Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

DINAMIKA WACANA FORMALISASI SYARIAT DALAM POLITIK: Ikhtiar Menemukan Relevansi Relasi Agama dan Negara Perspektif Indonesia Iqbal, Mahathir Muhammad
WALISONGO Vol 22, No 1 (2014): “RELASI AGAMA DAN NEGARA (POLITIK)”
Publisher : IAIN Walisongo Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This research is an effort to find the relevance of the relationship between religionand the state are ideal. Because the formalization of Islamic shariah issue inpolitical discourse is an interesting study in the relation between religion andstate. By using the library approach, this article analyzes the involvement of thestate in regulating citizens to implement Islamic shariah in Indonesia. Neutrality ofthe state to be the key in finding the relationship of both. Theoretically, this studyprovides an explanation that neutrality is not only understood as a state ofdevotion to give the rights of citizens to pray by faith, but also to limit citizens. Forthe implementation of shariah will be established and run well, when the state hasa neutrality. So the state does not attract Islamic shariah becomes an official policyor state laws (shariah formalization). So also a Muslim can bring religion into thepolitical circle, but only in the level of political ethics.***Penelitian ini merupakan ikhtiar untuk menemukan relevansi hubungan agamadan negara yang ideal. Sebab Isu formalisasi syariat Islam dalam politik menjadikajian menarik dalam wacana relasi agama dan negara. Dengan menggunakanpendekatan pustaka, artikel ini menganalisis keterlibatan negara dalam mengaturwarga negara untuk mengimplementasikan syariat Islam di Indonesia. Adanyanetralitas negara menjadi kunci dalam menemukan relasi keduanya. Secarateoritis, studi ini memberikan penjelasan bahwa netralitas tidak hanya dipahamisebagai pengabdian negara untuk memberikan hak-hak warga negara untukberdoa berdasarkan iman, tetapi juga untuk membatasi warga negara. Sebabdalam pelaksanaan syariat akan dapat mapan dan berjalan dengan baik,manakala negara memiliki netralitas. Sehingga negara tidak menarik syariat Islammenjadi sebuah kebijakan resmi atau peraturan negara (formalisasi syariat).Dengan begitu seorang Muslim dapat membawa agama ke dalam lingkaranpolitik, tetapi hanya dalam tingkat etika politik.Keywords: formalisasi syariah, netralitas negara, etika politik
Menakar Partisipasi Politik Perempuan di Kabupaten Malang (Studi di KPUD Kabupaten Malang) Iqbal, Mahathir Muhammad
Gorontalo Journal of Government and Political Studies Vol 2, No 1 (2019): Gorontalo Journal of Government and Political Studies
Publisher : Universitas Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (135.276 KB) | DOI: 10.32662/gjgops.v2i1.513

Abstract

AbstractAhead of the simultaneous elections on April 17, 2019, the issue of women's political participation becomes important to address. The rule about the 30 percent quota obligation for female candidates is one of the important achievements in the course of post-reform Indonesia's democracy. These rules are contained in a number of laws, namely Law No. 31 of 2002 concerning Political Parties, Law No. 12 of 2003 concerning General Elections, Law No. 2 of 2008 concerning Political Parties and Law No. 10 of 2008 concerning General Elections of DPR-DPRD Members which also contain rules relating to the 2009 Election. In this context, this research was conducted. By using a qualitative approach, this research produces a major conclusion that women's political participation, especially in the context of Malang Regency, has a positive trend. Thus, referring to the results of a UN study which states that the minimum number of women's involvement in politics allows for a change and impacts on the quality of decisions taken in public institutions.Keywords: Democracy, Election, Political Participation, Women AbstrakMenjelang pemilu serentak pada 17 April 2019, isu partisipasi politik perempuan menjadi penting untuk diketengahkan.Aturan tentang kewajiban kuota 30 persen bagi caleg perempuan adalah salah satu capaian penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia pascareformasi. Aturan tersebut tertuang dalam sejumlah UU, yakni UU No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum, UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR-DPRD yang di dalamnya juga memuat aturan terkait Pemilu tahun 2009. Dalam konteks itulah penelitian ini dilakukan.Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian ini menghasilkan sebuah kesimpulan utama bahwa partisipasi politik perempuan, terutama dalam konteks Kabupaten Malang, memiliki tren positif.Dengan begitu, merujuk pada hasil penelitian PBB yang menyatakan bahwa jumlah minimum keterlibatan perempuan dalam politik memungkinkan terjadinya suatu perubahan dan membawa dampak pada kualitas keputusan yang diambil dalam lembaga publik.
DINAMIKA WACANA FORMALISASI SYARIAT DALAM POLITIK: IKHTIAR MENEMUKAN RELEVANSI RELASI AGAMA DAN NEGARA PERSPEKTIF INDONESIA Iqbal, Mahathir Muhammad
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 22, No 1 (2014): Relasi Agama dan Negara
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.22.1.260

