Claim Missing Document
Check
Articles

Found 23 Documents
Search
Journal : Jurnal Teknik PWK

IDENTIFIKASI PERKEMBANGAN DAN EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK KAWASAN INDUSTRI DI KOTA SEMARANG Izzan Arif Hutomo; Sri Rahayu
Teknik PWK (Perencanaan Wilayah Kota) Vol 2, No 3 (2013): Agustus 2013
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1151.615 KB)

Abstract

Kota Semarang merupakan salah satu kota yang perekonomiannya ditunjang oleh sektor perindustrian. Hal tersebut dapat dilihat dari data PDRB Kota Semarang tahun 2010 yang menjelaskan bahwa sektor industri merupakan sektor terbesar kedua dengan angka mencapai 24,16 % dari hasil pendapatan kota secara keseluruhan. Bertambahnya jumlah penduduk serta berkembangnya kawasan industri di Kota Semarang menyebabkan terganggunya beberapa aktivitas lain yang ada di sekitar kawasan industri. Hal ini dikhawatirkan dapat memberikan berbagai dampak negatif seperti alih fungsi lahan pertanian, terganggunya penataan kota, baik dari segi fisik maupun kenyamanannya, dan pencemaran limbah yang menimbulkan keresahan sosial yang pada akhirnya dapat memicu konflik sosial (Dirdjojuwono, 2004). Berdasarkan penjelasan tersebut, perlu dilakukan suatu penelitian yang dapat mengetahui perkembangan kawasan industri dan mengevaluasi kawasan industri yang ada di Kota Semarang dengan kesesuaian lahannya untuk kawasan industri, sehingga nantinya akan diketahui bagaimana perkembangan kawasan industri di Kota Semarang dari tahun 1991-2011 dan kawasan industri mana sajakah yang ada pada tahun 2011 yang lahannya telah sesuai dengan keseseuaian lahan untuk kawasan industri yang dapat dibantu dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang mengembangkan teori-teori dan model matematis yang didasarkan pada data kuantitatif dan statistik deskriptif. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa kawasan industri di Kota Semarang terus mengalami perkembangan di setiap tahunnya yang dapat dilihat dari peningkatan luas lahan terbangunnya dari tahun 1991 sebesar 204 Ha, tahun 2001 sebesar 554 Ha, dan tahun 2011 sebesar 929 Ha. Selain itu, dapat diketahui juga bahwa ternyata hanya 20 % saja dari luas keseluruhan lahan terbangun kawasan industri yang lahannya sesuai dengan kesesuaian lahan untuk kawasan industri di Kota Semarang yang terletak di Kawasan Industri Tugu Wijayakusuma (106 Ha), Kawasan Industri Guna Mekar (61 Ha), dan Kawasan Industri Terboyo (19 Ha). Oleh karena itu, pemerintah harus lebih mempertegas perizinan pembangunan kawasan industri serta membuat peraturan yang mewajibkan setiap kawasan industri harus memiliki sistem pengolahan limbah yang baik agar dapat menghindari berbagai dampak negatif yang diakibatkan oleh kawasan industri. 
Kajian Kesesuaian Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Arahan Pemanfaatan Fungsi Kawasan Sub DAS Rawapening Angga Dwisapta Ardi; Sri Rahayu
Teknik PWK (Perencanaan Wilayah Kota) Vol 2, No 4 (2013): November 2013
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1911.696 KB)

