Teuku Ahmad ARBI
Unknown Affiliation

Published : 11 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

GAMBARAN PERLEKATAN BAKTERI Staphylococcus aureus PADA BERBAGAI BENANG BEDAH (STUDI KASUS PADA TIKUS WISTAR) Teuku Ahmad Arbi; Putri Rahmi Noviyandri; Novita Vindy Valentina
Cakradonya Dental Journal Vol 11, No 1 (2019): Februari 2019
Publisher : FKG Unsyiah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (189.221 KB) | DOI: 10.24815/cdj.v11i1.13628

Abstract

Benang bedah memiliki peran yang penting dalam intervensi bedah yaitu untuk menyatukan tepi–tepiluka, meningkatkan penyembuhan luka, dan memberikan kontrol perdarahan. Walaupun begitu,keberadaan benang bedah dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi pada luka. Infeksi initerjadi akibat kontaminasi dari mikroorganisme yang berinteraksi dengan benda asing pada lukaseperti benang bedah. Infeksi pada luka atau area bedah ini dikenal sebagai surgical site infection(SSI). Benang bedah sudah lama dihubungkan dengan awal terjadinya SSI. Staphylococcus aureusmerupakan bakteri yang paling sering diisolasi dari kejadian SSI. Untuk itu tujuan dari penelitian iniadalah untuk melihat perlekatan S. aureus terhadap beberapa benang bedah yang umum digunakan,yaitu silk, vycril, catgut, dan nylon. Staphylococcus aureus yang melekat pada benang bedah ditelitidengan metode pengenceran bertingkat/lempeng sebar dan dihitung dengan menggunakan metodestandard plate count. Jumlah koloni S. aureus yang melekat pada benang bedah yang ditemukan padabenang bedah silk sebesar 2.4x104 Cfu/ml, vycril sebesar 6.0x104 Cfu/ml, catgut sebesar 18.6x104Cfu/ml, dan nylon sebesar 2.6x104 Cfu/ml. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah koloni S.aureus pada seluruh benang dikatakan aman, tidak meningkatkan risiko SSI karena jumlah S. aureusmasih dibawah 105 mikroorganisme per gram jaringan. Selain itu, jumlah kolonisasi S. aureus padabenang bedah ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti bahan pelindung yang melapisi suatubenang, bahan benang, dan konfigurasi fisikalnya.Kata Kunci: Benang bedah, Staphylococcus aureus, SSI
Tingkat Pengetahuan Dokter Gigi Muda Terhadap Penanganan Trauma Dentoalveolar Di Rumah Sakit Gigi Mulut Universitas Syiah Kuala Teuku Ahmad Arbi; Cut Fera Novita; Mulya Mulya
Cakradonya Dental Journal Vol 8, No 2 (2016): Desember 2016
Publisher : FKG Unsyiah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (91.989 KB)

Abstract

Penanganan trauma dentoalveolar merupakan suatu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang dokter gigi. Dibutuhkan pengetahuan dokter gigi yang memadai agar dapat menghasilkan perawatan yang efektif dan menghindari konsekuensi yang serius dalam penanganan kasus trauma dentoalveolar. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa mayoritas dokter gigi memiliki tingkat pengetahuan penanganan trauma dentoalveolar yang tidak memadai. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan dokter gigi muda terhadap penanganan trauma dentoalveolar di Rumah Sakit Gigi Mulut Univesitas Syiah Kuala. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross sectional. Cara pengumpulan data melalui penyebaran kuisioner dengan jumlah subjek sebanyak 256 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan dokter gigi muda terhadap penanganan trauma dentoalveolar mayoritas adalah sedang berjumlah 196 orang (sebesar 76,56%) dan tingkat pengetahuan tinggi berjumlah 58 orang (sebesar 22,66%), serta pengetahuan rendah hanya berjumlah 2 orang (sebesar 0,78%). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan dokter gigi muda terhadap penanganan trauma dentoalveolar di RSGM Unsyiah dikategorikan sedang dengan jumlah 196 orang (sebesar 76,56%).
Multiple Supernumerary Teeth Yang Langka: Sebuah Laporan Kasus Teuku Ahmad Arbi
Cakradonya Dental Journal Vol 7, No 2 (2015): Desember 2015
Publisher : FKG Unsyiah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (480.069 KB)

