Theodola Baning Rahayujati
Dinas Kesehatan Kabupaten Kulonprogo

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Dukungan keluarga dan kualitas hidup pasien diabetes mellitus Fatma Nuraisyah; Hari Kusnanto; Theodola Baning Rahayujati
Berita Kedokteran Masyarakat (BKM) Vol 33, No 1 (2017)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (43.023 KB) | DOI: 10.22146/bkm.7886

Abstract

Latar belakang: Diabetes melitus merupakan salah satu  masalah kesehatan yang berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan mutu sumber daya manusia. Salah satu cara untuk meningkatkan mutu hidup penderita DM tipe II melalui dukungan keluarga. Dengan adanya dukungan dari keluarga dapat memotivasi penderita untuk hidup optimis sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan keluarga ditinjau dari empat dimensi (emosional, penghargaan, instrumental, dan informasi) dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2 di Puskesmas Panjatan II Kabupaten Kulon Progo.Metode: Desain penelitian ini adalah analitik cross sectional dengan jumlah sampel 150 pasien DM tipe 2. Analisa data menggunakan koefisien korelasi pearson, uji t-independen, dan regresi linear sederhana.Hasil: Adanya hubungan dukungan keluarga (p value:0,00) dan komplikasi (p value: 0,02)  dengan kualitas hidup pasien DM II. Adanya hubungan dukungan keluarga ditinjau dari dimensi emosional (p value:0,00), dimensi penghargaan (p value:0,00), dimensi instrumental (p value:0,00) dengan kualitas hidup pasien DM II. Kesimpulan: adanya hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien DM II.  
Evaluasi Sistem Surveilans Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular Berbasis Posbindu di Kabupaten Sleman Tahun 2017 Erna Yati Renyaan; Theodola Baning Rahayujati; Isa Dharmawidjaja
Berita Kedokteran Masyarakat (BKM) Vol 34, No 5 (2018): Proceedings the 3rd UGM Public Health Symposium
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (338.279 KB) | DOI: 10.22146/bkm.35457

Abstract

Latar belakangWHO mencatat 36 juta jiwa pertahun (63%) penyebab kematian didunia adalah penyakit tidak menular (PTM). Riset Kesehatan Dasar 2007 dan 2013 menunjukkan 61% dari total kematian karena PTM. Profil Kabupaten Sleman tahun 2017 tercatat penyakit hipertensi mencapai 83.000 kasus dan Diabetes Mellitus 33.987 kasus. Tujuan evaluasi untuk melihat pelaksanaan sistem surveilans faktor risiko penyakit tidak menular (FR-PTM) berbasis Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) di Kabupaten Sleman tahun 2017.MetodeDesain penelitian adalah observasional. Dilaksanakan Januari-Februari 2018. Responden adalah penanggungjawab surveilans PTM Posbindu di 17 puskesmas. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Evaluasi sistem surveilans terkait struktur sistem, fungsi inti, fungsi pendukung dan kualitas surveilans berdasarkan pedoman WHO. Instrumen menggunakan kuesioner terstruktur. Analisis data dilakukan secara deskriptif.Hasil136 posbindu yang tersebar di 17 puskesmas dan yang aktif melapor 95 posbindu. Dari struktur sistem menunjukkan 82,38% belum mengetahui tentang legal aspek pelaksanaan sistem surveilan PTM. Pada segi fungsi inti diketahui 76,47% deteksi kasus masih dilakukan oleh kader dengan supervisi dokter karena keterbatasan tenaga. Sebanyak 82,35% tidak dapat melakukan analisis dan interpretasi data FRPTM. Dari fungsi dukungan sebanyak 23,53 responden belum mengikuti pelatihan portal Web PPTM, sedangkan pada kualitas surveilans diketahui 82,35% data tidak lengkap dan tidak tepat waktu.SimpulanPerlu penguatan pada penanggungjawab PTM Posbindu di puskesmas melalui sosialisasi legal aspek, pembuatan format sederhana, pelatihan analisis dan interpretasi data serta pelatihan portal Web PPTM untuk meningkatkan kualitas sistem pelaporan PTM.
Acceptability and adoption of health-facility based NCD surveillance in Kulon Progo district, Yogyakarta Theodola Baning Rahayujati
Berita Kedokteran Masyarakat (BKM) Vol 34, No 5 (2018): Proceedings the 3rd UGM Public Health Symposium
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (414.597 KB) | DOI: 10.22146/bkm.37635

