Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

PELAKSANAAN ALIH TEKNOLOGI MELALUI PERJANJIAN LISENSI PATEN BERDASARKAN UNDANGUNDANG NOMOR 13 TAHUN 2016 Umami, Yurida Zakky
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 12, No 1 (2019): QISTIE: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Alih teknologi mempunyai peran penting di bidang industri, terutama untuk menghadapi globalisasi dunia. Salah satu mekanisme alih teknologi dapat dilakukan melalui perjanjian lisensi. Melalui perjanjian inilah dapat dilakukan pengalihan paten. Perjanjian lisensi berdasarkan Pasal 1 ayat 11 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, hanya merupakan izin yang diberikan oleh Pemegang Paten kepada penerima lisensi berdasarkan perjanjian tertulis untuk menggunakan Paten yang masih dilindungi dalam jangka waktu dan syarat tertentu, untuk menikmati manfaat ekonomi dari paten tersebut. Pengaturan perjanjian lisensi paten terdapat pada Pasal 76 sampai dengan 80 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016. Perjanjian lisensi alih teknologi wajib menyertakan ketentuan know how dan tentang pembayaran royalty. Keunggulan dari alih teknologi melalui perjanjian lisensi adalah lebih mudah untuk memasuki pasar internasional dengan menghemat biaya dan waktu, serta dapat memperoleh pengetahuan mengenai teknologi secara lebih cepat, sedangkan kelemahannya adalah terbentuknya kompetitor, terbatasnya royalty, dan sering terjadi konflik pada saat pelaksanaannya.
Akibat Hukum Wanprestasi Dalam Perjanjian Gadai yurida Zakky Umami; anto kustanto
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 14, No 2 (2021): Qistie : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v14i2.5597

Abstract

Pegadaian merupakan lembaga perkreditan yang ditujukan untuk mencapai tujuan dan sasaran serta mencegah rakyat kecil yang membutuhkan pinjaman, karena kredit dengan jaminan gadai sangat diminati masyarakat salah satunya karena kredit tersebut merupakan kredit yang terjangkau oleh masyarakat. Tujuan pegadaian adalah untuk memberikan jaminan bagi pemegang gadai bahwa dikemudian hari piutangnya pasti dibayar dari nilai jaminan. Hubungan hukum dimulai pada sangat seorang debitur atau nasabah yang membutuhkan suatu kepentingan usaha atau kepentingan pribadi lain yang karena kebutuhan tersebut menyerahkan benda bergeraknya sebagai jaminan kepada PT. Pegadaian sebagai kreditur. Suatu perjanjian terdapat hak dan kewajiban antara kreditur dan debitur. Kewajiban dari debitur adalah memenuhi prestasi dan jika tidak melaksanakan kewajiban atau kesepakatan yang harus ditaati oleh para pihak dan tidak dalam keadaan memaksa rnenurut hukum debitur, dinggap telah melanggar kesepakatan atau disebut wanprestasi.Suatu perjanjian gadai dapat dinyatakan wanprestasi apabila, baik debitur maupun kreditur tidak melaksanakan prestasinya maka debitur atau kreditur tersebut dapat disebut wanprestasi. Debitur dinyatakan wanprestasi dalam perjanjian gadai menurut KUH Perdata yaitu sesuai dengan ketentuan yang ada karena lewatnya jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian. Menurut KUH Perdata, debitur dapat dinyatakan wanprestasi yaitu sesuai dengan ketentuan yang ada karena didalam perjanjian telah ditentukan suatu waktu tertentu sebagai tanggal pelaksanaan hak dan kewajiban (tanggal penyerahan barang dan tanggal pembayaran). Akibat hukum dari Debitur yang wanprestasi dalam perjanjian gadai dapat dijatuhkan sanksi, yaitu berupa membayar kerugian yang dialami kreditur, pembatalan perjanjian, peralihan resiko, dan membayar biaya perkara bila sampai diperkarakan secara hukum di pengadilan. Pada praktiknya pihak PT Pegadaian menggunakan hak retensi yang dimilikinya, yaitu melakukan eksekusi langsung terhadap benda yang menjadi jaminan apabila debitur wanprestasi.
PENERAPAN DOKTRIN PERSAMAAN MEREK PADA PENDAFTARAN MEREK Yurida Zakky Umami
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 9, No 2 (2016): Qistie
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v9i2.1960