Abstract

Dewasa ini, danau/waduk di Indonesia sebagian besar telah mengalami tingkat kerusakan lingkungan yang cukup tinggi termasuk di Danau Rawapening. Danau Rawapening merupakan bagian hilir dari Sub DAS Rawapening yang berada di Propinsi Jawa Tengah. Aktivitas masyarakat yang tinggi di Sub DAS Rawapening akibat adanya aktivitas perkotaan memberikan dampak negatif  bagi keberlanjutan Danau Rawapening. Belum adanya regulasi yang jelas tentang penggunaan lahan mengakibatkan perubahan penggunaan lahan yang sulit dikendalikan sehingga banyak perubahan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan arahan pemanfaatan fungsi kawasan. Perubahan penggunaan lahan di daerah hulu Sub DAS Rawapening meningkatkan resiko terjadinya erosi dan sedimentasi yang tinggi sehingga memungkinkan Danau Rawapening menjadi daratan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kesesuaian perubahan penggunaan lahan terhadap arahan pemanfaatan fungsi kawasan Sub DAS Rawapening. Hasil yang diperoleh, sebesar 34,74% lahan di Sub DAS Rawapening merupakan kawasan lindung. Perubahan penggunaan lahan selama tahun 1991 hingga tahun 2009 sebesar 30,43%. Perubahan penggunaan lahan terbesar yaitu perubahan penggunaan lahan tanaman keras menjadi  lahan permukiman. Kecamatan Bandungan dan Kecamatan Sidomukti merupakan daerah yang mengalami perubahan penggunaan lahan paling pesat. Sebesar 19,84% lahan di Sub DAS Rawapening tidak sesuai dengan arahan pemanfaatan fungsi kawasan karena telah mengalami perubahan fungsi kawasan lindung dan fungsi kawasan penyangga serta fungsi kawasan danau menjadi fungsi kawasan budidaya yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan seperti erosi, sedimentasi dan banjir serta penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu, perlu adanya regulasi zoning yang lebih mempertimbangkan aspek fungsi kawasannya.
KAJIAN POLA ALIRAN PADA INDUSTRI KONVEKSI DI DESA TINGKIR LOR, KECAMATAN TINGKIR Yuliana Dhiah Taufika; Sri Rahayu
Teknik PWK (Perencanaan Wilayah Kota) Vol 7, No 1 (2018): Februari 2018
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (717.661 KB)

Abstract

Tingkir Lor Village Convection is one of the industries in Tingkir Kota Salatiga. This convection industries has been established since 1980 and still operated until now. The beginning of the convection industries in Tingkir Lor village are inseparable from the Damatex Factory's role in that year to provide wasted raw materials for free to the Tingkir Lor Village’s resident. But over time, the needs of raw materials increase and require various materials that can not be fulfilled by the convection industries in the goods and services sector. The requirements of these needs will make a connection with other areas to fulfilled these needs. The needs are including the flow of goods and services in the form of raw materials, supplementary raw materials, labor and marketing of convection products. The data analysis is based on three aspects in flow pattern of convection industries, such as input, process, and output. Data analysis used in this research is quantitative descriptive analysis that obtained from questionnaires, interviews and documentations by examining the flow patterns of goods and services within the convection industries. The results of data assessment shows that convection industries in Tingkir Lor village have two patterns of goods and services flow that is input and output aspect. The input and output aspects is the origin, destination and intensity that occur in the convection industries related to the external territory. The distribution of raw material in the Tingkir Lor village’s convection industries originally comes from Solo, Salatiga, Semarang and Ungara. As for the distribution of labor is dominated from the internal area of the convection industries. The production process in Tingkir Lor village’s convection industries still occurs in the internal area, causing no flow patterns that can be connected and formed. Convection products in Tingkir Lor Village are dominated by products such as pants, bed sheets, bed cover and clothing with a sale price ranged between Rp 5.000 up to Rp 300.000 depends on the products sold from each of the convection industries. Sales of convection industries in Tingkir Lor village have reached some regions in Indonesia such as Salatiga, Solo, Semarang, Yogyakarta, Pekalongan, Kalimantan, Sumatra, Bali and Papua.
Kajian Kerawanan dan Kerentanan Banjir di Kecamatan Kota Kendal Kabupaten Kendal Hisyam Noor Nugroho; Sri Rahayu
Teknik PWK (Perencanaan Wilayah Kota) Vol 8, No 2 (2019): Mei 2019
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (816.882 KB)

