Anto Kustanto
Universitas Wahid Hasyim

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Sebagai: Pilar Ekonomi Kerakyatan Dalam Dimensi Politik Hukum Integratif. Anto Kustanto
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 15, No 1 (2022): Qistie : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v15i1.6485

Abstract

Ditengah situasi masuknya arus global, maka persaingan di pasar bebas semakin ketat, ditambah dengan serbuan produk impor yang terjadi adalah persaingan usaha antar produk sejenis. UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) dalam pembangunan ekonomi di Indonesia selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan penting, dan hadir sebagai suatu solusi dari sistem perekonomian yang sehat. UMKM merupakan salah satu sektor industri yang sedikit sekali terkena dampak krisis global yang melanda dunia dimana krisis ekonomi menyebabkan pertumbuhan ekonomi melamban. Menghadapi situasi ekonomi saat ini yang serba tidak menentu membuat pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) mempunyai peran sangat penting dalam menggerakkan roda perekonomian Indonesia. Aktivitas UMKM merupakan kegiatan ekonomi yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat dalam kebutuhan hidup dan memiliki fleksibitas yang tinggi dalam aktivitasnya, sehingga  UMKM dapat dikatakan bahwa : “Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sebagai : Pilar Ekonomi Kerakyatan dalam Dimensi Politik Hukum Integratif”. Pembangunan hukum nasional membutuhkan suatu pemahaman mengenai tujuan yang akan dicapai, agar pembangunan hukum yang dilakukan oleh berbagai pihak dapat bekerja sama dalam mencapai tujuan yang disepakati secara nasional. Demikian pula dalam pengaturan seluruh kegiatan perekonomian khusunya tentang UMKM. Dalam konteks ini, terdapat dua aliran hukum di Indonesia. Aliran hukum pembangunan dan aliran hukum progresif. Perbedaan ke dua aliran hukum tersebut dapat ditengahi dengan memasukkan pandangan baru sesuai dengan karakteristik bangsa yang plural, beragam budaya serta letak geografis yang merupakan kepulauan, dan pandangan baru itu disebut dengan Teori Hukum Integratif dengan sistem nilai, bukan semata-mata sistem norma (hukum pembangunan) atau sistem perilaku (hukum progresif), sistem nilai bersumber pada Pancasila  sebagai landasan ideologi dan falsafah negara RI serta UUD 1945 sebagai landasan konstitusional. Demikian pula dalam pengaturan seluruh kegiatan perekonomian khususnya tentang UMKM.
Akibat Hukum Wanprestasi Dalam Perjanjian Gadai yurida Zakky Umami; anto kustanto
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 14, No 2 (2021): Qistie : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v14i2.5597

Abstract

Pegadaian merupakan lembaga perkreditan yang ditujukan untuk mencapai tujuan dan sasaran serta mencegah rakyat kecil yang membutuhkan pinjaman, karena kredit dengan jaminan gadai sangat diminati masyarakat salah satunya karena kredit tersebut merupakan kredit yang terjangkau oleh masyarakat. Tujuan pegadaian adalah untuk memberikan jaminan bagi pemegang gadai bahwa dikemudian hari piutangnya pasti dibayar dari nilai jaminan. Hubungan hukum dimulai pada sangat seorang debitur atau nasabah yang membutuhkan suatu kepentingan usaha atau kepentingan pribadi lain yang karena kebutuhan tersebut menyerahkan benda bergeraknya sebagai jaminan kepada PT. Pegadaian sebagai kreditur. Suatu perjanjian terdapat hak dan kewajiban antara kreditur dan debitur. Kewajiban dari debitur adalah memenuhi prestasi dan jika tidak melaksanakan kewajiban atau kesepakatan yang harus ditaati oleh para pihak dan tidak dalam keadaan memaksa rnenurut hukum debitur, dinggap telah melanggar kesepakatan atau disebut wanprestasi.Suatu perjanjian gadai dapat dinyatakan wanprestasi apabila, baik debitur maupun kreditur tidak melaksanakan prestasinya maka debitur atau kreditur tersebut dapat disebut wanprestasi. Debitur dinyatakan wanprestasi dalam perjanjian gadai menurut KUH Perdata yaitu sesuai dengan ketentuan yang ada karena lewatnya jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian. Menurut KUH Perdata, debitur dapat dinyatakan wanprestasi yaitu sesuai dengan ketentuan yang ada karena didalam perjanjian telah ditentukan suatu waktu tertentu sebagai tanggal pelaksanaan hak dan kewajiban (tanggal penyerahan barang dan tanggal pembayaran). Akibat hukum dari Debitur yang wanprestasi dalam perjanjian gadai dapat dijatuhkan sanksi, yaitu berupa membayar kerugian yang dialami kreditur, pembatalan perjanjian, peralihan resiko, dan membayar biaya perkara bila sampai diperkarakan secara hukum di pengadilan. Pada praktiknya pihak PT Pegadaian menggunakan hak retensi yang dimilikinya, yaitu melakukan eksekusi langsung terhadap benda yang menjadi jaminan apabila debitur wanprestasi.
TINJAUAN YURIDIS UNSUR POKOK PERJANJIAN DAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PERJANJIAN FRANCHISE Yurida Zakky Umami; Anto Kustanto
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 13, No 2 (2020): Qistie : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v13i2.3907

