Saifuddin Alif Nurdianto
Universitas Sebelas Maret

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Totalitas Kehidupan Pesantren: Tinjauan Historis Pemikiran K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi tentang Konsep Pendidikan yang Ideal di Indonesia (1985-2011) Saifuddin Alif Nurdianto; Ajat Sudrajat
AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA Vol 8, No 01 (2018)
Publisher : UNIVERITAS PGRI MADIUN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (727.397 KB) | DOI: 10.25273/ajsp.v8i01.1700

Abstract

Abstrak:Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan: Konsep pendidikan ideal yang ditawarkan K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi (1985-2011) dan pengaruh pemikiran K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi dalam bidang pendidikan. Penelitian menggunakan metode penulisan sejarah Kuntowijoyo dengan lima tahapan, yaitu pemilihan topik, heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Sumber data berupa sumber primer dan sekunder yaitu arsip, dokumen, rekaman pidato, foto, majalah, wawancara, dan buku.Hasil penelitian menunjukkan bahwa dasar filosofis pendidikan yang dikembangkan oleh K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi adalah Panca Jiwa. Konsep pendidikan yang ditawarkan K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi (1985-2011) adalah totalitas kehidupan dalam dunia pendidikan, pendidikan integral yang dipengaruhi konsep integrasi ilmu dari K.H. Ahmad Dahlan, tri pusat pendidikan yang dipengaruhi pemikiran Ki Hadjar Dewantara, dan konsep jiwa merdeka yang dipengaruhi konsep K.H. Imam Zarkasyi. Adapun pengaruh pemikiran K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi secara internal adalah berkembangnya PMDG menjadi sembilan belas cabang pada masa kepemimpinannya dan bertambahnya jumlah santri dan tenaga pengajar di PMDG dengan presentase 5% selama tiga tahun terakhir. Pengaruh eksternalnya adalah, sistem pendidikan di PMDG mendapatkan pengakuan dari dunia internasional, diadopsi oleh banyak lembaga pesantren, dan memberikan inspirasi terhadap gagasan dari tokoh-tokoh masyarakat.
Pesantren Tegalsari: Islamic Synergy with Local Wisdom in Cultural Acculturation Saifuddin Alif Nurdianto; Hermanu Joebagio; Djono Djono
AL-TAHRIR Vol 19, No 1 (2019): Islam & Local Wisdom
Publisher : IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/altahrir.v19i1.1571

Abstract

Abstrak: The spread of Islam in Java has a distinctive pattern, it occurs through acculturation between doctrines of Islam and local wisdom. The acculturation pattern between Islam and Javanese local wisdom has a dialogical form, or occurs by two-way communication between those who want the existence of Javanese culture with the ones who want the implementation of Islamic law. The result is the appearance of a new culture which local people accept and the preachers of Islam can convey the doctrines of Islam as well. This pattern of acculturation also occurred in Pesantren Tegalsari as the oldest pesantren in Java. The theme of Pesantren Tegalsari, especially in the field of cultural acculturation, is interesting to study because many people still do not know about the historical dynamics of this pesantren. Now, Pesantren Tegalsari was better known for the magical stories of The Kiai (religious leaders) of pesantren than pesantren activities in the past. So the study about Pesantren Tegalsari is important to fill empty spaces in local historiography in Indonesia. This paper is the result of qualitative research using an anthropological approach. The results show that acculturation in Pesantren Tegalsari is in three fields: architecture, language, and tradition. The three forms of acculturation were used by The Kiai of Pesantren Tegalsari to spread Islamic teachings so that they could be easily accepted by the people who were still strong with the old beliefs (Hindu-Buddha).الملخص: انتشار الإسلام في جاوى له نمط مختلف، الذي حدث من خلال التثاقف بين العقيدة الإسلامية والحكمة المحلية. النمط التثاقف بين الإسلام والحكمة المحلية الجاوية له شكل حواري، أو حدث من خلال اتصال ثنائي الاتجاه بين أولئك الذين يريدون وجود ثقافة جاوى وأولئك الذين يريدون تطبيق الشريعة الإسلامية. والحاصل ظهور ثقافات جديدة يمكن قبولها من قبل المجتمع المحلي دون إزالة المادة من تعاليم الإسلام. حدث هذا النمط من التثاقف في معهد تيكلساري بصفته أقدم معهد في جاوا الواقعة في بونوروغو. إن موضوع معهد تيكلساري ، خاصة في مجال الثقافات الثقافية ، أمر مثير للدراسة لأن الكثير من المجتمع ما زالوا لا يعرفون عن الديناميات التاريخية لهذا المعهد. خلال هذا الوقت ، كانت معهد تيكلساري مشهور بالقصص السحرية من قادة المعهد. لذا فإن الدراسة عن هذا المعهد مهمة لملء المساحات الفارغة في التاريخ المحلي في إندونيسيا. تستخدم هذه الدراسة طريقة نوعية مع نهج الأنثروبولوجية. أظهرت النتائج أن التثاقف في معهد تيكلساري في ثلاثة مجالات: الهندسة المعمارية واللغة والتقاليد. تم استخدام أشكال التثاقف الثلاثة من قبل قادة المعهد تيكلساري لنشر التعاليم الإسلامية حتى يمكن قبولها بسهولة من قبل المجتمع الذين لم يزالوا قوياً مع المعتقدات القديمة (بوذا-الهندوسي)Abstrak: Penyebaran Islam di Jawa memiliki pola yang khas, yaitu terjadi melalui akulturasi antara ajaran Islam dengan kearifan lokal. Pola akulturasi antara Islam dan kearifan lokal Jawa memiliki bentuk dialogis, atau terjadi melalui komunikasi dua arah antara mereka yang menginginkan eksistensi budaya Jawa dengan orang-orang yang menginginkan penerapan hukum Islam secara kaffah. Hasilnya adalah munculnya budaya baru yang diterima masyarakat setempat tanpa menghilangkan substansi dari ajaran agama Islam. Pola akulturasi ini juga terjadi di Pesantren Tegalsari sebagai pesantren tertua di Jawa yang terletak di Ponorogo. Tema tentang Pesantren Tegalsari, khususnya dalam bidang akulturasi budaya, menarik untuk dikaji karena banyak masyarakat yang masih belum mengetahui tentang dinamika historis dari pesantren ini. Selama ini Pesantren Tegalsari lebih dikenal karena kisah-kisah magis dari para kiai pimpinan pesantren daripada aktivitas pesantren di masa lalu. Maka tulisan tentang Pesantren Tegalsari menjadi penting untuk mengisi ruang-ruang kosong dalam historiografi lokal di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan antropologis. Hasilnya menunjukkan bahwa akulturasi di Pesantren Tegalsari terjadi dalam tiga bidang: arsitektur, bahasa, dan tradisi. Ketiga bentuk akulturasi digunakan oleh para kiai pimpinan Pesantren Tegalsari untuk menyebarkan ajaran Islam agar dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat sekitar yang masih kuat dengan kepercayaan lama (Hindu-Buddha)