Penelitian ini membahas pameran virtual yang dikelola Art Jakarta di masa pandemi. Tujuannya adalah untuk mengeksplorasi potensi teknologi digital sebagai media presentasi karya melalui pameran virtual. Pokok permasalahan dijawab peneliti dengan mengacu pada konsep fungsi manajemen George R. Terry. Penelitian dijalankan secara kualitatif dengan metode studi kasus. Pengumpulan data primer diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam terhadap Fair Director, Artistic Director, serta partisipan pameran. Data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan. Berdasarkan temuan data, fungsi manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan, telah diimplementasikan Art Jakarta dimulai dengan merancang perencanaan, menjalankan rencana operasional, dan mengevaluasi pameran. Melalui pameran virtual, aktivitas promosi dan pemasaran menjangkau lebih luas dan efisien. Kolektor seni dari berbagai negara dapat mengakses pameran setiap hari selama 24 jam. Art Jakarta juga memperoleh sejumlah database pengunjung dari hasil registrasi dan link khusus milik seluruh partisipan pameran. Terdapat kekurangan pada pameran virtual yaitu kesulitan menikmati jenis karya seni tertentu dan para stakeholder kesulitan membangun interaksi sosial karena tidak ada tatap muka. Secara keseluruhan, proses pelaksanaan pameran berhasil divisualisasikan menjadi sebuah model tata kelola pameran virtual. Manfaat penelitian ini diharap mampu memberi kontribusi pemikiran dalam bidang manajemen seni, khususnya pada konteks penyelenggaraan pameran virtual. Governance Model of the Oppo Art Jakarta 2020 Virtual Exhibition ABSTRACT This research discusses the virtual exhibition managed by Art Jakarta during the pandemic. The aim is to explore the potential of digital technology as a medium for presenting works through virtual exhibitions. The researcher answered the main problem by referring to George R. Terry's concept of management functions. The research was carried out qualitatively using the case study method. Primary data was collected through observation and in-depth interviews with the Fair Director, Artistic Director, and exhibition participants. Secondary data was obtained through a literature study. Based on data findings, management functions, which include planning, organizing, directing, and supervising, have been implemented by Art Jakarta starting with designing plans, carrying out operational plans, and evaluating exhibitions. Through virtual exhibitions, promotional and marketing activities can be achieved more widely and efficiently. Art collectors from various countries can access the exhibition every day for 24 hours. Art Jakarta also obtains several visitor databases from registration results and special links belonging to all exhibition participants. There are drawbacks to virtual exhibitions, namely the difficulty of enjoying certain types of works of art and stakeholders having difficulty building social interactions because there is no face-to-face contact. Overall, the exhibition process was successfully visualized into a virtual exhibition governance model. It is hoped that the benefits of this research will be able to contribute to thinking in the field of arts management, especially in the context of holding virtual exhibitions.