Abstract

Kota Kendal sub-district according to Regional Regulation No. 20 of 2011 about Urban dan Regional Planning Kendal Regency in 2011-2031 was included in one of the flood-prone districts. The purpose of this study was to assess the level of hazard and vulnerability of flooding in Kota Kendal Subdistrict. The type of analysis carried out was AHP analysis, analysis of flood hazard and vulnerability using GIS software. Based on the results of the analysis of flood hazard, it is known that there are 3 levels of flood hazard, high, medium, and low. The high level located along the Kendal River. Middle level area is an area that is passed by the Kendal River, Buntu River, and Blorong River. Low flood level area in some areas in 7 subdistricts. Based on the results of the flood vulnerability analysis, there are 2 levels of flood vulnerability, middle, and low, including 12 sub-districts included in the middle vulnerability and 3 sub-districts included in the low vulnerability. In order to reduce the impact of flooding, it is expected that the local government can improve socialization of disaster response and early warning to residents who are at high and middle levels of hazard and vulnerability.
HUBUNGAN TINGKAT URBANISASI DAN TINGKAT KETIMPANGAN WILAYAH DI DAERAH PANTURA JAWA TENGAH Hendra Saputra; Sri Rahayu
Teknik PWK (Perencanaan Wilayah Kota) Vol 4, No 4 (2015): November 2015
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1214.857 KB)

Abstract

Urbanisasi dan ketimpangan wilayah merupakan dua hal penting yang sedang dihadapi oleh negara berkembang. Urbanisasi yang dialami Amerika selama 90 tahun, dialami oleh Korea selama 20 tahun dan Brazil selama 30 tahun. Sekitar 70% dari negara yang mengalami urbanisasi mempunyai pendapatan perkapita yang berbeda-beda.Hal tersebut juga terindikasi pada daerah Pantura Jawa Tengah.Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Jawa Tengah tahun 2011, sebesar 11,53% penduduk di daerah Pantura Jawa Tengah berada di Kota Semarang dan pendapatan perkapita daerah Pantura Jawa Tengah sangat mencolok pada Kabupaten Kudus (Rp. 42.941.164,-) dan Kota Semarang (Rp. 30.566.980,-) dibandingkan dengan wilayah lain yang mempunyai proporsi dibawah Rp. 15.000.000,- terhadap pendapatan perkapita daerah Pantura Jawa Tengah.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat urbanisasi dan tingkat ketimpangan wilayah di daerah Pantura Jawa Tengah dengan pendekatan kuantitatif menggunakan data Badan Pusat Statistik tahun 2006 dan 2011. Analisis metode nilai entropi digunakan untuk menghitung tingkat urbanisasi, sedangkan tingkat ketimpangan wilayah menggunakan koefisien Theil. Tingkat urbanisasi di daerah Pantura Jawa Tengah mengalami peningkatan sedangkan tingkat ketimpangan wilayahnya mengalami penurunan pada tahun 2011 dibandingkan tahun 2006. Hubungan antara tingkat urbanisasi dan tingkat ketimpangan wilayah di daerah Pantura Jawa Tengah berbanding lurus yang dapat dilihat pada Kota Semarang dan Kabupaten Rembang. Hal ini berarti jika tingkat urbanisasi tinggi maka tingkat ketimpangan wilayah juga akan tinggi dan begitu juga sebaliknya.
KAJIAN TINGKAT PELAYANAN PUSKESMAS DI KABUPATEN BANJARNEGARA Umi Musrifatun Khoeriyah; Sri Rahayu
Teknik PWK (Perencanaan Wilayah Kota) Vol 2, No 3 (2013): Agustus 2013
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (844.031 KB)

