Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

TIPE KESANTUNAN TUTURAN JAWA PADA MASYARAKAT JAWA PESISIR M. Suryadi
Kajian Linguistik dan Sastra Vol 24, No 1 (2012)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (45.598 KB) | DOI: 10.23917/kls.v24i1.103

Abstract

Javanese coastal communities have a different form of civility with the standard Java language. This difference is very substantial. Standard Java language still maintains strong normative rules, being at the coast of Java language has undergone a shift. The shift that has occurred: (1) type P_1 (model civility good manners): Speakers have the freedom to use the lexicon of krama or krama inggil for yourself (or good manner self), (2) type P_2 (model civility verbal reduplication): speakers have freedom of speech that has been reiterated by the partners speech. Two shifts are to be taboo for speakers of the standard Java language, and otherwise be inappropriate for polite Javanese coastal communities because of the high frequency of use.
Analisis Semiotika Cerpen Karangan Bunga dari Menteri Karya Seno Gumira Ajidarma Agriza Nur Bayu; Redyanto Noor; M. Suryadi
Anuva: Jurnal Kajian Budaya, Perpustakaan, dan Informasi Vol 6, No 2 (2022): Juni
Publisher : Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (415.226 KB) | DOI: 10.14710/anuva.6.2.99-106

Abstract

Penelitian ini berjudul “Analisis Semiotika Cerpen Karangan Bunga Dari Menteri Karya Seno Gumira Ajidarma”. Cerpen ini terbit pada tanggal 3 September 2011 dalam kumpulan cerpen kompas. Latar belakang penelitian ini didasari dinamika sosial yang terjadi di tengah kehidupan masyarakat. Cerpen ini mengisahkan tentang seorang wanita bernama Siti yang tiba-tiba merasa mual di hari pernikahan putrinya. Perilaku Siti ini sebetulnya merupakan gambaran dari puncak kekesalan terhadap orang-orang yang gemar mencari muka. Dalam cerpen ini banyak sekali ungkapan sindiran yang ditujukan kepada masyarakat kita yang biasa mencari muka kepada pejabat yang sebenarnya tidak kita kenal secara pribadi. Tujuan dari penelitian ini untuk menemukan makna-makna dibalik satir yang ditulis oleh pengarang. Pendekatan yang digunakan dalam analisis ini menggunakan teori semiotika perspektif Charles Sanders Peirce yang meliputi ikon, indeks dan simbol. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah studi Pustaka dan deskriptif analisis. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan cerpen ini merupakan bentuk satir untuk beberapa pihak. Pertama adalah para pemegang proyek yang telihat seperti meniilat pejabat demi mendapatkan jatah proyek. Kedua adalah terhadap masyarakat umum yang terkesan berbangga diri ketika berhasil mengundang seorang pejabat pada acara hajatan, meskipun baik orang yang mengundang maupun pejabat yang diundang sama sekali tidak mengenal satu sama lain.
Colonial Discourse and Resistance in the Novel Perawan Desa by W.R. Supratman Widyanuari Eko Putra; Nurdien Harry Kistanto; M. Suryadi
SUAR BETANG Vol 18, No 1 (2023): June 2023
Publisher : Balai Bahasa Kalimantan Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/surbet.v18i1.453

Abstract

W.R. Supratman wrote the novel Perawan Desa (1929) in the colonial era. The novel tells the life of colonial society in the Dutch East Indies era. This study examines the colonial discourse and resistance in the novel with a postcolonial approach. The colonial discourse in question is discrimination, racial superiority, and racism. Forms of resistance in question are stereotype, mimicry, ambivalence, and hybridity. The method used is descriptive qualitative. As a result, the novel contains colonial discourses and resistance. Acts of racial superiority and racism are shown in scenes of harsh treatment of natives, and different treatment before the law. The mimicry is shown in the imitation of the way of dressing, attitude, and reading habits of Dutch novels. The negative assumptions about other parties outside the group show the stereotype is shown in the negative assumptions about other parties outside the group. The ambivalence is shown in the indigenous interest in Dutch newspapers and the Dutch dislike of working as government employees. Hybridity is shown in the embodiment of Dutch houses decorated with local ornaments and the nickname "mientje" for native women. This novel complexly shows colonial discourse with strong responses against it. AbstrakW.R. Supratman menulis novel Perawan Desa (1929) pada era kolonial. Novel itu bercerita tentang kehidupan masyarakat kolonial pada era Hindia Belanda. Penelitian ini mengkaji wacana kolonial dan resistensi dalam novel tersebut dengan pendekatan poskolonial. Wacana kolonial yang dimaksud ialah diskriminasi, superioritas ras, dan rasisme, yang disampaikan melalui tindakan dan ucapan tokoh. Adapun bentuk resistensi adalah stereotipe, mimikri, ambivalensi, dan hibriditas yang disampaikan dalam bentuk penampilan, cara berpikir tokoh, dan bentuk tempat tinggal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah deskriptif kualitatif. Novel Perawan Desa menyuarakan wacana kolonial berupa ucapan orang Belanda yang menyatakan rasnya lebih unggul, perlakuan kasar terhadap bumiputra, dan perbedaan perlakuan di depan hukum. Resistensi terbukti pada tindakan mimikri berupa peniruan cara berpakaian dan kebiasaan membaca roman Belanda. Ambivalensi terbukti pada asumsi negatif terhadap pihak lain di luar kelompoknya, ketertarikan bumiputra pada koran Belanda, dan ketidaksukaan orang Belanda pada pekerjaan pegawai kolonial. Hibriditas terbukti pada pewujudan bangunan rumah Belanda yang dihiasi ornamen lokal dan panggilan “mientje” pada perempuan bumiputra. Novel ini secara kompleks menunjukkan wacana kolonial dengan tanggapan yang kuat terhadapnya.
Pendidikan Multikultural dalam Cerpen “Seribu Kunang-kunang di Manhattan” Karya Umar Kayam Sri Nofitasari, Indah; Nurdien H. Kistanto; M. Suryadi; Ken Widyatwati
Cakrawala: Jurnal Pendidikan Vol. 17 No. 2 (2023)
Publisher : Universitas Pancasakti Tegal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24905/cakrawala.v17i2.414