Abstract

Waralaba (franchise) merupakan salah satu cara yang dapat dianggap efektif bagi Indonesia yang tengah membangun perekonomiannya sebagai cara untuk mempertahankan diri untuk dapat bersaing pada perekonomian dunia. Seiring berjalannya waktu, waralaba atau franchise mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dan menjadi metode yang banyak di gunakan untuk memasuki dunia bisnis. Franchise adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekayaan intelektual (HKI) atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa. Waralaba atau franchise menurut Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan atau/jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. Waralaba atau franchising dilakukan melalui perjanjian lisensi, yaitu izin untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu obyek yang dilindungi HKI untuk jangka waktu tertentu, dengan membayar sejumlah royalti. Berdasarkan kategori dari unsur-unsur perjanjian, maka perjanjian franchise harus memenuhi unsur-unsur essensialia, naturalia dan accidentalia, dan unsur-unsur dalam perjanjian franchise, yaitu adanya para pihak, ada persetujuan antara para pihak, persetujuan bersifat tetap bukan suatu perundingan, ada tujuan yang hendak dicapai, ada prestasi yang akan dilaksanakan, berbentuk lisan atau tulisan, ada syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian. Selain itu, perjanjian franchise haruslah memenuhi syarat sah perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata antara lain, adanya kesepakatan para pihak, kecakapan para pihak, terdapat objek yang akan difranchisekan, karena sebab yang halal, terdapat tujuan perjanjian, terdapat ketentuan pembayaran royalty kepada franchisor. Sedangkan Hak Kekayaan Intelektual yang terdapat dalam perjanjian franchise antara lain adalah, Hak Merek, Paten, dan Hak Cipta.
Polis Sebagai Kekuatan Hukum Dalam Asuransi Anto Kustanto; Adityo Putro Prakoso
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 14, No 1 (2021): Qistie : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v14i1.4489

Abstract

Asuransi merupakan perjanjian antara perusahaan asuransi dan pemegang polis yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau memberikan pembayaran yang didasarkan meninggal atau hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana. Asuransi sebagai lembaga pengalihan dan pembagian risiko telah menjadi salah satu jenis usaha dibidang jasa, yang dikenal dengan usaha perasuransian. Di Indonesia, usaha perasuransian diatur dalam Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian. Pada pelaksanaan pembuatan perjanjian asuransi diperlukan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pihak tertanggun dan penanggung, apabila syarat-syarat tersebut sudah terpenuhi dalam pelaksanaannya, maka pembuatan perjanjian tersebut sah dan mengikat para pihak yang membuatnya yaitu penanggung dan tertanggung. Para pihak yang terkait dalam suatu perjanjian asuransi membuat perjanjian asuransi dalam suatu akta yang disebut dengan polis. Dalam Pasal 255 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang mengharuskan dibuatnya suatu akta yang dinamakan polis dalam suatu perjanjian asuransi antara para pihak. Dalam prakteknya, sebelum polis dikeluarkan oleh pihak penanggung dikeluarkanlah nota suatu penutupan dan dengan ditandatanganinya nota penutupan ini, maka hak dan kewajiban timbal balik antara para pihak mulai diberlakukan, karena Pasal 257 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang menyatakan bahwa perjanjian asuransi bersifat konsensual yaitu perjanjian asuransi terjadi seketika setelah ditutup, yaitu pada saat nota penutupan ditandatangani oleh kedua belah pihak. Berdasarkan ketentuan pasal 255-257 KUHD tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa polis berfungsi sebagai alat bukti tertulis bahwa telah terjadi perjanjian asuransi antara tertanggung dan penanggung. Dalam praktek hukum perasuransian di Indonesia tidak mengatur tentang bentuk polis, akan tetapi mengatur tentang isi polis seperti diuraikan dalam Pasal 256 KUHD serta Pasal lain yang mengatur isi polis untuk asuransi-asuransi tertentu. Polis dibuat oleh penanggung sekalipun dalam prinsip formalitas hukumnya dibuat oleh tertanggung. Mengingat polis yang sangat penting dalam perjanjian asuransi, maka setiap perjanjian asuransi selalu dibuat polis sekalipun Undang-Undang tidak mengharuskannya.
PENCEMARAN, KERUSAKAN ALAM DAN CARA PENYELESAIANNYA DITINJAU DARI HUKUM LINGKUNGAN Takwim Azami; Anto Kustanto
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 16, No 1 (2023): Qistie : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v16i1.8383

Abstract

Dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa: “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Ketentuan tersebut diatur lebih lanjut didalam UU No. 23 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, di dalam ketentuan Pasal 57 ayat (1) diatur mengenai tata cara pemeliharaan lingkungan hidup yaitu: “Pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan melalui upaya, a) konservasi sumber daya alam, b) pencadangan sumber daya alam, c) pelestarian fungsi atmosfer.” Namun pada kenyataanya pelaksanaan dari pasal tersebut belum bisa dilaksanakan secara maksimal. Penggunaan bumi dan air dan kekayaan alam untuk kemakmuran rakyat di Indonesia belum berjalan secara baik, hal ini diakibatkan oleh semakin maraknya pencemaran lingkungan yang marak terjadi Indonesia, baik pencemaran air, pencemaran udara maupun pencemaran tanah. Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup merupakan salah satu ancaman yang serius bagi kelestarian lingkungan hidup di Indonesia. Lingkungan hidup yang terganggu keseimbangannya perlu dikembalikan fungsinya sebagai pemberi kehidupan dan pemberi manfaat bagi kesejahteraan masyarakat dengan cara meningkatkan perlindungan lingkungan hidup, pembinaan masyarakat dan optimalisasi penegakan hukum lingkungan, hal ini bertujuan untuk menjaga eksistensi alam dan bertujuan untuk menyelesaikan masalah lingkungan hidup di Indonesia khususnya yang disebabkan oleh ulah manusia. Kata Kunci: Hukum Lingkungan, Polusi dan Kerusakan Lingkungan