Abstract

Supernumerary teeth adalah gigi yang tumbuh lebih dari jumlah normal gigi pada umumnya. Supernumerary teeth bisa berupa gigi tunggal, multiple, tumbuhnya unilateral, bilateral, pada satu atau kedua rahang. Namun kebanyakan tumbuh di regio anterior rahang atas dan regio molar. Amat jarang mengenai kedua rahang. Supernumerary teeth sering dikaitkan dengan Gardner sindrom, fasial cleft ataupun cleidocranial dysplasia. Akibat supernumerary teeth bisa menimbulkan gangguan erupsi gigi, pergeseran gigi, gigi berjejal, resorbsi akar dan pembentukan kista dentigerous. Pada kasus kami, perempuan Indonesia usia 15 tahun dikonsultasikan dari orthodonsia dengan 10 supernumerary teeth, persistensi gigi susu, impaksi kaninus. Lima supernumerary teeth berada di regio premolar kanan rahang atas dan regio molar rahang atas bilateral. Lima gigi lainnya di regio premolar rahang bawah bilateral. Tidak ada riwayat serupa dalam keluarga dan pasien tidak terkait sindroma tertentu. Diputuskan untuk dilakukan ekstraksi supernumerary teeth rahang atas, ekstraksi gigi susu dan odontektomi kaninus impaksi dalam narkose. Sementara lima supernumerary teeth di rahang bawah diobservasi oleh orthodontis mengingat susunan gigi rahang bawah sudah baik. Kesimpulan dari laporan kasus ini adalah supernumerary teeth yang asimptomatik dan tidak mengganggu perawatan orthodonsia tidak harus selalu diekstraksi. Observasi berkala perlu dilakukan untuk memonitor supernumerary teeth yang tidak diekstraksi.
Apex Resection and Retrograde Filling After Enucleation of Radicular Cyst : A Case Report Teuku Ahmad Arbi; Abdul Latif
Cakradonya Dental Journal Vol 5, No 2 (2013): Desember 2013
Publisher : FKG Unsyiah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (385.741 KB)

Abstract

Radicular cyst is a cyst at the apex of a non-vital tooth and is a sequel of pulp inflammation. The associated tooth is usually asymptomatic. Acute infectious episodes may cause pain. The lesion appears as a sharply circumscribed radiolucent lesion around the apex of the associated tooth. Several treatment options exist for such cysts. Many small cysts resolve with endodontic therapy (‘root canal treatment’) of the involved tooth. Those lesions should be monitored to ensure such resolution. Cysts that fail to resolve with such therapy should be surgically removed. This is often accompanied by an ‘apex resection’ of the tooth involved. This entails cutting off the end of the tooth and sealing, preventing the leakage of root canal filling. We present a case of Indonesian female, 24 years old with radicular cyst at second left maxillary incisor. The teeth was already performed root canal treatment, but the cyst did not decreased in size and the teeth was mobile. We decided to perform enucleation and apex resection of involved teeth. A mucoperiosteal flap over the cyst is raised a window is opened in the bone to give adequate access. The cyst is carefully separated from its bony wall. The entire cyst is removed intact. The apex was cutting off 3 mm and MTA was place at the orifice of the root. The edge of bony cavity are smoothened off, free bleeding is controlled and cavity is irrigated to remove debris. Mucoperiosteal flap is replaced back and sutured in place. Three weeks after surgery, the patient has no complain on operation area, the tooth was not mobile and no pain. Radiographic evaluation shows that the operation area is healing successfully.
GAMBARAN PERLEKATAN BAKTERI Staphylococcus aureus PADA BERBAGAI BENANG BEDAH (STUDI KASUS PADA TIKUS WISTAR) Teuku Ahmad Arbi; Putri Rahmi Noviyandri; Novita Vindy Valentina
Cakradonya Dental Journal Vol 11, No 1 (2019): Februari 2019
Publisher : FKG Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/cdj.v11i1.13628