Abstract

This research is an effort to find the relevance of the relationship between religion and the state are ideal. Because the formalization of Islamic shariah issue in political discourse is an interesting study in the relation between religion and state. By using the library approach, this article analyzes the involvement of the state in regulating citizens to implement Islamic shariah in Indonesia. Neutrality of the state to be the key in finding the relationship of both. Theoretically, this study provides an explanation that neutrality is not only understood as a state of devotion to give the rights of citizens to pray by faith, but also to limit citizens. For the implementation of shariah will be established and run well, when the state has a neutrality. So the state does not attract Islamic shariah becomes an official policy or state laws (shariah formalization). So also a Muslim can bring religion into the political circle, but only in the level of political ethics.***Penelitian ini merupakan ikhtiar untuk menemukan relevansi hubungan agama dan negara yang ideal. Sebab Isu formalisasi syariat Islam dalam politik menjadi kajian menarik dalam wacana relasi agama dan negara. Dengan menggunakan pendekatan pustaka, artikel ini menganalisis keterlibatan negara dalam mengatur warga negara untuk mengimplementasikan syariat Islam di Indonesia. Adanya netralitas negara menjadi kunci dalam menemukan relasi keduanya. Secara teoritis, studi ini memberikan penjelasan bahwa netralitas tidak hanya dipahami sebagai pengabdian negara untuk memberikan hak-hak warga negara untuk berdoa berdasarkan iman, tetapi juga untuk membatasi warga negara. Sebab dalam pelaksanaan syariat akan dapat mapan dan berjalan dengan baik, manakala negara memiliki netralitas. Sehingga negara tidak menarik syariat Islam menjadi sebuah kebijakan resmi atau peraturan negara (formalisasi syariat). Dengan begitu seorang Muslim dapat membawa agama ke dalam lingkaran politik, tetapi hanya dalam tingkat etika politik.
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WISATA KULINER KOTA MALANG Iqbal, Mahathir Muhammad; Kurniawan, Dadieng
JPSI (Journal of Public Sector Innovations) Vol 1, No 2 (2017): Mei 2017
Publisher : Department of Public Administration, Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (210.597 KB) | DOI: 10.26740/jpsi.v1n2.p59-65

Abstract

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) khususnya di sektor kuliner butuh strategi pengembangan yang kokoh dan perlu melibatkan elemen-elemen besar sampai terkecil serta instrumen hukum yang kuat dalam memproteksi UMKM kuliner dalam negeri.Pemerintah juga harus menyelaraskan program kerjanya di tiap daerah dengan stimulan penumbuhan UMKM baru di tiap kecamatan. Oleh karena itu dibutuhkanlah suatu strategi dalam pengembangan usaha mikro kecil dan menengah khususnya di sektor kuliner di Kota Malang. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Metode ini disebut juga sebagai metode naturalistik, karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting). Hasilnya, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) khususnya di sektor kuliner butuh strategi pengembangan yang kokoh dan perlu melibatkan elemen-elemen besar sampai terkecil serta instrumen hukum yang kuat dalam memproteksi UMKM kuliner dalam negeri.Pemerintah juga harus menyelaraskan program kerjanya di tiap daerah dengan stimulan penumbuhan UMKM baru di tiap kecamatan. Oleh karena itu dibutuhkanlah suatu strategi dalam pengembangan usaha mikro kecil dan menengah khususnya di sektor kuliner di Kota Malang.
MERUMUSKAN KONSEP FIQH ISLAM PERSPEKTIF INDONESIA Iqbal, Mahathir Muhammad
Al-Ahkam Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum Vol 2, No 1 (2017): Al-Ahkam: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum
Publisher : IAIN Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (924.682 KB) | DOI: 10.22515/al-ahkam.v2i1.820

