Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

UNTAGGED MUTATION IN RICE GAL4/VP16 TRANSCRIPTIONAL ACTIVATOR FACILITATED-ENHANCER TRAP LINES Koerniati, Sri
Indonesian Journal of Agricultural Science Vol 14, No 1 (2013): April 2013
Publisher : Indonesian Agency for Agricultural Research and Development - MOA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

An enhancer trap system is an insertional mutagenesis based upon gene expression, instead of gene knock-out, so its insertion in genome is  expected not linked to any dramatic changes in plant phenotypes. Gene  knock-out, leading to lossof- function (LoF) mutation, is a dominant  approach for rice functional genomic studies. The objective of this study was to find out whether Transcriptional Activator-Facilitated Enhancer Trap (TAFET) T-DNA insertion inducing mutant phenotypes in rice TAFET population. Materials used in this experiment were T1 generation of 270 rice TAFET lines. Eight plants of each were grown in the greenhouse and observed for any mutant phenotypes. Phenotypic, histochemical, Southernblot analyses were carried out to define a mutant of pSKC66.1- 8e. Result showed that about 10% of the 270 lines produced chlorophyll-deficient  leaves, ranged from yellowish green (viridis), white stripe green zebra-like stripe) to completely white (albino). Albino plants died after two weeks,  whilst white stripe or viridis mutants became normal in the next generation(T2). Another mutant was pSKC66.1-8e line which had floral dramatic phenotype change with various spikelet shapes and number of organs, and had a single twisted culm. The flower of mutant also had gus gene expression. Plants with wild type did not express gus gene and had six or more straight culms. Molecular, histochemical and phenotypic analyses of this particular line for three generations indicated that mutant phenotype was not due to the T-DNA insertion. Since there was approved that Tos17 is activated during tissue culture and induced mutant phenotype, this line might relate to Tos17 insertion, but it needs further investigation to gain such conclusion.
IDENTIFIKASI MARKA RGA (RESISTANCE GENE ANALOG) UNTUK SIFAT KETAHANAN BUSUK PANGKAL BATANG PADA PLASMA NUTFAH LADA (Piper nigrum) Koerniati, Sri; Utami, Dwinita W.
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 24, No 2 (2013): Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
Publisher : Balittro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKMetoda seleksi bahan tanaman lada (Piper nigrum) tahan penyakit busuk pangkal batang (BPB) secara cepat sangat diperlukan oleh pemulia tanaman lada. Motif Nucleotide Binding Site (NBS) P-loop, kinase2, GLPL, MDHV, dan Leucine-rich repeat (LRR) dari gen ketahanan pada Arabidopsis bersifat conserved dan telah digunakan untuk mengidentifikasi Resistance Gene Analog (RGA) pada spesies lain. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi marka RGA untuk membedakan tanaman tahan dan tidak tahan terhadap penyakit BPB. Penelitian dilakukan di laboratorium biologi molekuler, BB BIOGEN, Bogor, menggunakan tanaman F1 dan varietas lada (induk) dan 12 primer RGA yang didisain untuk mengamplifikasi motif NBS dan LRR. Hasil penelitian menunjukkan RGA lada dikelompokkan ke dalam grup Toll/Interleukin-1 Receptor homology (TNL). Diindikasikan sifat tahan terhadap BPB timbul ketika fragmen RGA NBS-MDHV diamplifikasi dengan primer RGA8 atau fragmen LRR yang diamplifikasi dengan primer RGA7 berasal dari kedua tetua, berada pada tanaman F1. Fenomena ini ditunjukkan oleh F1 24-2, F1 13-6 dan F1 N2BK-1. F1 24-2, F1 13-6 dan tetua betina varietas LDL memiliki dua fragmen LRR, sedangkan tetua jantan P. hirsutum memiliki pola fragmen LRR dan NBS-MDHV yang berbeda, baik jumlah dan atau posisinya, dibandingkan dengan tiga tersebut. Fenomena ini lebih jelas pada F1 N2BK-1 yang memiliki dua fragmen LRR, tebal dan tidak tebal, indikasi berasal dari kedua tetuanya, Natar2 (memiliki dua fragmen LRR yang tebal) dan Besar Kota Bumi (memiliki dua fragmen LRR yang kurang tebal). Primer RGA7 dan RGA8 bisa dijadikan kandidat marka genetik RGA untuk membedakan lada tahan dan tidak tahan terhadap penyakit BPB, dan hasil ini perlu dikonfirmasi pada tanaman F2.Kata kunci: Piper nigrum, gen ketahanan, busuk pangkal batang, marka molekuler, RGA