Abstract

Benang bedah memiliki peran yang penting dalam intervensi bedah yaitu untuk menyatukan tepitepiluka, meningkatkan penyembuhan luka, dan memberikan kontrol perdarahan. Walaupun begitu,keberadaan benang bedah dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi pada luka. Infeksi initerjadi akibat kontaminasi dari mikroorganisme yang berinteraksi dengan benda asing pada lukaseperti benang bedah. Infeksi pada luka atau area bedah ini dikenal sebagai surgical site infection(SSI). Benang bedah sudah lama dihubungkan dengan awal terjadinya SSI. Staphylococcus aureusmerupakan bakteri yang paling sering diisolasi dari kejadian SSI. Untuk itu tujuan dari penelitian iniadalah untuk melihat perlekatan S. aureus terhadap beberapa benang bedah yang umum digunakan,yaitu silk, vycril, catgut, dan nylon. Staphylococcus aureus yang melekat pada benang bedah ditelitidengan metode pengenceran bertingkat/lempeng sebar dan dihitung dengan menggunakan metodestandard plate count. Jumlah koloni S. aureus yang melekat pada benang bedah yang ditemukan padabenang bedah silk sebesar 2.4x104 Cfu/ml, vycril sebesar 6.0x104 Cfu/ml, catgut sebesar 18.6x104Cfu/ml, dan nylon sebesar 2.6x104 Cfu/ml. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah koloni S.aureus pada seluruh benang dikatakan aman, tidak meningkatkan risiko SSI karena jumlah S. aureusmasih dibawah 105 mikroorganisme per gram jaringan. Selain itu, jumlah kolonisasi S. aureus padabenang bedah ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti bahan pelindung yang melapisi suatubenang, bahan benang, dan konfigurasi fisikalnya.Kata Kunci: Benang bedah, Staphylococcus aureus, SSI
Multiple Supernumerary Teeth Yang Langka: Sebuah Laporan Kasus Teuku Ahmad Arbi
Cakradonya Dental Journal Vol 7, No 2 (2015): Desember 2015
Publisher : FKG Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Supernumerary teeth adalah gigi yang tumbuh lebih dari jumlah normal gigi pada umumnya. Supernumerary teeth bisa berupa gigi tunggal, multiple, tumbuhnya unilateral, bilateral, pada satu atau kedua rahang. Namun kebanyakan tumbuh di regio anterior rahang atas dan regio molar. Amat jarang mengenai kedua rahang. Supernumerary teeth sering dikaitkan dengan Gardner sindrom, fasial cleft ataupun cleidocranial dysplasia. Akibat supernumerary teeth bisa menimbulkan gangguan erupsi gigi, pergeseran gigi, gigi berjejal, resorbsi akar dan pembentukan kista dentigerous. Pada kasus kami, perempuan Indonesia usia 15 tahun dikonsultasikan dari orthodonsia dengan 10 supernumerary teeth, persistensi gigi susu, impaksi kaninus. Lima supernumerary teeth berada di regio premolar kanan rahang atas dan regio molar rahang atas bilateral. Lima gigi lainnya di regio premolar rahang bawah bilateral. Tidak ada riwayat serupa dalam keluarga dan pasien tidak terkait sindroma tertentu. Diputuskan untuk dilakukan ekstraksi supernumerary teeth rahang atas, ekstraksi gigi susu dan odontektomi kaninus impaksi dalam narkose. Sementara lima supernumerary teeth di rahang bawah diobservasi oleh orthodontis mengingat susunan gigi rahang bawah sudah baik. Kesimpulan dari laporan kasus ini adalah supernumerary teeth yang asimptomatik dan tidak mengganggu perawatan orthodonsia tidak harus selalu diekstraksi. Observasi berkala perlu dilakukan untuk memonitor supernumerary teeth yang tidak diekstraksi.
Apex Resection and Retrograde Filling After Enucleation of Radicular Cyst : A Case Report Teuku Ahmad Arbi; Abdul Latif
Cakradonya Dental Journal Vol 5, No 2 (2013): Desember 2013
Publisher : FKG Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Radicular cyst is a cyst at the apex of a non-vital tooth and is a sequel of pulp inflammation. The associated tooth is usually asymptomatic. Acute infectious episodes may cause pain. The lesion appears as a sharply circumscribed radiolucent lesion around the apex of the associated tooth. Several treatment options exist for such cysts. Many small cysts resolve with endodontic therapy (root canal treatment) of the involved tooth. Those lesions should be monitored to ensure such resolution. Cysts that fail to resolve with such therapy should be surgically removed. This is often accompanied by an apex resection of the tooth involved. This entails cutting off the end of the tooth and sealing, preventing the leakage of root canal filling. We present a case of Indonesian female, 24 years old with radicular cyst at second left maxillary incisor. The teeth was already performed root canal treatment, but the cyst did not decreased in size and the teeth was mobile. We decided to perform enucleation and apex resection of involved teeth. A mucoperiosteal flap over the cyst is raised a window is opened in the bone to give adequate access. The cyst is carefully separated from its bony wall. The entire cyst is removed intact. The apex was cutting off 3 mm and MTA was place at the orifice of the root. The edge of bony cavity are smoothened off, free bleeding is controlled and cavity is irrigated to remove debris. Mucoperiosteal flap is replaced back and sutured in place. Three weeks after surgery, the patient has no complain on operation area, the tooth was not mobile and no pain. Radiographic evaluation shows that the operation area is healing successfully.
Tingkat Pengetahuan Dokter Gigi Muda Terhadap Penanganan Trauma Dentoalveolar Di Rumah Sakit Gigi Mulut Universitas Syiah Kuala Teuku Ahmad Arbi; Cut Fera Novita; Mulya Mulya
Cakradonya Dental Journal Vol 8, No 2 (2016): Desember 2016
Publisher : FKG Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penanganan trauma dentoalveolar merupakan suatu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang dokter gigi. Dibutuhkan pengetahuan dokter gigi yang memadai agar dapat menghasilkan perawatan yang efektif dan menghindari konsekuensi yang serius dalam penanganan kasus trauma dentoalveolar. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa mayoritas dokter gigi memiliki tingkat pengetahuan penanganan trauma dentoalveolar yang tidak memadai. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan dokter gigi muda terhadap penanganan trauma dentoalveolar di Rumah Sakit Gigi Mulut Univesitas Syiah Kuala. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross sectional. Cara pengumpulan data melalui penyebaran kuisioner dengan jumlah subjek sebanyak 256 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan dokter gigi muda terhadap penanganan trauma dentoalveolar mayoritas adalah sedang berjumlah 196 orang (sebesar 76,56%) dan tingkat pengetahuan tinggi berjumlah 58 orang (sebesar 22,66%), serta pengetahuan rendah hanya berjumlah 2 orang (sebesar 0,78%). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan dokter gigi muda terhadap penanganan trauma dentoalveolar di RSGM Unsyiah dikategorikan sedang dengan jumlah 196 orang (sebesar 76,56%).
Prevalence of maxillary canine impaction in dental and oral hospital (RSGM) Syiah Kuala University Banda Aceh, Indonesia Kemala HAYATI; Teuku Ahmad ARBI; Khalid MUBARAK
Journal of Syiah Kuala Dentistry Society Vol 6, No 2 (2021): December 2021
Publisher : Dentistry Faculty

