL YANG HARUS MENDAPATKAN PERSETUJUAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT Setyo Widagdo; Ikaningtyas Ikaningtyas
RechtIdee Vol 17, No 1 (2022): June
Publisher : Trunojoyo Madura University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/ri.v17i1.11051

Abstract

This article discusses the criteria for international agreements that must get   approval from Indonesian Legislative Assembly with focus on two problem what is the legal implications of Constitutional Court decision number 33/PUU-XVI/2018  for the criteria of international agreements that must be approved by Indonesian Legislative Assembly and how to determine the criteria of the international treaties that have broad and fundamental effects on people's lives which is related to the country’s financial burden. This is a normative legal research. The results of this study is that the legal implications of the Constitutional Court's decision for the criteria of international agreements which must have approval of Indonesian Legislative Assembly should be positive. Asides from not giving any limit of the criteria, it can also be used as a control for the government carelessness in ratifying international agreements in trading which is almost always using Presidential Regulation instrument. To determine the criteria that an international agreement has broad consequences and fundamentals related to the country’s financial burden or require establishment of regulation, is carried out through a consultation mechanism, and the results of this consultation are recommendations and respected.