Abstract

Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) adalah hak yang bersifat eksklusif yang dimiliki oleh para pencipta atau penemu sebagai hasil aktifitas intelektual manusia. HKI secara umum dibedakan menjadi dua kategori utama yaitu Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri. Hak Kekayaan Industri terdiri atas Hak Merek, Hak Paten, Hak desain Industri, Rahasia Dagang, Tata Letak Sirkuit Terpadu. Pada dasarnya yang termasuk dalam lingkup HKI adalah segala karya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dihasilkan melalui akal atau daya pikir seseorang. Salah satu diantaranya adalah merek.1 Merek merupakan salah satu bagian dari kekayaan intelektual yang harus dilekatkan pada suatu perlindungan hukum, karena merek merupakan hal yang sangat penting dalam dunia bisnis. Merek produk (baik barang maupun jasa) tertentu yang sudah menjadi terkenal dan laku di pasar tentu saja akan cenderung membuat produsen atau pengusaha lainnya memacu produknya bersaing dengan merek terkenal, bahkan dalam hal ini akhirnya muncul persaingan yang tidak sehat. Merek dapat dianggap sebagai “roh” bagi suatu produk barang atau jasa.
TINJAUAN YURIDIS UNSUR POKOK PERJANJIAN DAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PERJANJIAN FRANCHISE Yurida Zakky Umami; Anto Kustanto
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 13, No 2 (2020): Qistie : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v13i2.3907

Abstract

Waralaba (franchise) merupakan salah satu cara yang dapat dianggap efektif bagi Indonesia yang tengah membangun perekonomiannya sebagai cara untuk mempertahankan diri untuk dapat bersaing pada perekonomian dunia. Seiring berjalannya waktu, waralaba atau franchise mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dan menjadi metode yang banyak di gunakan untuk memasuki dunia bisnis. Franchise adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekayaan intelektual (HKI) atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa. Waralaba atau franchise menurut Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan atau/jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. Waralaba atau franchising dilakukan melalui perjanjian lisensi, yaitu izin untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu obyek yang dilindungi HKI untuk jangka waktu tertentu, dengan membayar sejumlah royalti. Berdasarkan kategori dari unsur-unsur perjanjian, maka perjanjian franchise harus memenuhi unsur-unsur essensialia, naturalia dan accidentalia, dan unsur-unsur dalam perjanjian franchise, yaitu adanya para pihak, ada persetujuan antara para pihak, persetujuan bersifat tetap bukan suatu perundingan, ada tujuan yang hendak dicapai, ada prestasi yang akan dilaksanakan, berbentuk lisan atau tulisan, ada syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian. Selain itu, perjanjian franchise haruslah memenuhi syarat sah perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata antara lain, adanya kesepakatan para pihak, kecakapan para pihak, terdapat objek yang akan difranchisekan, karena sebab yang halal, terdapat tujuan perjanjian, terdapat ketentuan pembayaran royalty kepada franchisor. Sedangkan Hak Kekayaan Intelektual yang terdapat dalam perjanjian franchise antara lain adalah, Hak Merek, Paten, dan Hak Cipta.
Eksekusi Putusan Pengadilan Negeri Pekalongan Dan Kendala-Kendalanya (Studi Putusan Perkara No. 34/Pdt.G/2013/Pn.Pkl) Yurida Zakky Umami; Adityo Putro Prakoso
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 15, No 1 (2022): Qistie : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v15i1.6494