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jds.v6i2.24188

Abstract

ABSTRACT Impacted teeth are a common phenomenon in dentistry. These impacted teeth could lead to severalproblems in the oral environment, such as an oral cyst. The maxillary canine is one of the teeth that has undergoneimpaction. Various studies were conducted to search for the prevalence of maxillary canine impaction. This studyaims to know the majority of maxillary canine impaction in Dental and Oral Hospital Syiah Kuala University BandaAceh. This study method was descriptive by collecting the panoramic radiograph's secondary maxillary canineimpaction. The result showed that from 1 408 panoramic radiographs taken in Radiology Installation of Dental andOral Hospital Syiah Kuala University Banda Aceh, there were 38 panoramic radiographs with maxillary canineimpaction (2.7%) and 1,370 panoramic radiographs without maxillary canine impaction (97.3%). Based on gender,the prevalence of Maxillary canine impaction in males was 2.2%, and for females was 3.0%. Based on the location ofMaxillary canine impaction, unilaterally was 81.6% and bilaterally was 81.4%. Based on age, the most prevalentmaxillary canine impaction was in the age group 15-24 years which is 57.9%KEYWORDS: maxillary canine impaction, panoramic radiograph
Influence of Curry leaves (Murraya koenigii L.) against of bleeding time of Rattus norvegicus Teuku Ahmad ARBI; Putri Rahmi NOVIYANDRI; Meutia FADHILA
Journal of Syiah Kuala Dentistry Society Vol 5, No 2 (2020): December 2020
Publisher : Dentistry Faculty

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jds.v5i2.20021

Abstract

Bleeding is when blood is removed from damaged blood vessels and can occur during dental procedures. Curry leaves (Murraya koenigii L.) contain tannins and flavonoids, which have the potential as a hemostatic agent to stop bleeding. The purpose of this study was to determine the effect of curry leaf extract (Murraya koenigii L.) on the bleeding time of Wistar rats (Rattus norvegicus). The test animals used were 5 Wistar rats (Rattus norvegicus), which were divided into a control group that was applied with distilled water and the treatment group with the extract of curry leaves. The first treatment group was given a concentration of 25%, the second treatment group had a concentration of 50%, the third treatment group had a concentration of 75%, and the fourth treatment group had a concentration of 100%. Bleeding time was calculated using the Duke method on the tail of the rats. The results showed that curry leaf extract concentrations of 25%, 50%, 75%, and 100% were able to shorten the bleeding time with an average time of 140 seconds, 81.67 seconds, 138.33 seconds, and 73.33, respectively. Second. One-way ANOVA data analysis showed that the bleeding time in all treatment groups was significantly different from the control group (p 0.05). This study concludes that the extract of curry leaves (Murraya koenigii L.) affects the bleeding time in Wistar rats (Rattus norvegicus).