Abstract

Background: Non-communicable diseases (NCD) have been recognized as the new disease pandemic to the developing world in recent years. In 2020, it is estimated that 70% of NCD-related deaths will occur in developing countries. The most prevalent NCD such as coronary heart diseases, cancer, respiratory diseases and diabetes mellitus. Since 2012 Indonesia MOH was established two main surveillance system i.e. health facility- and community-based surveillance systems. MOH report on 2015 showed those reporting from PHC less than 25%. The front-line of health facility-based surveillance is the primary health centers (PHC).  Data should undergo validity and quality check by the District and Provincial Health Office before being sent to the central reporting system.This study aim to evaluate the implementation of health-facility based NCD surveillance and develops recommendations for increasing coverage NCD surveillance in Kulon Progo District. Method: We used RE-AIM (only Reach and Adoption) framework for evaluating the surveillance system. The Reach variables are coverage, knowledge, acceptance, constraint, infrastructure and feasibility. 76 NCD team at PHC and District Health office included doctor, nurse, program manager and laboratory staffs were interviewed and observed using a standardize questionnaire and checked list. Secondary data on NCD surveillance reports were collected and reviewed. Qualitative study were conducted through semi structured interviews and FGDs to evaluate acceptance, constraints and barriers of implementation. Descriptive analysis was used to analyze quantitative data and content analysis was performed on the qualitative data. Result: This study found that most of the health officer involving in the non-communicable program was having fair knowledge on web based NCD surveillance, and only 5% of the respondent has a good understanding on it. There are 19 Puskesmas was assessed on the completeness of the data entry on web based NCD surveillance.
Evaluasi kualitas data sistem surveilans hipertensi di dinas kesehatan kabupaten Blora provinsi Jawa Tengah tahun 2017 Nurfitri Sakina; Theodola Baning Rahayujati; Henny Indriyanti
Berita Kedokteran Masyarakat (BKM) Vol 34, No 5 (2018): Proceedings the 3rd UGM Public Health Symposium
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (405.923 KB) | DOI: 10.22146/bkm.37637

Abstract

Latar belakang: Hipertensi merupakan penyakit yang mempunyai prevalensi tinggi baik di negara maju maupun negara berkembang. Kasus hipertensi di Blora mengalami peningkatan dari tahun 2015 sampai tahun 2017. Menurut informasi petugas pengelola program Penyakit Tidak Menular (PTM) Dinas Kesehatan, masih diperlukan informasi tentang kualitas data yang dikirimkan oleh pengelola PTM puskesmas melalui sistem informasi surveilans PTM Berbasis Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama. Metode: Evaluasi dilakukan secara observasional deskriptif, di dua puskesmas dengan jumlah kasus hipertensi tertinggi dan terendah yaitu Puskesmas Blora dan Rowobungkul. Variabel kualitas yang dievaluasi yaitu kebenaran pencatatan data, kebenaran pengukuran tekanan darah dan pengetahuan petugas. Cara pengambilan data dengan membandingkan hasil pengukuran dari beberapa tensimeter yang digunakan di puskesmas. Kebenaran pencatatan dan pelaporan dilakukan dengan membandingkan data pada register puskesmas dengan data yang dilaporkan ke dinkes. Pengetahuan diukur dengan menggunakan kuesioner. Data dianalisis dengan menghitung distribusi frekuensi dan proporsi masing-masing variabel. Hasil: Terdapat perbedaan hasil jumlah kasus yang terlapor ke dinas kesehatan dengan jumlah kasus yang ada di Puskesmas Blora dan Puskesmas Rowobungkul. Di Puskesmas Rowobungkul, Sistem Informasi Managemen (SIMPUS) di Puskesmas ini belum ada, sehingga data yang tersimpan di buku register pasien tidak lengkap yaitu data 5 bulan hilang. Sedangkan di Puskesmas Blora, walaupun mempunyai SIMPUS untuk menyimpan data, namun data 2 bulan terakhir yaitu bulan november dan desember mempunyai data yang sama seperti pada bulan oktober. Terdapat rentang pengukuran tekanan darah yang dilakukan oleh petugas puskesmas dengan beberapa alat tensimeter yang digunakan di puskesmas. Masih terdapat pengetahuan yang kurang baik dari petugas pengukur tekanan darah di kedua puskesmas. Simpulan: Kualitas data sistem surveilans hipertensi masih perlu diperhatikan dan dibenahi, terutama kebenaran pencatatan data, kebenaran pengukuran tekanan darah dan pengetahuan petugas pengukur tekanan darah. Perlu dilakukan pelatihan petugas, kalibrasi alat secara reguler, dan validasi data dinkes dengan puskesmas setiap 3 bulan sekali.
Potensi risiko kejadian luar biasa pada kegiatan ziarah makam: pembelajaran dari infeksi Escherichia coli di Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo Nurjanna Nurjanna; Gumson Joshua Tampubolon; Iffa Karina Permatasari; Theodola Baning Rahayujati; Titiek Hidayati
Berita Kedokteran Masyarakat (BKM) Vol 34, No 11 (2018): Proceedings of the 4th UGM Public Health Symposium
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2395.147 KB) | DOI: 10.22146/bkm.39810