ANALISIS KERAGAMAN GENETIK Phytophthora capsici Leonian ASAL LADA (Piper nigrum L.) MENGGUNAKAN PENANDA MOLEKULER CHAERANI, CHAERANI; KOERNIATI, SRI; MANOHARA, DYAH
853-8212
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKPhytophthora capsici adalah penyebab penyakit busuk pangkalbatang yang paling merugikan pada lada di Indonesia dan sulitdikendalikan karena dapat bertahan lama dalam tanah serta memilikikeragaman agresivitas isolat luas. Pengetahuan mengenai keragamangenetik strain-strain P. capsici dapat membantu perancangan strategiefektif pengelolaan patogen. Penelitian ini bertujuan mengevaluasikeragaman dan struktur genetik isolat-isolat P. capsici asal ladamenggunakan penanda RAPD. Penelitian dilaksanakan pada bulanOktober 2009 sampai April 2010 di Laboratorium Biokimia BB Biogendan Laboratorium Hama dan Penyakit Balittro. Keragaman genetik 59isolat P. capsici yang berasal dari koleksi kultur tahun 1982-2009 dari 37lokasi di Sumatera, Bangka, Jawa, dan Kalimantan, dikarakterisasimenggunakan enam primer RAPD. Pengelompokan menggunakanunweighted pair-group method with arithmatic averaging (UPGMA)berdasarkan profil RAPD membagi ke-59 isolat ke dalam lima gerombolutama; yang menunjukkan adanya keragaman genetik tinggi antar isolat.Pengelompokan RAPD tidak berkaitan dengan asal lokasi isolat. Analysisof molecular variance (AMOVA) juga menunjukkan adanya keragamangenetik yang tinggi di antara isolat-isolat P. capsici, dengan ragam genetiktotal sebesar 96% terletak di dalam masing-masing pulau (withinpopulations). Namun demikian, terdapat ragam genetik antar isolat daripulau berbeda (among populations) yang signifikan (4% ; P=0,001), yaituantar populasi di Sumatera dan Bangka dengan jarak genetik sebesar 0,081(P=0,002). Ketidakterkaitan antara pengelompokan RAPD dengan asallokasi geografik isolat dan ragam genetik yang tinggi dalam satu pulaudapat diakibatkan oleh terjadinya penyebaran isolat antar daerah, terutamamelalui bibit tanaman yang terinfestasi P. capsici. Pencegahan penyebaranisolat antar pulau perlu dilakukan melalui sertifikasi bibit bebas penyakitBPB dan pengembangan sistem perbenihan lokal.Kata kunci: lada, penyakit busuk pangkal batang, Phytophthora capsici,RAPD, keragaman genetik, struktur populasiABSTRACTPhytophthora capsici is the causal agent of foot rot, the mostdestructive disease of pepper in Indonesia and difficult to control .Knowledge in the genetic structure of P. capsici strains can enrichdesigning effective disease management strategies. This study was aimedat analyzing the genetic variability and structure of P. capsici isolates frompepper using RAPD. The study was done from October 2009 until April2010 at the Biochemical Laboratory of Indonesian Center for AgriculutralBiotechnology and Genetic Resources Research and Development, and thePlant Pest and Disease Laboratory of the Indonesian Research Institute ofSpice and Medicinal Crops. Fifty-nine isolates collected from 1982 to2009 from Sumatera, Bangka, Java, and Kalimantan were characterizedbased on six RAPD markers. Unweighted pair-group method witharithmatic averaging (UPGMA) clustering based on RAPD profilesdivided the isolates into five major cluster, which indicated high geneticvariability among isolates. No apparent relationship between RAPDclustering and geographic origin of isolate was observed. Hierarchicalpartitioning of genetic variation using analysis of molecular variance(AMOVA) confirmed the overall high variability among isolates, with96% of total genetic variance was resided among isolates within islands(within populations). Nevertheless, a small (4%) but significant (P=0.001)genetic variance among isolates between different islands (amongpopulations) were observed, which was detected between populations inSumatera and Bangka with genetic distance (Ф PT ) as high as 0,081(P=0,002). The lack of association between RAPD clustering andgeographic origin as well as high genetic variance within populations mayhave been the result of movement of isolates between locations, mostlikely through infested plant cuttings. Use of certified and development ofblackpepper clones locally are required to prevent disease spread amongislands.Keywords: black pepper, foot rot disease, Phytophthora capsici, geneticdiversity, RAPD, population structure
IDENTIFIKASI MARKA RGA (RESISTANCE GENE ANALOG) UNTUK SIFAT KETAHANAN BUSUK PANGKAL BATANG PADA PLASMA NUTFAH LADA (Piper nigrum) Koerniati, Sri; Utami, Dwinita W.