Abstract

Abstractfiqh is that it is not a revelation from heaven. Fiqh is the product of ijtihad. The issue of who is to formulate it, for what purpose, under what social conditions are formulated, and the geographic locus as to what, with what epistemology, quite a big influence on the process of formation of fiqh. In other words, the fiqh is not grown in the empty space, but moving in the flow of history. Each product fiqh thinking always an interaction between the thinker with the socio-cultural and socio-political surrounds. In an atmosphere and conditions such that the entire Islamic law is written. It seems logical that the classical fiqh thinking configuration and placed in the general context of the current thinking fiqh produced on the one hand, and in the context of a particular epistemological on the other side. Knowing these contexts is not only essential in the enrichment of the social history of jurisprudence, but also very useful for the preparation efforts of the new jurisprudence, fiqh which rests on the fulcrum of the problems of humanity in a state of Indonesian society.Keywords: Fiqh, Sociocultural, sociopoliticalAbstraksifiqh adalah bahwa ia bukan wahyu dari langit. Fiqh merupakan produk ijtihad. Persoalan siapa yang merumuskannya, untuk kepentingan apa, dalam kondisi sosial yang bagaimana dirumuskan, serta dalam lokus geografis seperti apa, dengan epistemologi apa, cukup besar pengaruhnya di dalam proses pembentukan fiqh. Dengan perkataan lain, fiqh tidak tumbuh dalam ruang kosong, tetapi bergerak dalam arus sejarah. Setiap produk pemikiran fiqh selalu merupakan interaksi antara si pemikir dengan lingkungan sosio-kultural dan sosio-politik yang melingkupinya. Dalam suasana dan kondisi seperti itulah seluruh fiqh Islam ditulis. Kiranya logis jika pemikiran fiqh klasik tersebut diletakkan dalam konfigurasi dan konteks umum pemikiran saat fiqh tersebut diproduksi di satu sisi, dan dalam konteks epistemologis tertentu di sisi lain. Mengetahui konteks-konteks tersebut bukan hanya penting dalam pengayaan sejarah sosial fiqh, melainkan juga sangat berguna bagi upaya penyusunan fiqh baru, fiqh yang berlandas tumpu pada problem-problem kemanusiaan dalam kondisi obyektif masyarakat Indonesia.  Kata Kunci: Fiqh, Sosiokultural, Sosiopolitik 
KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL SEKTOR PUBLIK Fanani, Abdul Fatah; Iqbal, Mahathir Muhammad; Astutik, Wahyu; Lestari, Yuni
JPSI (Journal of Public Sector Innovations) Vol 4, No 2 (2020): Mei 2020
Publisher : Department of Public Administration, Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (362.45 KB) | DOI: 10.26740/jpsi.v4n2.p84 - 90

Abstract

Artikel ini mendeskripsikan tentang kebutuhan terhadap kepemimpinan transformasional di negara Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh terjadinya degradasi moral bangsa yang menggerogoti sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Berkembangnya korupsi, kolusi, dan nepotisme sebagai bukti begitu parahnya degradasi moral bangsa Indonesia, yang hampir menjerumuskan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ke dalam jurang kehancuran. Hadirnya beberapa tokoh pemimpin yang reformis yang mencirikan kepemimpinan transformasional pada era roformasi ini, khususnya di sektor publik memberi angin segar bagi permasalahan krisis kepemimpinan dan ketidakpercayaan masyarakat (distrust) kepada pemimpinnya. Para pemimpin transformasional ini memiliki jiwa altruisme dan filantropi yang tinggi. Mereka mampu menunjukkan kepeduliannya kepada masyarakat yang dipimpinnya, meskipun menghadapi tantangan dan ancaman dari berbagai pihak yang berseberangan dengan haluan politiknya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode library research. Materi yang digunakan dalam menyusun artikel ini menggunakan bahan-bahan bacaan dan data skunder. Materi, data serta informasi yang terkumpul  kemudian disusun dan dianalisis, sehingga menghasilkan kesimpulan yang bisa dipertanggungjawabkan. Dalam artikel ini menghasilkan suatu kesimpulan bahwa kepemimpinan transformasional sector publik sangat dibutuhkan di Indonesia pada saat ini. Keteladanan dan keberhasilan beberapa pemimpin transformasional yang telah ada menjadi panutan bagi pemimpin dan masyarakat. Keberanian dalam mengambil kebijakan untuk kepentingan masyarakat banyak dan kemampuan merubah mind set masyarakat yang dipimpinnya sehingga mendukung kebijakannya mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kemampuannya pemimpin transformasional dalam mentransformasikan ide dan gagasan untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat yang dipimpin menunjukkan keberhasilan yang signifikan.
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WISATA KULINER KOTA MALANG Iqbal, Mahathir Muhammad; Kurniawan, Dadieng
JPSI (Journal of Public Sector Innovations) Vol 1, No 2 (2017): Mei 2017
Publisher : Department of Public Administration, Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (210.597 KB) | DOI: 10.26740/jpsi.v1n2.p59-65

Abstract

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) khususnya di sektor kuliner butuh strategi pengembangan yang kokoh dan perlu melibatkan elemen-elemen besar sampai terkecil serta instrumen hukum yang kuat dalam memproteksi UMKM kuliner dalam negeri.Pemerintah juga harus menyelaraskan program kerjanya di tiap daerah dengan stimulan penumbuhan UMKM baru di tiap kecamatan. Oleh karena itu dibutuhkanlah suatu strategi dalam pengembangan usaha mikro kecil dan menengah khususnya di sektor kuliner di Kota Malang. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Metode ini disebut juga sebagai metode naturalistik, karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting). Hasilnya, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) khususnya di sektor kuliner butuh strategi pengembangan yang kokoh dan perlu melibatkan elemen-elemen besar sampai terkecil serta instrumen hukum yang kuat dalam memproteksi UMKM kuliner dalam negeri.Pemerintah juga harus menyelaraskan program kerjanya di tiap daerah dengan stimulan penumbuhan UMKM baru di tiap kecamatan. Oleh karena itu dibutuhkanlah suatu strategi dalam pengembangan usaha mikro kecil dan menengah khususnya di sektor kuliner di Kota Malang.
KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL SEKTOR PUBLIK Fanani, Abdul Fatah; Iqbal, Mahathir Muhammad; Astutik, Wahyu; Lestari, Yuni
JPSI (Journal of Public Sector Innovations) Vol 4, No 2 (2020): Mei 2020
Publisher : Department of Public Administration, Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (362.45 KB) | DOI: 10.26740/jpsi.v4n2.p84-90

