Berdasarkan Pasal 151 Ayat (2) UU No. 13/2003 jo Pasal 3 Ayat (1) UU No. 2/2004, bahwa setiap pemutusan hubungan kerja (“PHK”) wajib dirundingkan antara pengusaha (management) dengan pekerja/buruh (karyawan) yang bersangkutan atau dengan (melalui) serikat pekerja/serikat buruh-nya. Pada perundingan dimaksud, di samping merundingkan kehendak PHK-nya, juga merundingkan hak-hak yang (dapat) diperoleh dan/atau kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikan masing-masing. Bilamana perundingan mencapai kesepakatan, dibuat PB (“Perjanjian Bersama”); namun, sebaliknya apabila perundingan gagal, maka pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja (mem-PHK) setelah memperoleh penetapan (“izin”) dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang, dalam hal ini PHI (Pengadilan Hubungan Industrial). Berkaitan (perundingan gagal) ini, wajib dibuat risalah perundingan, karena risalah tersebut merupakan syarat untuk proses pernyelesaian perselisihan PHK selanjutnya pada lembaga Mediasi atau Konsiliasi/Arbitrase (vide Pasal 151 ayat [3] UU No. 13/2003 jo Pasal 2 Ayat [3] Permenakertrans. No. Per-31/Men/VI/2008). Permasalahan dalam tulisan ini adalah bagaimana keabsahan surat pemutusan hubungan kerja yang dikeluarkan oleh PT Manggul Jaya dalam kasus Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Nomor 195/PDT.SUS-PHI/2016/PN.BDG juncto Putusan Mahkamah Agung Nomor: 885K/PDT.SUS-PHI/2017 dan bagaimana akibat hukum suatu pemutusan hubungan kerja yang tidak sah dalam kasus Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Nomor 195/PDT.SUS-PHI/2016/PN.BDG juncto Putusan Mahkamah Agung Nomor: 885K/PDT.SUS-PHI/2017. Metode penelitian yang dilakukan penulis adalah metode penelitian normatif dengan cara penulisan deskriptif. Hasil kesimpulan penulis adalah keabsahan surat pemutusan hubungan kerja yang dikeluarkan oleh PT Manggul Jaya dalam kasus Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Nomor 195/PDT.SUS-PHI/2016/PN.BDG juncto Putusan Mahkamah Agung Nomor: 885K/PDT.SUS-PHI/2017 adalah sah sebagai syarat formil dalam mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial menurut amar pertimbangan Majelis Hakim dan Akibat hukum suatu pemutusan hubungan kerja yang semula diajukan sebagai pemutusan hubungan kerja dengan tidak sah dalam kasus Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Nomor 195/PDT.SUS-PHI/2016/PN.BDG juncto Putusan Mahkamah Agung Nomor: 885K/PDT.SUS-PHI/2017 adalah Pemutusan Hubungan Kerja antara Pengusaha dan Pekerja mempunyai kekuatan hukum yang berlaku mengikat bagi para pihak, hal ini dikarenakan menurut amar pertimbangan majelis hakim, surat pemutusan hubungan kerjanya adalah sah.Kata kunci: Gugatan, Pemutusan Hubungan Kerja, Pengadilan Hubungan Industrial