Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Kerentanan Palatogenesis Mencit (Mus musculus L.) terhadap Induksi Cleft Palate TCDD Salomo Hutahaean; Soesanto Mangkoewidjojo; Mammed Sagi; Widya Asmara
Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati Vol 16, No 2 (2011): June 2011
Publisher : Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24002/biota.v16i2.100

Abstract

Telah dilakukan percobaan untuk menentukan tahapan palatogenesis pada mencit (Mus musculus L.) yang rentan terhadap efek polutan 2,3,7,8-Tetraklorodibenzo-p-dioksin (TCDD). Percobaan dirancang mengikuti Rancangan Acak Lengkap dengan pola faktorial (4X3). Empat puluh delapan ekor mencit bunting dicekok TCDD dengan dosis 0 (kontrol), 5, 10, atau 20 μg/kg bb. Perlakuan diberikan pada hari kebuntingan (Hk) 9−10, 11−12, atau 13−14. Mencit kontrol dicekok pelarut saja (98,5% minyak wijen + 1,5% DMSO). Pada Hk 18 mencit dibius lalu dibunuh dengan teknik cervical dislocation, persentase fetus cleft palate (cp) dihitung, derajat penutupan palatum diberi skor, preparat dengan ketebalan 6 µm dibuat, dan mikrostruktur kraniofasial diamati. Hasil menunjukkan, pemberian TCDD antara hari ke 9 dan 12 menginduksi cacat cp, dengan kecenderungan hasil tertinggi pada pemberian Hk 910. Perlakuan TCDD dosis 10 atau 20 μg/kg bb pada Hk 910 menghasilkan fetus cacat cp >90%. Persentase fetus cp tetap tinggi pada pemberian Hk 1112, khususnya pada kelompok dosis 20 μg/kg bb (87,3%). TCDD dosis terendah (5 μg/kg bb) menginduksi cp dominan bercelah sempit, menunjukkan adanya hambatan pada tahap fusi. Dosis 10 dan 20 μg/kg bb menginduksi cp bercelah sedang atau lebar, mengisyaratkan terjadi hambatan pada tahap inisiasi atau elevasi. Disimpulkan, seluruh tahapan palatogenesis rentan terhadap efek TCDD, namun tahap paling rentan adalah tahap fusi palatum.
Analisis Kuantitatif Sel Purkinje Cerebellum Mencit (Mus musculus L.) setelah Induksi Ochratoksin A Selama Periode Organogenesis Arum Setiawan; Mammed Sagi; Widya Asmara; Istriyati Istriyati
Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati Vol 16, No 2 (2011): June 2011
Publisher : Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24002/biota.v16i2.108

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengetahui jumlah sel Purkinje cerebellum anak mencit umur 21 hari (pascasapih) setelah induksi Ochratoksin A selama periode organogenesis. Tiga puluh ekor mencit bunting dibagi secara acak menjadi 5 kelompok perlakuan dengan masing-masing 6 ulangan. Ochratoksin A dilarutkan dalam Sodium Bicarbonat, diberikan secara oral pada saat kebuntingan hari ke 7 sampai hari ke -14. Dosis perlakuan Ochratoksin A adalah 0,5 ; 1,0; 1,5 mg/kg bb dan sebagai kontrol tidak diberi perlakuan, serta kontrol placebo diberi perlakuan pelarut Sodium Bicarbonat. Induk mencit dipelihara sampai melahirkan. Pada umur ke 21 hari (pascasapih), anak mencit dikorbankan dan diambil bagian otaknya. Otak mencit selanjutnya dipreparasi dengan metode parafin dan pewarnaan menggunakan pewarnaan Haematoksilin Eosin. Data jumlah sel Purkinje dianalisis dengan Anava Satu Arah dan dilanjutkan dengan uji DMRT untuk mengetahui beda nyata antar perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ochratoksin A yang diberikan pada mencit bunting selama periode organogenesis menyebabkan terhambatnya pertumbuhan jumlah sel Purkinje mencit perlakuan yang ditandai dengan semakin menurunnya jumlah sel Purkinje dibandingkan dengan kontrol dan kontrol placebo.
Perubahan Kadar Hormon Testosteron dan Progesteron, Korelasinya dengan Indeks Gonado Somatik dan Tingkat Kematangan Gonad pada Ikan Brek (Puntius orphoides Cuvier & Valenciennes, 1842) Suhestri Suryaningsih; Mammed Sagi; Kamiso H.N.; Suwarno Hadisusanto
Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati Vol 17, No 1 (2012): February 2012
Publisher : Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24002/biota.v17i1.129

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengetahui perubahan kadar hormon testosteron pada ikan jantan dan hormon progesteron pada ikan betina, serta korelasinya dengan Indeks Gonado Somatik (IGS) dan Tingkat Kematangan Gonad (TKG). Sampel ikan diperoleh setiap bulan, selama Juni 2009–Mei 2010, menggunakan teknik simple random sampling. Pengukuran hormon dilakukan dengan metode ELISA. Analisis data dilakukan terhadap 120 ekor ikan jantan dan 120 ekor ikan betina, meliputi uji ’F’ terhadap perubahan kadar testosteron dan progesteron, IGS dan TKG setiap bulan selama satu siklus reproduksi. Selain itu, dilakukan analisis korelasi antara kadar testosteron dan progesteron dengan IGS dan TKG. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar testosteron dalam darah ikan brek jantan dan kadar progesteron dalam darah ikan brek betina selama satu tahun penelitian mengalami perubahan. Kadar testosteron memiliki kisaran antara 0,10−0,35 ng/mL, sedangkan kisaran progesteron antara 0,250,60 ng/mL, Puncak tertinggi kadar testosteron sebesar 0,203 n g/ mL dan 0,224 n g/ mL terjadi pada bulan SeptemberOktober, demikian pula puncak tertinggi kadar progesteron sebesar 0,645 g/mL dan 0,091 n g/mL. Korelasi kadar testosteron dengan IGS adalah positif nyata, demikian pula kadar progesteron dengan IGS. Korelasi kadar testosteron dengan TKG positif, demikian pula kadar progesteron dengan TKG.