Achmad Jainuri
Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel, Surabaya

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Islam and Human Rights in Indonesia: An Account of Muslim Intellectuals’ Views Fuad, Ahmad Nur; Arbaiyah, A.; Mughni, Syafiq; Jainuri, Achmad
Al-Jamiah: Journal of Islamic Studies Vol 45, No 2 (2007)
Publisher : Al-Jamiah Research Centre, Sunan Kalijaga State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.2007.452.241-287

Abstract

The issue of Islam and human rights has become important issue in Indonesia at least since the last two decades. Indonesian Muslims have developed two different approaches to human rights: in complete agreement with the declaration of universal human rights; and in resistance to that declaration and developing understanding that Islam encompasses human rights values. The article argues for its part that human rights are not absolutely universal, because they are based chiefly on Western values, structures, ethics and morality. For that, it is reasonable to question their universality. The present article focuses on how Indonesian Muslim intellectuals conceive of human rights and Islamic values as they perceive the two. Specifically, it focuses on four principal issues in human rights discourse: freedom of opinion, religious freedoms, rights of women, and criminal law. The authors reveal in the conclusion that although some Indonesian Muslim intellectuals admit that universal human rights are truly universal, they still see differences in certain cases, due to differences in socio-cultural background. They have tried to affect a synthesis between the universality and particularity of both Islamic and universal human rights in order to make both fit within the Indonesian context.
Islam and Human Rights in Indonesia: An Account of Muslim Intellectuals’ Views Fuad, Ahmad Nur; Arbaiyah, A.; Mughni, Syafiq; Jainuri, Achmad
Al-Jamiah: Journal of Islamic Studies Vol 45, No 2 (2007)
Publisher : Al-Jamiah Research Centre, Sunan Kalijaga State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.2007.452.241-287

Abstract

The issue of Islam and human rights has become important issue in Indonesia at least since the last two decades. Indonesian Muslims have developed two different approaches to human rights: in complete agreement with the declaration of universal human rights; and in resistance to that declaration and developing understanding that Islam encompasses human rights values. The article argues for its part that human rights are not absolutely universal, because they are based chiefly on Western values, structures, ethics and morality. For that, it is reasonable to question their universality. The present article focuses on how Indonesian Muslim intellectuals conceive of human rights and Islamic values as they perceive the two. Specifically, it focuses on four principal issues in human rights discourse: freedom of opinion, religious freedoms, rights of women, and criminal law. The authors reveal in the conclusion that although some Indonesian Muslim intellectuals admit that universal human rights are truly universal, they still see differences in certain cases, due to differences in socio-cultural background. They have tried to affect a synthesis between the universality and particularity of both Islamic and universal human rights in order to make both fit within the Indonesian context.
KINERJA PEGAWAI PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT (PUSKESMAS) DAWARBLANDONG, KECAMATAN DAWARBLANDONG, KABUPATEN MOJOKERT ACHMAD JAINURI
Publika Vol 3 No 2 (2015)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26740/publika.v3n2.p%p

Abstract

Fasilitas pelayanan kesehatan merupakan suatu tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan atau masyarakat. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) contohnya menjadi salah satu fasilitas kesehatan tingkat pertama yang memberikan pelayanan kesehatan dasar. Begitu juga di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Dawarblandong, Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto yakni menjadi Fasilitas Kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan upaya kesehatan dasar utamanya di wilayah kerja Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto. Puskesmas Dawarblandong ini mempunyai pegawai berjumlah 60 pegawai, tentunya menjadi kekuatan tersendiri bagi Puskesmas dalam hal jumlah pegawai. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan Kinerja Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Dawarblandong Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto. Metode penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif. Data dikumpulkan dengan Kuesioner/Angket yang dibagikan kepada seluruh pegawai yang sekaligus menjadi responden yakni sejumlah 60 pegawai. Teknik analisis yakni dengan menganalisis data kuantitatif hasil kuesioner, kemudian dideskripsikan sesuai hasil perhitungan data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja pegawai Puskesmas Dawarblandong rata-rata berada di interval 3.1-4 yakni berpredikat Sangat Baik. Pada indikator Kesetiaan memperoleh nilai sebesar 3,52, indikator Prestasi Kerja memperoleh nilai sebesar 3,25, indikator Kedisiplinan memperoleh nilai sebesar 3,21, indikator Kreatifitas memperoleh nilai sebesar 3,27, indikator Kerjasama memperoleh nilai sebesar 3,29, indikator Kecakapan memperoleh nilai sebesar 3,22, dan indikator Tanggung Jawab memperoleh nilai sebesar 3,25. Kata Kunci: Kinerja Pegawai
ALLAH, UNIVERSALITAS, DAN PLURALITAS Achmad Jainuri, PhD
Studia Philosophica et Theologica Vol 1 No 1 (2001)
Publisher : Litbang STFT Widya Sasana Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35312/spet.v1i1.5