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 24, No 2 (2013): Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
Publisher : Balittro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKMetoda seleksi bahan tanaman lada (Piper nigrum) tahan penyakit busuk pangkal batang (BPB) secara cepat sangat diperlukan oleh pemulia tanaman lada. Motif Nucleotide Binding Site (NBS) P-loop, kinase2, GLPL, MDHV, dan Leucine-rich repeat (LRR) dari gen ketahanan pada Arabidopsis bersifat conserved dan telah digunakan untuk mengidentifikasi Resistance Gene Analog (RGA) pada spesies lain. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi marka RGA untuk membedakan tanaman tahan dan tidak tahan terhadap penyakit BPB. Penelitian dilakukan di laboratorium biologi molekuler, BB BIOGEN, Bogor, menggunakan tanaman F1 dan varietas lada (induk) dan 12 primer RGA yang didisain untuk mengamplifikasi motif NBS dan LRR. Hasil penelitian menunjukkan RGA lada dikelompokkan ke dalam grup Toll/Interleukin-1 Receptor homology (TNL). Diindikasikan sifat tahan terhadap BPB timbul ketika fragmen RGA NBS-MDHV diamplifikasi dengan primer RGA8 atau fragmen LRR yang diamplifikasi dengan primer RGA7 berasal dari kedua tetua, berada pada tanaman F1. Fenomena ini ditunjukkan oleh F1 24-2, F1 13-6 dan F1 N2BK-1. F1 24-2, F1 13-6 dan tetua betina varietas LDL memiliki dua fragmen LRR, sedangkan tetua jantan P. hirsutum memiliki pola fragmen LRR dan NBS-MDHV yang berbeda, baik jumlah dan atau posisinya, dibandingkan dengan tiga tersebut. Fenomena ini lebih jelas pada F1 N2BK-1 yang memiliki dua fragmen LRR, tebal dan tidak tebal, indikasi berasal dari kedua tetuanya, Natar2 (memiliki dua fragmen LRR yang tebal) dan Besar Kota Bumi (memiliki dua fragmen LRR yang kurang tebal). Primer RGA7 dan RGA8 bisa dijadikan kandidat marka genetik RGA untuk membedakan lada tahan dan tidak tahan terhadap penyakit BPB, dan hasil ini perlu dikonfirmasi pada tanaman F2.Kata kunci: Piper nigrum, gen ketahanan, busuk pangkal batang, marka molekuler, RGA
Molecular Analysis of Cry1Ab-Cry1Ac Gene Fusion in Transgenic Sugarcane Resistant to Shoot Borer Scircophaga excerptalis (Lepidoptera: Pyralidae) and Stem Borer Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae) Armita, Dea; Meryandini, Anja; Suharsono; Koerniati, Sri
HAYATI Journal of Biosciences Vol. 31 No. 6 (2024): November 2024
Publisher : Bogor Agricultural University, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.4308/hjb.31.6.1243-1251

Abstract

Sugarcane (Saccharum officinarum) is a plant with high economic value because it can produce sugar. Shoot borer Scircophaga excerptalis (Lepidoptera: Pyralidae) and stem borer Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae) attacks are one of the issues that limit sugarcane productivity. Establishing transgenic sugarcane is one of the most efficient ways to prevent borer damage. Previously, Cry1Ab and Cry1Ac genes were successfully used to create transgenic sugarcane plants. This study aimed to detect the presence of transgenes and analyze the expression level of the Cry1Ab-Cry1Ac gene fusion in transgenic sugarcane using RT-PCR. The methods used in this study are transgene detection with PCR and gene expression analysis in normalized expression (2-ΔΔCq) with RT-PCR. The Cry1Ab-Cry1Ac gene has been integrated into all lines with varied expression levels. In 311 GV and 333 GV lines, the Cry1Ab-Cry1Ac gene was expressed in the leaf but not in the stem. Shoot and stem borer attack percentage values showed that all lines were lower than the control, with 222 EH as the lowest and 311 GV as the highest. Leaf and stem borer attack levels were compared to gene expression values of Cry1Ab-Cry1Ac. Results may indicate that the 222 EH line was resistant, but the 311 GV and 333 GV lines were not.