Abstract

Seiring transaksi jual beli yang semakin berkembang, menjadi penyebab munculnya transaksi dengan nominal yang besar, sehingga pembayaran secara tunai sulit dilakukan. Hal ini memicu munculnya berbagai macam alat pembayaran, salah satunya dengan surat berharga, salah satunya adalah Bilyet Giro. Pada prakteknya, penggunaan Bilyet Giro dalam transaksi jual beli seringkali menimbulkan permasalahan yang dapat menyebabkan seseorang melakukan wanprestasi. Salah satu contoh permasalahan karena Bilyet Giro ini adalah pada transaksi jual beli antara Penggugat dengan Tergugat. Pada kenyataannya, semua Bilyet Giro yang dibayarkan Tergugat kepada Penggugat ditolak oleh Bank yang menerbitkan dengan alasan saldo rekening Giro tidak mencukupi atau kosong.Pada perkara ini, Majelis Hakil telah mengeluarkan  Penetapan Sita No. 34/Pdt.G/2013PN.PKL dan telah dicatatkan pada Kantor Pertanahan Kota Pekalongan. Jaminan (agunan milik Tergugat I dan Terguggat II) yang jadikan jaminan pengambilan Kredit tidak ada lagi pada Tergugat III, dimana hal tersebut akan mennyebabkan sita jaminan tidak dapat di eksekusi. Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: Apa hasil putusan Pengadilan Negeri Pekalongan No. 34/Pdt.G/2013/PN.PKL yang harus di eksekusi? dan Apa Kendala-kendala yang timbul dalam eksekusi putusan Pengadilan Negeri Pekalongan No. 34/Pdt.G/2013/PN.PKL?Penelitian ini merupakan jenis penelitian yuridis empiris, yaitu suatu riset dengan penyelidikan berdasarkan obyek di lapangan, dan dianalisis dengan metode analisis deskriptif, yaitu menganalisa data yang telah diuraikan dan memaparkan objek penelitian secara jelas. Berdasarkan pembahasan di atas maka yang harus dieksekusi pada Putusan Pengadilan Negeri Pekalongan No. 34/Pdt.G/2013/PN.PKL adalah: Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar pada Penggugat secara Tunai dan Lunas, Menyatakan sah sita jaminan terhadap sertifikat hak milik atas nama Tergugat, Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar ongkos perkara Kendala-kendala yang menghambat jalannya eksekusi adalah, ditemukan fakta bahwa jaminan berupa sertifikat tanah hak milik atas nama pemegang hak Tergugat I tidak ada lagi di tangan Tergugat III dan telah beralih hak kepemilikan.
PELAKSANAAN ALIH TEKNOLOGI MELALUI PERJANJIAN LISENSI PATEN BERDASARKAN UNDANGUNDANG NOMOR 13 TAHUN 2016 Yurida Zakky Umami
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 12, No 1 (2019): QISTIE: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v12i1.2752

Abstract

Alih teknologi mempunyai peran penting di bidang industri, terutama untuk menghadapi globalisasi dunia. Salah satu mekanisme alih teknologi dapat dilakukan melalui perjanjian lisensi. Melalui perjanjian inilah dapat dilakukan pengalihan paten. Perjanjian lisensi berdasarkan Pasal 1 ayat 11 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, hanya merupakan izin yang diberikan oleh Pemegang Paten kepada penerima lisensi berdasarkan perjanjian tertulis untuk menggunakan Paten yang masih dilindungi dalam jangka waktu dan syarat tertentu, untuk menikmati manfaat ekonomi dari paten tersebut. Pengaturan perjanjian lisensi paten terdapat pada Pasal 76 sampai dengan 80 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016. Perjanjian lisensi alih teknologi wajib menyertakan ketentuan know how dan tentang pembayaran royalty. Keunggulan dari alih teknologi melalui perjanjian lisensi adalah lebih mudah untuk memasuki pasar internasional dengan menghemat biaya dan waktu, serta dapat memperoleh pengetahuan mengenai teknologi secara lebih cepat, sedangkan kelemahannya adalah terbentuknya kompetitor, terbatasnya royalty, dan sering terjadi konflik pada saat pelaksanaannya.
Covid-19 Versus Mudik Telaah Tentang Efektivitas Kebijakan Pelarangan Mudik Lebaran Pada Masa Pandemi Covid-19 Pudjo Utomo; yurida zakky Umami
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 14, No 1 (2021): Qistie : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v14i1.4496