Abstract

Tingkat kesejahteraan masyarakat dapat diukur dengan indikator tingkat kesehatan masyarakat. Fasilitas kesehatan merupakan salah satu jenis fasilitas umum yang dibutuhkan masyarakat yang berfungsi untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.Puskesmas sebagai salah satu dari fasilitas kesehatan bertanggung jawab untuk setiap masalah kesehatan yang terjadi di wilayah kerjanya di kecamatan terutama di Kabupaten Banjarnegara. Faktor topografi, jumlah penduduk, kualitas pelayanan kesehatan, ketersediaan, tenaga kesehatan, jangkauan pelayanan dan tingkat pelayanan yang beragam dan tidak sama, merupakan masalah yang dihadapi sehingga akan berpengaruh pada status kesehatan dan tingkat pelayanan yang berkualitas bagi masyarakat di kabupaten Banjarnegara.Sehingga saat ini puskesmas di Kabupaten Banjarnegara masih kurang diminati oleh masyarakat dibanding dengan fasilitas kesehatan lain yang berada di lingkungan masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tingkat pelayanan puskesmas di Kabupaten Banjarnegara berdasarkan pendapat masyarakat yang ada di wilayah kabupaten Banjarnegara. Metode pengambilan data yang digunakan yaitu dengan penyebaran kuesioner, dokumentasi dan observasi. Variabel tingkat pelayanan yang digunakan dalam penelitian ini yang ditanyakan kepada responden diantaranya yaitu biaya berobat, kualitas pelayanan puskesmas, kelengkapan peralatan, ketersediaan puskesmas, akses menuju puskesmas, lokasi, sarana (kondisi) puskesmas, kondisi jalan, kepemilikan asuransi kesehatan, dan proses pelayanan. Setelah data terkumpul, digunakan metode kuantitatif sebagai metode penelitian utama yang didukung dengan analisis deskriptif kualitatif. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat dihasilkan beberapa temuan yaitu jumlah total skor variabel tingkat pelayanan yang berpengaruh terhadap penggunaan puskesmas di Kabupaten Banjarnegara rata-rata sudah masuk kategori baik (391-414), walaupun masih ada yang kurang yaitu variabel lokasi dan kondisi jalan menuju puskesmas. Untuk hasilskor rata-rata tiap variabel, tingkat pelayanan puskesmas di Kabupaten Banjarnegara masih ada yang masuk kategori kurang (25,50-27,42) yaitu puskesmas Susukan 2, Purworejo Klampok 2, Mandiraja 2,  Pungggelan 1, Punggelan 2, Pagedongan dan  Pandanarum. Sebagian masyarakat berpendapat hal ini dikarenakan akses, lokasi, dan kondisi jalan yang sulit dijangkau, namun dengan didukung oleh ketersediaan puskesmas di setiap kecamatan, sedangkan wilayah kerja puskesmas tidak hanya menjangkau setiap puskesmas tetapi ada yang diluar wilayah pelayanan puskesmas (luar kecamatan). Untuk itu tingkat pelayanan puskesmas di Kab. Banjarnegara harus terus ditingkatkan mutu pelayanannya dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat.Terutama terkait dengan ketersediaan (persebaran) puskesmas, jangkauan pelayanan (lokasi) dan tingkat pelayanan puskesmas. Hal ini dilakukan sesuai dengan tujuan puskesmas itu sendiri yaitu pelayanan, pemerataan dan perluasan jangkauan untuk mencapai kondisi hidup sehat yang optimal.
Kesesuaian Lahan Permukiman Pada Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor Di Kabupaten Temanggung Heru Christanto Hasibuan; Sri Rahayu
Teknik PWK (Perencanaan Wilayah Kota) Vol 6, No 4 (2017): November 2017
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2106.351 KB)

