Titi Kalima
Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Jl. Gunung Batu No. 5 PO Box 165, Bogor 16610 Telp. (0251) 8633234

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

AN OVERVIEW ON THE CONSERVATION STATUS OF MERSAWA (Anisoptera costata Korth.) IN JAVA Kalima, Titi; Setyawati, Titiek
Indonesian Journal of Forestry Research Vol 4, No 2 (2007): Journal of Forestry Research
Publisher : Secretariat of Forestry Research and Development Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/ijfr.2007.4.2.105-108

Abstract

Anisoptera costata Korth., which has a commercial name of mersawa grows and proliferates naturally, often gregarious, in semi-evergreen dipterocarp forest and evergreen forest in areas with seasonal climate and rare but widespread in lowland everwet forest from sea level up to 700 m in continental S.E. Asia, Malay Peninsula, Borneo, Sumatra, and Java (Ashton, 1982).  In Java, it has been recorded to occur only in Banten (Backer & Bakhuizen van den Brink,1963) and in Leuweung Sancang Nature Reserve (LSNR) (Kalima, 2006)
RATTAN SPECIES AT THREE MOUNTS IN GUNUNG HALIMUN NATIONAL PARK, WEST JAVA Kalima, Titi
Indonesian Journal of Forestry Research Vol 1, No 1 (2004): Journal of Forestry Research
Publisher : Secretariat of Forestry Research and Development Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/ijfr.2004.1.1.7-16

Abstract

Management  of  forest is believed   that many basic knowledges  about  the nature of  the forest is needed.   One of  them is to develop  the forest  as a resource  of  cane industry  in a sustainable way. For this  purpose,  the composition,   distribution  and density  of  rattan  species  in Gunung Halimun National  Park (INGH)   were studied as a model. Data were collected  from December 1994  until May 1995.   For species  composition   on rattan  in TNGH,   three  areas were observed namely in Mt. Kancana,  Mt. Pameungpeuk  and Mt. Pangkulahan  using a continues  belt transect method,   from  the  elevation  of  800-1,400   m above  sea level.  It was  found  that  there  were 13 species of  rattans  in the region.  In terms  of  species   richness  and densities,  Mt. Pameungpeuk comes  first, followed  by Mt. Pangku1ahan  and Mt. Kancana.  Calamus  beteroides, C.javensis,  Daemonorops melanocbaetes, and Plectocomia elongata  are dominant  both in seedling  and nature  forms.  The nature rattans  are relatively abundant   in areas  less  than  1,000 meter  above  sea level and  decrease  in number  of species as well as the minimal population  in the higher altitude.   Calamus  ornatus grows well at 800-1,400 m asl,  while Daemonorops ruber at 800-1,500 m asl, D.oblonga at 800-1,400 m asl.
KERAGAMAN JENIS DAN POPULASI FLORA POHON DI HUTAN LINDUNG GUNUNG SLAMET, BATURRADEN, JAWA TENGAH Kalima, Titi
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 4, No 2 (2007): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