Abstract

Tujuan: Kegiatan ziarah makam atau biasa disebut “Nyadranan” merupakan bentuk alkulturasi islam dengan budaya jawa yang biasa dilakukan menjelang bulan puasa Ramadhan. Terdapat ritual minum air gentong yang dianggap berkah dalam kegiatan ziarah tersebut. Padahal higienitas air gentong tidak terjamin karena berupa air mentah yang belum diolah. Tulisan ini disusun untuk menggambarkan potensi resiko KLB pada kegiatan ziarah makam dan upaya pencegahan kejadian serupa di masa akan datang. Konten: Kasus KLB pernah terjadi pada 2 rombongan warga Dusun Kradenan Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo yang melakukan kegiatan ziarah makam ke Gunungpring Magelang tahun 2018. Penyebab KLB adalah konsumsi air gentong yang mengandung mikroba patogen Escherichia coli. Air gentong terkontaminasi diduga karena kontak langsung dari tangan peziarah ke air gentong, tercemarnya peralatan minum dan distribusi air, kondisi gentong berukuran besar yang sulit dibersihkan dan adanya toilet dalam kompleks makam.Resiko KLB pada kegiatan ziarah makam dapat terulang kembali jika pihak terkait tidak memberikan perhatian. Peningkatan resiko ini didukung oleh banyaknya lokasi ziarah makam yang tersebar di berbagai daerah terutama di pulau jawa serta banyaknya jumlah peziarah yang datang dari berbagai daerah ke lokasi ziarah.Upaya pencegahan dapat dilakukan oleh pengelola makam dengan meningkatkan higienitas lingkungan dan air di lokasi ziarah makam, seperti pencucian peralatan minum secara berkala dan ada jadwal tertentu untuk menguras/membersihkan gentong. Pemerintah dalam hal ini dinas kesehatan atau puskesmas juga dapat melakukan inspeksi/pemeriksaan secara berkala pada sumber air yang digunakan di lokasi ziarah dan bila terbukti mengandung mikroba patogen dapat dilakukan desinfeksi. Selain itu peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi pada warga untuk tidak mengkonsumsi air mentah tanpa pengolahan terlebih dahulu seperti memasak air sampai mendidih dan mencuci tangan pakai sabun setelah buang air besar  merupakan langkah awal untuk pencegahan kejadian serupa. 
Kajian Kasus Difteri di Desa Walitelon Utara, Kecamatan Temanggung Kabupaten Temanggung, Tahun 2018 Gumson Josua Tampubolon; Antonius AG; Theodola Baning Rahayujati; Henny Indriyanti
Berita Kedokteran Masyarakat (BKM) Vol 34, No 11 (2018): Proceedings of the 4th UGM Public Health Symposium
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1261.425 KB) | DOI: 10.22146/bkm.39823

Abstract

Pendahuluan: Pada hari Selasa, 03 Juli 2018 Dinas Kesehatan Kabupaten Temanggung mendapat laporan adanya 1 kasus dengan gejala difteri yang dirawat di RSUD Temanggung. Penyelidikan dilakukan untuk memastikan adanya KLB dan upaya penanggulangannya. Metode: Deskriptif kualitatif dengan pendekatan study kasus. Kasus adalah orang dengan gejala panas ±38°C, pseudomembran, bullneck, pilek, dan sulit menelan. Data dikumpulkan dengan kuesioner, wawancara dan obeservasi. Pengambilan spesimen dilakukan terhadap kontak langsung dengan kasus yaitu orang tua, saudara, keluarga dan petugas rumah sakit sebanyak 44 spesimen dari 33 orang untuk pemeriksaan laboratorium. Faktor risiko yang diamati adalah riwayat kontak, riwayat bepergian dan status imunisasi. Hasil: Terjadi KLB Difteri dengan total dua (2) kasus (1 confirm dan 1 probable ( berusia 4,5 dan 13 tahun. Kedua kasus tersebut tidak mempunyai riwayat imunisasi DPT. Kasus pertama terjadi 30 Juni 2018, jika dihitung dari masa inkubasi terpanjang (5 hari), maka diperkirakan paparan terjadi  25 Juni 2018, pada masa inkubasi ini kasus berada dirumah dan melakukan aktifitas dalam lingkungan rumah dan jika dilihat dalam inkubasi terpendek (2 hari) maka paparan Corynebacterium Diphtheriae diperkirakan terjadi pada tanggal 28 Juni 2018. Pada tanggal 27-28 Juni 2018 kasus pertama mempunyai riwayat bepergian ke Banjarnegara dan objek wisata Dieng. Hasil PE di wilayah tempat tinggal kasus dan di Banjarnegara tidak ditemukan kasus/suspect difteri pada keluarga yang dikunjungi ataupun masyarakat sekitar. Cara penularan pada kasus kedua adalah dengan kontak langsung dengan penderita Difteri kasus pertama (adik) dengan waktu paparan kejadian mulai tanggal 30 Juni-02 Juli 2018. Hasil laboratorium yang dilakukan pada 44 spesimen menunjukkan hasil negatif. Simpulan: Telah terjadi KLB Difteri di Desa Walitelon Utara, Kecamatan Temanggung pada 30 Juni 2018 sampai dengan 14 Juli 2018 dengan index case adik Yfa. Cara penularan melalui kontak dengan penderita di lingkungan rumah dan tidak mendapatkan imunisasi. Profilaksis dan ORI adalah upaya dilakukan untuk penguatan dan upaya pencegahan.