Abstract

Artikel ini mendeskripsikan tentang kebutuhan terhadap kepemimpinan transformasional di negara Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh terjadinya degradasi moral bangsa yang menggerogoti sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Berkembangnya korupsi, kolusi, dan nepotisme sebagai bukti begitu parahnya degradasi moral bangsa Indonesia, yang hampir menjerumuskan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ke dalam jurang kehancuran. Hadirnya beberapa tokoh pemimpin yang reformis yang mencirikan kepemimpinan transformasional pada era roformasi ini, khususnya di sektor publik memberi angin segar bagi permasalahan krisis kepemimpinan dan ketidakpercayaan masyarakat (distrust) kepada pemimpinnya. Para pemimpin transformasional ini memiliki jiwa altruisme dan filantropi yang tinggi. Mereka mampu menunjukkan kepeduliannya kepada masyarakat yang dipimpinnya, meskipun menghadapi tantangan dan ancaman dari berbagai pihak yang berseberangan dengan haluan politiknya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode library research. Materi yang digunakan dalam menyusun artikel ini menggunakan bahan-bahan bacaan dan data skunder. Materi, data serta informasi yang terkumpul  kemudian disusun dan dianalisis, sehingga menghasilkan kesimpulan yang bisa dipertanggungjawabkan. Dalam artikel ini menghasilkan suatu kesimpulan bahwa kepemimpinan transformasional sector publik sangat dibutuhkan di Indonesia pada saat ini. Keteladanan dan keberhasilan beberapa pemimpin transformasional yang telah ada menjadi panutan bagi pemimpin dan masyarakat. Keberanian dalam mengambil kebijakan untuk kepentingan masyarakat banyak dan kemampuan merubah mind set masyarakat yang dipimpinnya sehingga mendukung kebijakannya mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kemampuannya pemimpin transformasional dalam mentransformasikan ide dan gagasan untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat yang dipimpin menunjukkan keberhasilan yang signifikan.
DISKURSUS GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM Iqbal, Mahathir Muhammad
Analisis: Jurnal Studi Keislaman Vol 15 No 1 (2015): Analisis : Jurnal Studi Keislaman
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/ajsk.v15i1.715

Abstract

Our  religious  orientation  today  is still  dominated  by the  bias of the normative discourse of women’s interests. Especially regarding   gender  relations.   We   actually   realize   that   many religious  law,  personal law  such  families,  religious  practices, and including  also the  social and political  leadership  over  the legitimacy  of religious  especially  for women,  is  based  on  the assumption  of patriarchy  and sexism.  The system  is based  on patriarchy  and sexism, usually alienate  women at home, so men are more able to dominate  women. Gender discourse in Islamic education  clearly  has  a very  important  relevance.  In fact,  the discourse of gender and sexism can be on the agenda the study of new forms  of equality  and egalitarianism  represents  justice discourse.  This gender studies,  for example,  can be used as an alternative   paradigm  construction   amid   strong   conservative currents would strive to restore the role of women to the domestic sector, with a variety of pragmatic legitimacy, religious, or ideological  science. One of the immediate  urgent effort  is how to  formulate  a  concept  of  gender  oriented  Islamic education
Efektivitas Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD) dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Iqbal, Mahathir Muhammad; Handayani, Sri; Safitri, Dewi Istanti
Jurnal Inovasi Ilmu Sosial dan Politik (JISoP) Vol 3 No 2 (2021)
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33474/jisop.v3i2.11192

Abstract

Development is a continuous effort in creating conditions that can provide more valid (valid) alternatives for every citizen to achieve his most humanist aspirations, generally humanist aspirations are expressed as increasing social welfare. Therefore, a development must begin with proper planning. So that with a proper planning will provide a development result in accordance with the needs of the community. The Malang Regency Government itself only implemented SIPD in early 2021, so that at a very young age, of course, there are still many things that need to be improved in the future. The need for an evaluation of a program running is one way so that errors or deficiencies can be identified and corrected. Therefore, the author uses indicators from the theory of effectiveness that have been described in the theoretical study.