Abstract

Abstrak Penelitian ini terfokus pada analisis pendidikan multikultural dalam cerpen “Seribu Kunang-kunang di Manhattan” karya Umar Kayam. Penelitian kualitatif dengan pendekatan multikulturalisme dan sosiologi sastra ini menghasilkan penemuan adanya nilai-nilai pendidikan multikultural dalam cerpen yang digambarkan melalui dua tokoh utama, yakni Marno dan Jane. Pendidikan multikulturalisme dalam cerpen digambarkan melalui perbedaan negara asal tokoh utama, pertemuan antara budaya Amerika dan Jawa, perbedaan karakter orang Jawa dan Amerika. Perbedaan-perbedaan tersebut tidak menghalangi para tokoh dalam cerpen untuk tetap hidup berdampingan. Hal ini menunjukkan bahwa cerpen “Seribu Kunang-kunang di Manhattan” memuat pendidikan multikultural di dalamnya. Penelitian ini juga mengungkapkan pentingnya pendidikan multikultural dalam cerpen, yakni sebagai pesan agar para pembaca saling menghargai perbedaan pendapat, pandangan, dan budaya satu sama lain dalam hidup bermasyarakat, serta pesan agar pembaca tidak lupa dengan tanah air meskipun sedang berada dalam perantauan.
Character Strategies – Supporting Characters in the Movie "Easy A" to Release Feelings of Inferiority Setianti Nur Mahatmi; Sukarjo Waluyo; M. Suryadi
Jurnal Sastra Indonesia Vol. 13 No. 2 (2024): July
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jsi.v13i2.3140

Abstract

Lack of self-confidence often occurs in every individual. In general, every individual experiences this experience in living his life. Ostracism is an event that is often encountered in the phenomenon of human life. To be free from this experience, every individual often tries to free himself from feelings of inferiority or distrust. In the film "Easy A," there are three supporting characters named Evan, Bryan, and Eric Ling who experience self-doubt and are ostracized by their school friends because the three characters are considered to have personalities that do not conform to expected social norms in that environment. Therefore, Evan, Bryan, and Eric Ling tried to escape their self-doubt and become individuals in line with what their school friends had set them up for. To get out of their feeling of inferiority, they used the level of popularity of the main character in the film, Olive Pendhergast, who was famous because of false rumors that she was no longer a virgin and dated many men who were deliberately spread by herself to make herself famous. The method used is a literary psychology approach using theories from David Brodwell's film elements and Adler's theory. This research was carried out to understand how an individual's efforts can free themselves from feelings of inferiority in social life through the perspective of the three supporting characters of the film "Easy A." The author found that the three supporting characters of the film "Easy A" have four ways to let go of feelings of inferiority to Adler's theory: making excessive efforts, being hasty or impatient, having solid impulses, and not considering other people.
Feminist Standpont Theory Melalui Tokoh Firdaus dalam Novel Perempuan di Titik Nol Karya Nawal El Saadawi Brelian Stefani; Sukarjo Waluyo; M. Suryadi
Jurnal Onoma: Pendidikan, Bahasa, dan Sastra Vol. 10 No. 4 (2024)
Publisher : Universitas Cokroaminoto Palopo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30605/onoma.v10i4.4607

Abstract

Penelitian ini membuka perspektif sudut pandang mengenai ketidakdilan yang dihadapi oleh Firdaus sebagai wanita yang hidup dalam konstruksi sosial patriarkal. Perempuan dikenal sebagai the second sex yang menempati posisi lebih rendah daripada laki-laki. Firdaus pada Perempuan di Titik Nol yang ditulis oleh Nawal El Saadawi mendapati ketidadilan gender yang menempatkan dirinya sebagai perempuan tertindas yang mengalami kekerasan dan pelecehan seksual yang dilakukan laki-laki di sekitarnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan feminisme dengan feminist standpoint theory yang menghasilkan tiga konsep utama yaitu 1) stanpoint (sudut pandang) Firdaus sebagai wanita dalam masyarakat patriarki bahwa hanya laki-laki yang pantas mendapatkan pendidan karena perempuan disapkan untuk bekerja di ranah domestik 2) Situated Knowledge (pengetahuan tersituasi) Firdaus tentang pernikahan yang melegalkan suami melakukan kekerasa pada istri 3) Sexual division of labor (pekerjaan dibagi berdasarkan jenis kelamin) menempatkan Firdaus untuk melakukan semua pekerjaan rumah tangga karena laki-laki tidak diperkenankan untuk menyentuh pekerjaan domestik. Melalui penelitian ini dapat disimpulkan bahwa melalui sudut pandang Firdaus, perempuan memiliki kedudukan lebih rendah daripada laki-laki dan pernikahan dalam sudut pandang Firdaus merupakan bentuk penindasan paling kejam bagi wanita.