Abstract

Covid-19 merupakan penyakit menular yang menyebabkan keadaan darurat di dunia tidak terkecuali Indonesia. Guna mencegah penyebaran virus, Pemerintah melakukan langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19, dengan menerapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan, dan Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 19 selama bulan suci Ramadan 1442 Hijriah. Semenjak permasalahan positif awal diumumkan pada 2 Maret 2020, tren permasalahan COVID-19 di Indonesia terus bertambah. Pemerintah belum dapat mengendalikan penularan Covid-19 terlihat dari kasus yang terus bertambah hingga tahun 2021. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan (hukum) Larangan Mudik tidak efektif. Untuk menganalisa efektifitas kebijakan tersebut, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yakni tipe penelitian hukum yang menitikberatkan pada suatu norma yang merupakan asas atau prinsip tingkah laku, dengan menggunakan teori-teori efektivitas disandingkan dengan data-data penelitian terdahulu. Kesimpulan yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa kebijakan Pemerintah tentang Larangan Mudik pada tahun 2020 berjalan tidak efektif terlihat dari jumlah penyebaran virus Covid-19 yang meningkat setelah sebagian besar masyarakat tidak menaati larangan dan tetap melakukan mudik.
KEMUDAHAN DAN KEUNTUNGAN MENDIRIkAN PERSEROAN TERBATAS (PT) BERDASARKAN UU CIPTA KERJA NO. 11 TAHUN 2020 Endar Susilo; yurida zakky Umami
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 15, No 2 (2022): Qistie : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v15i2.7591

