Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Peningkatan Toleransi Kedelai Sindoro terhadap Kekeringan Melalui Seleksi In Vitro Ali Husni; M. Kosmiatin; Ika Mariska
Jurnal Agronomi Indonesia (Indonesian Journal of Agronomy) Vol. 34 No. 1 (2006): Jurnal Agronomi Indonesia
Publisher : Indonesia Society of Agronomy (PERAGI) and Department of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agriculture, IPB University, Bogor, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (200.094 KB) | DOI: 10.24831/jai.v34i1.1271

Abstract

In vitro selection of embryogenic cell mass is one alternative to improve drought tolerance in plants. Embryogenic cell callus of soybean were radiated by Gamma ray (400 rad) to produce mutation. The radiated cell  were tested with PEG (0, 10, 20 and 30 %) for drought stress tolerance. After selection, cells which tolerant to PEG were regenerated to produce somatic embryo structure, somatic seed and plantlet. Acclimatization was done in a greenhouse and analysis of proline was done at generation 1 (G1). The purpose of the experiment was to get soybean somatic seed which tolerant to drought stress. Results of experiment showed that 39.7 % embriogenic callus were produced. The higher the concentration of PEG, the higher the death of cell/callus. The rate of producing somatic embryo structure was 4.9 at 0 % PEG; 2.85 at 10 % PEG; 1.6 at 20% PEG and 0.6 at 30% PEG. Number of somatic seed which developed in regeneration medium (S11) were 79 from 0% PEG;  35 from 10% PEG; 29 from 20% PEG, and 15 from 30% PEG. Somatic seed produced 15 planlets from PEG 0%; 6 planlets from PEG10%; 4 planlets from PEG 20%. Based of proline content, all of G1 somaclones were more tolerant  than the mother plant.     Key words : Soybean, in vitro selection, PEG, regeneration, acclimatization and dry land.                     
Induksi Pembentukan Kalus pada BerbagaiTahapan Perkembangan Endosperma Jeruk Siam (Citrus Nobilis) M. Kosmiatin; A. Husni; A. Purwito
Zuriat Vol 23, No 2 (2012)
Publisher : Breeding Science Society of Indonesia (BSSI) / PERIPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/zuriat.v23i2.6872

Abstract

Jeruk adalah salah satu buah yang konsumsinya tinggi. Hingga saat ini produktivitas jeruk di Indonesia terus menurun karena banyaknya alih fungsi areal pertanaman jeruk ke pertanaman komoditas lain yang lebih menguntungkan.  Alih fungsi ini terjadi karena kurang bersaingnya produksi jeruk local dengan jeruk impor. Kriteria jeruk yang bernilai tinggi di pasar global adalah jeruk dengan rasa manis-segar, warna menarik, mudah dikupas dan tan[a biji. Jeruk siam Indonesia sebenarnya sudah memiliki rasa dan warna yang baik tetapi hingga saat ini belum ada varietas jeruk siam tanpa biji. Salah satu pendekatan pembentukan jeruk tanpa biji adalah dengan mengkulturkan endosperma sehingga dapat beregenerasi membentuk tanaman dengan ploidi triploid. Tanaman dengan ploidi triploid tidak mampu membentuk biji yang fertile. Salah satu penentu keberhasilan kultur endosperma adalah tahapan perkembangan eksplan endosperma yang sudah dan masih memiliki kemampuan untuk berdiferensisasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tahapan perkembangan endosperma yang berespon baik untuk diinduksi regenerasinya baik secara langsung maupun tidak langsung. Penelitian dilakukan dengan mengkulturkan jaringan endosperma yang diisolasi dari buah muda  pada formulasi media MS+BA3mg/l+Casein hidrolisat/ ekstrak malt dan penambahan biotin untuk memperkaya formulasi vitamin. Biakan dikulturkan dalam kondisi gelap dan terang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa endosperma dari buah 12 dan 13 minggu setelah antesis dapat diinduksi pembentukan kalusnya. Sampai saat ini penambahan ekstrak malt atau biotin lebih baik untuk menginduksi pembentukan kalus, sementara embrio somatic langsung terbentuk pada media dengan penambahan casein hidrolisat. Inkubasi pada kondisi gelap lebih menginduksi pembentukan kalus sementara embrio somatic langsung dapat terbentuk baik pada kondisi terang maupun gelap.
Pembentukan Pisang Ambon Toleran Terhadap Penyakit Layu Fusarium Melalui Variasi Somaklonal M. Kosmiatin; I. Mariska; I. Roostika; E. Gati
Zuriat Vol 17, No 1 (2006)
Publisher : Breeding Science Society of Indonesia (BSSI) / PERIPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/zuriat.v17i1.6760

Abstract

Pisang Ambon (Musa paradisiaca) adalah salah satu jenis pisang yang populer dan berkembang di Indonesia. Perkembangan pertanaman ini juga diikuti dengan perkembangan penyakit yang menyerang dan berakibat fatal. Salah satu penyakti yang sangat pesat perkembangannya adalah penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum Schlect f. sp. Cubense. Pisang ambon merupakan jenis pisang yang sangat rentan terhadap penyakit tersebut. Hingga saat ini usaha pemuliaan pisang sulit dilakukan karena keragaman genetiknya rendah. Peningkatan keragaman dapat diperoleh dari sel-sel somatik yang pada dasarnya merupakan individu yang berkemampuan untuk beregenerasi membentuk tanaman lengkap. Induksi mutasi untuk meningkatkan keragaman somaklonal dan diikuti dengan seleksi efektif dilakukan secara in vitro karena perubahannya dapat ditujukan pada tingkat sel dan hanya pada sifat-sifat tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan tanaman pisang ambon kuning yang tahan penyakit layu fusarium. Penelitian dilakukan dalam 2 tahap: 1. Induksi kalus, peningkatan keragaman dan seleksi in vitro, 2. Aklimatisasi dan pengujian bibit dengan isolat F. oxysporum di kamar dan di lokasi endemik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa eksplan pisang ambon kuning berespon baik untuk pengkalusan. Kalus-kalus yang diradiasi sinar gamma dan diseleksi pada media dengan toksin asam fusarat daya regenerasinya menurun. Untuk meningkatkan kemampuan regenerasinya digunakan media dengan peningkatan konsentrasi thidiazuron. Bibit yang berasal dari kalus yang bertahan hidup setelah diradiasi dan diseleksi dengan toksin ketahanannya berkorelasi positif ketika diuji dengan isolat F. oxysporum Schlect f. sp. Cubense. Korelasi positif juga terlihat ketika tanaman diuji di lokasi endemik.