Abstract

The geographical conditions of Indonesia were formed by the three major tectonic plates of the earth that are, the plate of Indo-Australian, Eurasian and Pacific which led to the zone of vulnerable to natural hazard for several regions in Indonesia. Temanggung Regency is one of the regions that were in the zone of vulnerable to natural hazard. Its bumpy topographical condition is starting from the flattened topography at 0-8% up to the steepness more than 40%, which causing the existence of landslide hazard area. Over the last 5 years, Temanggung Regency had suffered at least nine cases of landslide which resulting the loss of life and the material losses in a wide range. Besides was backgrounded by the natural physical condition, it is also triggered by human activity in utilizing the land which does not fit to its designation, especially on the land use settlement. Therefore, an evaluation toward the land use settlement to the landslide-disaster hazard sector in Temanggung Regency will be conducted in this study. From the result of analysis shows that the land use settlement in Temanggung Regency not entirely as it should be, as set out in laws and regulations. Because in its development from 2011 to 2015 was found the comprehensive accretion of land use settlement on the landslide hazard area, especially on the high level and very high level.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN PERUMAHAN DAN TIPE RUMAH DI PERUMAHAN BUKIT EMERALD Bagus Zakarya Putra; Sri Rahayu
Teknik PWK (Perencanaan Wilayah Kota) Vol 4, No 4 (2015): November 2015
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (471.524 KB)

Abstract

Keterbatasan lahan di pusat kota mengakibatkan pembangunan perumahan mengarah ke daerah pinggiran Kota Semarang, seperti Kelurahan Meteseh, Kecamatan Tembalang. Perumahan Bukit Emerald merupakan salah satu perumahan di Kelurahan Meteseh yang dikembangkan dengan 433 unit rumah hunian dan ruko. Perumahan ini salah satu lokasinya berbatasan langsung dengan tebing terjal yang berpotensi longsor tetapi seluruh unit huniannya habis terjual dalam waktu yang relatif cepat, seakan potensi bencana tersebut tidak mempengaruhi penghuni perumahan dalam menentukan pemilihan perumahan.Keadaan tersebut menarik untuk diteliti, dengan pertanyaan penelitian: Faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap keputusan penghuni perumahan untuk membeli dan tinggal di Perumahan Bukit Emerald? Faktor yang menjadi indikator pemilihan perumahan pada penelitian ini adalah faktor lokasi perumahan, kondisi lingkungan perumahan, kondisi rumah hunian dan harga rumahnya.Metode yang digunakan adalah kuantitatif deskriptif. Teknik pengumpulan datanya menggunakan kuesioner dan observasi lapangan. Tujuan dari penelitian ini adalah dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penghuni dalam memilih membeli dan bertempat tinggal di Perumahan Bukit Emerald.  Hasil akhir penelitian ini menyatakan bahwa faktor harga rumah hunian merupakan faktor yang paling mempengaruhi dalam memilih perumahan, urutan faktor yang mempengaruhi berikutnya adalah faktor kondisi lingkungan perumahan, lokasi perumahan dan kondisi rumah hunian.
KAJIAN DAMPAK KEBERADAAN INDUSTRI PT. KORINDO ARIABIMA SARI DI KELURAHAN MENDAWAI, KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT Fittiara Aprilia Sari; Sri Rahayu
Teknik PWK (Perencanaan Wilayah Kota) Vol 3, No 1 (2014): Februari 2014
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1081.244 KB)

Abstract

Kota Pangkalan Bun sebagai Ibukota Kabupaten Kotawaringin Barat mengalami perkembangan cukup pesat. Salah satu faktor yang mampu mempengaruhi perkembangan wilayah tersebut adalah industri PT. Korindo Ariabima Sari di Kelurahan Mendawai. Selain itu, keberadaan industri tersebut telah memberikan dampak terhadap kondisi fisik, lingkungan, dan sosial ekonomi. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji dampak keberadaan industri PT. Korindo Ariabima Sari, baik dampak positif dan negatif berdasarkan kondisi fisik, lingkungan, dan sosial ekonomi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode kuantitatif serta teknik analisis deskriptif dan spasial. Berdasarkan hasil analisis, menunjukkan bahwa industri PT. Korindo Ariabima Sari cenderung memberikan dampak negatif terhadap kondisi fisik (penggunaan lahan) dan lingkungan. Luas perubahan penggunaan lahan di Kelurahan Mendawai sejak Tahun 1979-2012 sekitar 163,038 Ha dengan perubahan terbesar terjadi pada hutan seluas 59,318 Ha menjadi permukiman (17,847 Ha) dan industri (16,271 Ha). Selain itu, dampak negatif terhadap kondisi lingkungan ditunjukkan dengan terjadinya degradasi lingkungan ditinjau berdasarkan kebisingan, pencemaran udara, dan pencemaran air. Selain dampak negatif, industri tersebut juga memberikan dampak positif terhadap kondisi fisik (ketersediaan fasilitas umum dan kondisi prasarana jalan) dan sosial ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari ketersediaan fasilitas umum dan kondisi prasarana jalan cukup lengkap dan memadai, sedangkan tingkat pendapatan masyarakat saat ini diatas UMR Kota Pangkalan Bun sebesar Rp. 1.600.000,-. Rekomendasi dari penelitian ini adalah perlunya zonning regulation untuk mengendalikan perkembangan kawasan permukiman dan dampak lingkungan.
KAJIAN PERKEMBANGAN PENGGUNAAN LAHAN DAN FUNGSI BANGUNAN SEKITAR PUSAT PERBELANJAAN (MAL) DI KOTA BEKASI Yeda Nurul Cahyaningtyas; Sri Rahayu
Teknik PWK (Perencanaan Wilayah Kota) Vol 4, No 2 (2015): Mei 2015
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1402.975 KB)