 ABSTRAK Penelitian    keragaman  dan  populasi  flora  di  hutan  lindung  Gunung  Slamet  Baturraden,  Jawa  Tengah dilakukan sebagai pendekatan penelitian untuk memperoleh data dan informasi dasar untuk pengelolaan Kebun Raya Baturraden berbasis ekologis. Penelitian ini bertujuan unutk mendapatkan informasi tentang keanekaragaman flora dan populasi di wilayah hutan lindung Gunung Slamet. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat dengan pengukuran jalur berpetak dengan lebar 10 m dan panjang 500 m memotong kontur. Jalur diletakkan pada ketinggian 1.130 m dpl dan 1.250 m dpl. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kedua lokasi tersebut diperoleh 40 spesies flora hutan termasuk ke dalam 38 marga dan 33 suku dengan spesies flora pohon dominan antara lain Castanopsis argentea Blume, Elaeocarpus glaber Blume, Symplocos fasciculate Zoll., Ficus fistulosa Reinw., dan Antidesma tetandrum Blume. Selanjutnya hasil analisis indeks keanekaragaman spesies dan indeks kesamaan spesies pada lokasi penelitian tidak menunjukkan perbedaan antara flora spesies pada ketinggian 1.130 m dpl dan 1.250 m dpl. Pada ketinggian 1.250 m dpl. kerapatan flora pohon cenderung menurun bila dibandingkan dengan ketinggian1.130 m dpl. diakibatkan oleh perbedaan kondisi tanah, topografi, dan lingkungan fisik. 
TINGKAT KELIMPAHAN POPULASI SPESIES ROTAN DI HUTAN LINDUNG BATU KAPAR, GORONTALO UTARA Kalima, Titi; Jasni, Jasni
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 7, No 4 (2010): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian  ini  bertujuan  untuk  memperoleh  informasi  tentang  keanekaragaman spesies-spesies  rotan  di kawasan Hutan Lindung Batu Kapar, Gorontalo Utara. Observasi dilakukan di Kecamatan Atinggola, yang merupakan kawasan hutan alam. Spesies rotan yang dijumpai dicatat dan diidentifikasi berdasarkan karakteristik pelepah daun. Frekuensi setiap spesies rotan ditentukan berdasarkan kepadatan populasi setiap spesies pada beberapa tinggi tempat. Metode yang digunakan  adalah jalur berpetak (line plot sampling), di mana banyak tumbuhan rotan. Jalur dibuat sepanjang 100 m dengan ukuran lebar 20 m.  Hasil eksplorasi dan identifikasi spesies-spesies rotan di kawasan Hutan Lindung Batu Kapar dijumpai sebanyak 11 spesies rotan berdasarkan nama lokal. 11 spesies rotan ini diperoleh enam spesies rotan tumbuh berumpun dan lima spesies tumbuh tunggal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa spesies rotan yang paling dominan persebarannya adalah rotan buku tinggi (Calamus ornatus var. celebicus Beccari ) berturut-turut pada ketinggian 600 m dpl., 700 m dpl., dan 800 m dpl., adalah INP = 30,94%; INP = 29,39 %; dan INP = 30,95%. Nilai indeks keanekaragaman spesies tertinggi pada ketinggian 700 m dpl. (1,0163) dengan 11 spesies dan nilai terendah pada ketinggian 800 m dpl. (0,9736) dengan 10 spesies. Nilai indeks kesamaan komposisi tidak mencapai 50%, berarti secara keseluruhan nilai indeks kesamaan spesies relatif rendah
STATUS POPULASI DIPTEROCARPACEAE DI HUTAN LINDUNG CAPAR,BREBES, JAWA TENGAH Kalima, Titi
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 7, No 4 (2010): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan di kawasan hutan lindung Capar, Brebes, Jawa Tengah pada bulan Juli 2007. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi status populasi spesies dari famili Dipterocarpaceae dan keragaman jenis pohon di hutan lindung Capar, Brebes, Jawa Tengah. Jalur berukuran panjang 100 m dan lebar 100 m dibuat pada tempat ditemukannya spesies dari famili Dipterocarpaceae (yaitu di Blok Gn.Bongkok dan Cikadu), kemudian dibuat 100 plot contoh berukuran 10 x 10 m untuk mendata semua spesies pohon yang berdiameter batang ≥ 20 cm, tingkat anakan pohon (diameter < 20 cm) pada plot berukuran 5 x 5m. Jumlah spesies dan individu, tinggi bebas cabang dan total, diameter batang dan tajuk dicatat. Hasil penelitian di dua lokasi ditemukan spesies Dipterocarpus retusus Blume dan Vatica javanica sub sp.javanica V. Slooten. Di blok Gn. Bongkok teridentifikasi 21 spesies tingkat pohon dan 24 spesies tingkat anakan pohon. Sedangkan di blok Cikadu ditemukan 20 spesies tingkat pohon dan 22 spesies tingkat anakan pohon. Spesies-spesies dominan untuk tingkat pohon di blok Gn. Bongkok adalah Macaranga rhizinoides Muell. Arg. (INP = 25,46%), tingkat anakan pohon Dipterocarpus retusus Blume (INP = 24,93%) yang memiliki pola sebaran tertinggi pada diameter batang < 10 cm. Sedangkan di blok Cikadu untuk tingkat pohon didominasi oleh Macaranga rhizinoides Muell. Arg. (INP = 39,71%), dan tingkat anakan pohon Pterospermum javanicum Jungh. (INP = 25,88%).  Pola sebaran D.retusus  Blume di blok Cikadu berkisar pada kelas diameter batang 20 - 40 cm, sedangkan Vatica javanica sub sp.javanica V. Slooten memiliki pola sebaran pada kelas diameter batang  10– 19,9 cm. Perambahan menyebabkan berubahnya ekosistem mikroakibat berubahnya struktur dan komposisi sampai hilangnya suatu spesies dari famili Dipterocarpacea. Kawasan hutan lindung mempunyai fungsi penting bagi perlindungan spesies dari famili Dipterocarpaceae. Upaya yang telah dilakukan dalam pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan yang diatur oleh Peraturaan Daerah (Perda) adalah pengembangan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dengan melibatkan masyarakat lokal
PROFIL KERAGAMAN DAN KEBERADAAN SPESIES DARI SUKU DIPTEROCARPACEAE DI TAMAN NASIONAL MERU BETIRI, JEMBER Kalima, Titi
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 5, No 2 (2008): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