Abstract

Perseroan Terbatas (PT) adalah suatu badan hukum untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari saham-saham yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya. Karena modalnya terdiri dari saham-saham yang dapat diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan bisa dilakukan tanpa membubarkan perusahaan. Kehadiran Perseroan Terbatas (PT) sebagai suatu bentuk badan usaha dalam kehidupan sehari-hari tidak lagi dapat diabaikan. Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa kehadiran Perseroan Terbatas (PT) sebagai salah satu sarana untuk melakukan kegiatan ekonomi sudah menjadi suatu keniscayaan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Praktik bisnis yang dilakukan oleh para pelaku usaha, baik itu pedagang, industrial, investor, kontraktor, distributor, bankir, perusahaan ansuransi, pialang, agen dan lain sebagainya tidak lagi dipisahkan dari kehadiran Perseroan Terbatas (PT). Berbisnis dengan mempergunakan Perseroan Terbatas (PT), baik dalam skala mikro, kecil, menengah maupun berskala besar merupakan model yang paling banyak dan paling lazim dilakukan Perseroan Terbatas (PT) yang merupakan bentuk usaha yang paling disukai saat ini. 
Perjanjian Perkawinan Sebagai Upaya Preventif Bagi Pasangan Suami Istri dan Akibat Hukumnya dalam Perspektif Undang-Undang Perkawinan Umami, Yurida Zakky
Laporan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat LAPORAN PENELITIAN
Publisher : Laporan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkawinan merupakan perbuatan hukum menimbulkan akibat hukum antara suami istri mengenai hubungan hukum antara suami istri mengenai hak dan kewajiban masing-masing, maupun mengenai harta benda perkawinan serta penghasilan mereka selama perkawinan. Oleh karena itu sekarang banyak pasangan muda-mudi yang ingin menikah membuat suatu perjanjian perkawinan yang dianggap sebagai solusi terbaik bagi calon suami maupun calon istri yang akan melangsungkan perkawinan untuk melindungi harta benda kekayaan pasangan calon suami atau calon istri tersebut. Perjanjian perkawinan biasanya mengatur mengenai pembagian harta jika terjadi suatu perpisahan hubungan atau kematian. Perjanjian ini terjadi atau memuat hal-hal yang berkenaan dengan kepentingan masa depan rumah tangga selama perkawinan berlangsung. Hal tersebut diatur di dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Perjanjian perkawinan harus dituangkan dalam bentuk akta otentik. Akta menurut Pitlo adaah surat yang ditandatangani, diperbuat untuk dipakai sebagai bukti, dan untuk dipergunakan oleh orang untuk keperluan siapa surat itu dibuat. Keberadaan kata otentik ini memberikan perlidnungan dan kepastian hukumbagi masyarakat apabila terjadi sengketa hukum yang berhubungan dengan masalah pembuktian. Akta otentik ini memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Perjanjian perkawinan yang dibuat akta otentik ini diharapkan menjadi salah satu upaya perlindungan agar perjanjian perkawinan yang dibuat memiliki pembuktian yang sempurna sehingga melindungi hak-hak para pihak. Selain itu juga mempunyai berbagai manfaat dalam membuat perjanjian perkawinan yaitu akan menjelaskan perbedaan harta gono gini selama perkawinan berlangsung dengan harta masing-masing pihak, menjelaskan mengenai hutang selama perkawinan berlangsung yang menjadi tanggung jawab sendiri atau bersama dalam perkawinan, selain itu juga memberikan perlindungan hak-hak bagi perempuan jika terjadi perceraian.
INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI Umami, Yurida Zakky
Laporan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat LAPORAN PENELITIAN
Publisher : Laporan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkara perdata di lingkungan Pengadilan Negeri terdapat beberapa pihak yang terkait. Pihak-pihak tersebut adalah pihak tergugat dan penggugat. Namun dalam proses pengadilan juga dapat mendatangkan pihak lain selain pihak penggugat dan tergugat yang disebut pihak ketiga. Ikut sertanya pihak ketiga di dalam pengadilan disebut dengan intevensi. Intervensi ini tidak diatur di dalam HIR melainkan diatur di dalam Reglement Rechtsvordering (RV). Terdapat beberapa bentuk dari intervensi yaitu Tussenkomst, voeging, vrijwaring. Sedangkan pengertian dari intervensi adalah suatu aksi hokum oleh pihak berkepentingan dengan jalan melibatkan diri atau dilibatkan oleh salah satu pihak dalam suatu perkara perdata yang sedang berperkara perdata yang berlangsung antara dua pihak yang sedang berpekara. Adanya intervensi ini dapat dilihat dari kegunaan arti ikut sertanya pihak ketiga di dalam pengadilan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui penerapan intervensi dalam penyelesaian perkara perdata di dalam pengadilan negeri serta mengetahui tahapan – tahapan penyeleseian perkara perdata dengan menggunakan intervensi di dalam pengadilan negeri. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yang berdasarkan peraturan perundang-undangan. Hasil penelitian ini adalah terdapat beberapa bentuk dari intervensi ini yang dapat digunakan di dalam pengadilan. Dengan adanya pihak ketiga masuk kedalam perkara tersebut terdapat suatu alasan bahwa kepentingan pihak ketiga tersebut terganggu. Intervensi diajukan oleh pihak karena pihak ketiga merasa bahwa barang miliknya disengketakan/diperebutkan oleh pihak tergugat dan penggugat. Selain itu juga lebih mengenal tahap-tahap penyelesaian perkara pengadilan apabila terdapat pihak ketiga, sehingga proses yang terjadi tidak jadi salah langkah dan dapat dijadikan acuan jika berperkara di pengadilan. Kata kunci: Intervensi, Pihak Ketiga, Penyeleseian