Abstract

Pembangunan pada dasarnya memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam segala bidang yang terkait dengan kehidupan manusia. Pembangunan pusat perbelanjaan modern merupakan fenomena yang dapat ditemui baik di kota kecil maupun kota besar di Indonesia, keberadaan dari pusat perbelanjaan berpengaruh terhadap perkembangan suatu kota (Hariyono, 2002). Kota Bekasi merupakan wilayah agraris yang kemudian berubah menjadi kota yang memiliki banyak pusat perbelanjaan dan membuat Kota Bekasi menjadi kota yang modern dan maju, serta memiliki 15 mal bahkan lebih. Mal dapat diartikan sebagai suatu ruang yang memiliki bentuk memanjang yang difungsikan sebagai tempat berbelanja bagi pejalan kaki dan mal ini biasanya terbentuk oleh deretan pertokoan. Fenomena perkembangan mal ini terjadi di Kecamatan Bekasi Selatan khususnya Kelurahan Pekayon Jaya, Kelurahan Marga Jaya, dan Kelurahan Kayuringin  Jaya yang memicu terjadinya perkembangan penggunaan lahan dan fungsi bangunan sekitar mal dan memicu kepada Kelurahan Sepanjang Jaya, karena letak yang berdekatan dengan Kelurahan Marga Jaya dan Kelurahan Pekayon Jaya. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa mal pertama dibangun pada tahun 1993 yaitu Mall Metropolitan. Sedangkan pada tahun 2005 sudah terjadi peningkatan jumlah mal sebanyak 4 mal, dengan pengggunaan lahan sekitar mal didominasi oleh permukiman (33,28%). Hingga tahun 2014 jumlah mal sebanyak 8 mal. Penggunaan lahan pada tahun 2014 lebih didominasi oleh permukiman (31,98 %) serta perdagangan dan jasa (2,44 %). Perkembangan mal tersebut menjadikan daerah disekitar mal tersebut banyak mengalami perubahan jenis penggunaan lahan. Kawasan perdagangan yang lebih mendominasi pada jalur utama. Perubahan jenis penggunaan lahan yang terjadi yaitu dengan berkurangnya lahan terbuka seperti kebun (23,44%), sawah (6.25%), dan tegalan (15,13%), selain itu adanya perubahan penggunaan lahan memicu terjadinya banjir karena dalam pembangunan kurang memperhatikan kondisi drainase. Sedangkan untuk perubahan fungsi bangunan dapat diketahui bahwa pemilik rumah yang menambah fungsi bangunan untuk usaha (laundry, tempat kos, toko sembako, fotokopi) sebesar 74%. Adanya tambahan fungsi bangunan untuk usaha, namun pemilik usaha tidak menyediakan lahan parkir, hal ini dapat memicu terjadinya kemacetan pada wilayah penelitian.