 ABSTRAK Penelitian dilakukan di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), Jember pada bulan Juni 2007. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data populasi, persebaran spesies Dipterocarpaceae dan perubahan keragaman struktur flora pohon yang terjadi di kawasan hutan Sumbergadung dan Lodadi, TNMB, Jember. Jalur berukuran panjang 300 m dan lebar 20 m dibuat pada tempat di mana ditemukan spesies Dipterocarpaceae, kemudian dibuat 15 plot contoh berukuran 20 m x 20 m untuk mendata semua spesies pohon yang berdiameter batang > 20 cm, tingkat tiang (10-19,9 cm), dan pancang (2-9,9 cm) pada plot berukuran 10 m x 10 m; dan semai (< 1,9 cm) pada plot berukuran 5 m x 5 m. Jumlah spesies dan individu, tinggi bebas cabang dan total, diameter batang dan tajuk dicatat. Hasil penelitian di dua lokasi ditemukan spesies Dipterocarpus hasseltii Blume. di Sumbergadung teridentifikasi 29 spesies tingkat pohon, 13 spesies tingkat tiang, 11 spesies tingkat pancang, dan delapan spesies tingkat semai. Sedangkan di Lodadi ditemukan16 spesies tingkat pohon, 16 spesies tingkat tiang, sembilan spesies tingkat pancang, dan delapan spesies tingkat semai. Kedua profil keragaman spesies tersebut dianalisis pada plot berukuran 50 m x 20 m. Spesies- spesies  yang  dominan  untuk  tingkat  pohon  di  Sumbergadung adalah  Pterospermum javanicum Jungh. (INP=29,75%), tingkat tiang oleh Ficus septica Burm. (INP=53,52%), dan tingkat pancang oleh Cinnamomum porrectum (Roxb.) Kosterm.( INP  =56,15%). Sedangkan di  Lodadi untuk tingkat pohon didominasi oleh Tetrameles nudiflora R.Br. (INP=37,01%), tingkat tiang oleh Terminalia bellirica (Gaertn.) Roxb.( INP=40,11 %), tingkat pancang oleh Dipterocapus hasseltii Blume (INP=43,08%), dan tingkat semai, baik di Sumbergadung maupun di Lodadi didominasi oleh Calophyllum inophyllum L. Stratifikasi dari komunitas flora pohon di kedua lokasi tersebut terdiri atas tiga stratum. Strata paling tinggi di antara 35 sampai 40 m tingginya. Namun demikian ada spesies pohon dapat mencapai tinggi 44 m atau lebih dengan diameter batang antara 45 cm sampai 95 cm, seperti D. hasseltii Blume dan Ficus septica Burm.
The Future Prospect of Rattan as Food Resources in Central Kalimantan Kalima, Titi; Susilo, Adi
Proceeding International Conference on Global Resource Conservation Vol 6, No 1: Proceeding of 6th ICGRC 2015
Publisher : Proceeding International Conference on Global Resource Conservation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (0.209 KB)