Abstract

Harold Coward menulis sebuah buku menarik, Pluralism Challenge to World Religions. Gagasan pluralisme dewasa ini mendominasi dunia agama-agama. Coward bahkan menarik sebuah kesimpulan bahwa tingkat spiritualitas seorang agamawan ditentukan oleh bagaimana dia bersikap terhadap agama-agama lain. Tulisan ini menjabarkan tiga tesis menarik Coward seputar pluralisme: realitas transenden tampil dalam fenomena agama-agama (satu), ada pengakuan umum seputar pengalaman keagamaan tertentu (dua), identifikasi spiritualitas sendiri yang sering kali dipandang lebih tinggi dari agama orang lain (tiga). Rincian ide dari Coward ini dijabarkan untuk suatu pembahasan tentang dialog antarumat beragama. Sebuah pembahasan yang memiliki kepentingan perenial di Indonesia dan di dunia saat ini
The Idea of Tajdīd In The Seventeenth Century India: A Reconsideration of the Backround of Religious Life Achmad Jainuri
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies No 63 (1999)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.2022.3763.77-92

Abstract

Ide tentang tajdid dan munculnya mujaddid setiap satu abad sebagaimana disebut dalam satu hadis Nabi merupakan satu faham yang dianut secara meluas, termasuk kalangan masyarakal Islam di lndia. Salah seorang yang dipandang sebagai mujadid untuk milinium kedua adalah Syeh Ahmad Sirhindi. Menurut sebagian besar, jika tidak semua, karya-karya tentang Sirhindi, gerakan tajdid tersebut terutama disebabkan oleh praktek keagamaan masyarakal lndia yang dipandang telah jauh dari ajaran lslam yang sebenarnya; masyarakat setempat dipandang sering kali melakukan praktek-praktek bid'ah dan khurafat bahkan tidak jarang melakukan sesuatu yang justru cenderung menghancurkan Islam. Semua praktek tersebut semakin subur terutama sejak naiknya Akbar ke tahta Kerajaan Mughal, sehingga melahirkan pandangan bahwa Akbar telah keluar dari Islam. Yang menarik, makalah berikut mempertanyakan kembali tesis yang sudah mengakar itu. Dengan menelusuri data-data sejarah yang berhubungan dengan kehidupan keagamaan pada masa Akbar dan Sirhindi, penulis makalah sampai pada kesimpulan bahwa tesis tersebut tidak bisa diterima, paling tidak masih memerlukan penelitian lebih jauh. Untuk mendukung tesisnya Penulis menujukkan bahwa perbedaan antara Akbar di satu sisi dan Sirhindi di sisi yang lain lebih banyak disebabkan oleh pertentangan elit yang lebih terorientasi politik dan bukan persoalan keagamaan; atau bukan pertentangan antara pandangan non-Muslim (Akbar) dan Muslim (Sirhindi) tapi lebih antara satu pemahaman dengan pemahaman yang lain tentang ajaran Islam' Akibat tulisan berikut cukup serius: klaim bahwa Sirhindi merupakan mujaddid pada milinium kedua adalah kurang didukung oleh data sejarah yang bisa diterima sebagian besar, jika tidak semua sejarawan. 
Islam and Human Rights in Indonesia: An Account of Muslim Intellectuals’ Views Fuad, Ahmad Nur; Arbaiyah, A.; Mughni, Syafiq; Jainuri, Achmad
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies Vol 45, No 2 (2007)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.2007.452.241-287

Abstract

The issue of Islam and human rights has become important issue in Indonesia at least since the last two decades. Indonesian Muslims have developed two different approaches to human rights: in complete agreement with the declaration of universal human rights; and in resistance to that declaration and developing understanding that Islam encompasses human rights values. The article argues for its part that human rights are not absolutely universal, because they are based chiefly on Western values, structures, ethics and morality. For that, it is reasonable to question their universality. The present article focuses on how Indonesian Muslim intellectuals conceive of human rights and Islamic values as they perceive the two. Specifically, it focuses on four principal issues in human rights discourse: freedom of opinion, religious freedoms, rights of women, and criminal law. The authors reveal in the conclusion that although some Indonesian Muslim intellectuals admit that universal human rights are truly universal, they still see differences in certain cases, due to differences in socio-cultural background. They have tried to affect a synthesis between the universality and particularity of both Islamic and universal human rights in order to make both fit within the Indonesian context.