Abstract

Rattan plays an important role as food resources in the culture of the Dayak communities living near forest areas. Shoot of rattan is cooked by the Dayaks to make a dish "sayur umbut rotan". This stir-fried rattan shoot cuisine is always served in the event of Dayak traditional ceremonies. The aim of this study was to identify and inventory of rattan species that uses in the Dayak food. The study was carried out at the villages of Mantangai Hulu, Kalumpang, Katimpun, Sei Ahaz and Katunjung, in the Kapuas District, Central Kalimantan Province. The method used ware interviewing local community, making field observation and collecting voucher specimen of rattan for identification in the Herbarium of Center for Conservation and Rehabilitation Research and Development. Result of the study was revealed that six species of rattan were used in the Dayak foods which are Calamus caesius Blume, C. trachycoleus Beccari, C. ornatus Blume ex Schult. &amp; Schult.), Daemonorops crinita Blume, D. fissa Blume, and Plectocomiopsis geminiflora (Griff.) Beccari. It is recommended that these six species of rattan should be cultivated in their garden to lessen disturbance to the natural population. Key words: Dayak; local communities; rattan; traditional food
Natural Resistance of Rattan Species from Sumatra Against Subterranean Termite and Its Relation to Chemical Properties (Ketahanan Alami Rotan Asal Sumatra terhadap Rayap Tanah dan Hubungannya dengan Sifat Kimia) Arsyad, Waode OM; Efiyanti, Lisna; Kalima, Titi
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol 16, No 2 (2018): Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis
Publisher : Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (38.454 KB)

Abstract

The main problem of rattan utilization was the ravages of destructive organisms attack. The objective of this study was to determine the natural resistance of rattan species from Sumatra against subterranean termites and its relation with the chemical characteristics of rattan. All samples were tested for resistance to subterranean termite and its chemical characteristics according to the Indonesian National Standard. Observations, percentage weight loss, termite survival and degree of attack were determined. Results showed that Calamus insignis, C. holttumii, Daemonorps verticillaris, and D. longipes included in very resistant (Class I). Korthalsia flagellaris, C. zonatus, C. laevigatus, D. sepals, C. spectatissimus, C. rugosus, and C. oleyanus included in resistance class II. Furthermore, D. micracantha included in the class of moderate resistance (class III). The cellulose content has no significant correlation (P>0.01), and lignin has a significant negative correlation (P<0.01) to the weight loss, termite survival and the degree of attack. Rattan that has resistance class I and II can be utilized as raw material of furniture and crafts, while rattan which have resistance class III require preservation treatment to extend its service life.Keywords: chemical properties, rattan, resistance class, subterranean termite
GAHARU TANDUK (GONYSTYLUS MACROPHYLLUS (MIQ.) AIRY SHAW) DI HUTAN CILEMOH, JASINGA DAN UPAYA KONSERVASINYA Wardani, Marfu'ah; Kalima, Titi
Prosiding Seminar Biologi Vol 8, No 1 (2011): Seminar Nasional VIII Pendidikan Biologi
Publisher : Prodi Pendidikan Biologi FKIP UNS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (392.851 KB)

Abstract

ABSTRAK Gaharu tanduk (Gonystylus macrophyllus (Miq.) Airy Shaw) merupakan salah satu spesies pohon bernilai komersial yang keberadaannya semakin langka. Spesies ini telah masuk dalam International of Union for the Conservation of Nature (IUCN) Red List Red List Data dengan kategori rawan (Vulnerable = VU). Eksplorasi untuk memperoleh data dan informasi ilmiah tentang keberadaan pohon gaharu tanduk telah dilakukan pada bulan Juli 2009 di hutan adat Cilemoh, Jasinga, Bogor, Jawa Barat. Pengumpulan data melalui pembuatan plot pengamatan berupa lingkaran dengan radius 7,32 m. Titik tengah lingkaran tersebut adalah pangkal batang pohon cuplikan. Di dalam plot pohon cuplikan dibuat pula 1 subplot lingkaran dengan titik tengahnya pada azimut 90° berjarak 3,66 m dari titik pusat plot dengan radius 2,07 m untuk tingkat pancang dan untuk pengamatan tingkat semai dibuat 3 subplot bujur sangkar 1m x 1m berjarak 4,57 m masing-masing azimut 30°, 150° dan 270° dari titik pusat plot. Hasil eksplorasi menunjukkan bahwa hanya diperoleh satu pohon berdiameter batang 85 cm, dengan tinggi total 31 m, tanpa permudaan alam. Oleh karena itu sebelum terjadi kepunahan, pohon gaharu tanduk perlu mendapat prioritas untuk dilindungi. Perlindungan yang dilakukan dapat berbentuk konservasi in-situ yaitu upaya melestarikan jenis di habitatnya atau konservasi ex-situ dengan melestarikan di luar habitatnya. Kata kunci : gaharu tanduk, komersial, langka, konservasi
GAHARU TANDUK (GONYSTYLUS MACROPHYLLUS (MIQ.) AIRY SHAW) DI HUTAN CILEMOH, JASINGA DAN UPAYA KONSERVASINYA Wardani, Marfu'ah; Kalima, Titi
Proceeding Biology Education Conference: Biology, Science, Enviromental, and Learning Vol 8, No 1 (2011): Prosiding Seminar Nasional VIII Biologi
Publisher : Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Gaharu tanduk (Gonystylus macrophyllus (Miq.) Airy Shaw) merupakan salah satu spesies pohon bernilai komersial yang keberadaannya semakin langka. Spesies ini telah masuk dalam International of Union for the Conservation of Nature (IUCN) Red List Red List Data dengan kategori rawan (Vulnerable = VU). Eksplorasi untuk memperoleh data dan informasi ilmiah tentang keberadaan pohon gaharu tanduk telah dilakukan pada bulan Juli 2009 di hutan adat Cilemoh, Jasinga, Bogor, Jawa Barat. Pengumpulan data melalui pembuatan plot pengamatan berupa lingkaran dengan radius 7,32 m. Titik tengah lingkaran tersebut adalah pangkal batang pohon cuplikan. Di dalam plot pohon cuplikan dibuat pula 1 subplot lingkaran dengan titik tengahnya pada azimut 90° berjarak 3,66 m dari titik pusat plot dengan radius 2,07 m untuk tingkat pancang dan untuk pengamatan tingkat semai dibuat 3 subplot bujur sangkar 1m x 1m berjarak 4,57 m masing-masing azimut 30°, 150° dan 270° dari titik pusat plot. Hasil eksplorasi menunjukkan bahwa hanya diperoleh satu pohon berdiameter batang 85 cm, dengan tinggi total 31 m, tanpa permudaan alam. Oleh karena itu sebelum terjadi kepunahan, pohon gaharu tanduk perlu mendapat prioritas untuk dilindungi. Perlindungan yang dilakukan dapat berbentuk konservasi in-situ yaitu upaya melestarikan jenis di habitatnya atau konservasi ex-situ dengan melestarikan di luar habitatnya. Kata kunci : gaharu tanduk, komersial, langka, konservasi