Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

APLIKASI BUBUK (POWDER) ZAT WARNA ALAM KULIT BUAH KAKAO (Theobroma cacao Spp) PADA PEWARNAAN KAIN KATUN Isnaini Isnaini; Guring Briegel Mandegani; Masiswo Masiswo; Agus Haerudin; Vivin Atika; Dwi Wiji Lestari; Tin Kusuma Arta; Yudi Satria
Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol 15, No 2 (2020): Jurnal Industri Hasil Perkebunan
Publisher : Balai Besar Industri Hasil Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33104/jihp.v15i2.6358

Abstract

Industri coklat (Theobroma cacao) di Indonesia mencapai jumlah produksi 500 ribu ton. Jumlah tersebut menyisakan sisa kulit dengan jumlah hampir mencapai 75% dari total berat kakao yang berpotensi untuk dimanfaatkan menjadi pakan, adsorben, ataupun yang lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah kulit buah kakao (LKBK) dengan cara ekstraksi, pengeringan dengan penambahan variasi maltodekstrin (proses spray-drying), dan mengaplikasikan pembatikan pada kain katun dengan fiksasi tawas, kapur dan tunjung. Variabel percobaan yang dilakukan adalah variasi suhu ekstraksi (60, 80 dan 100℃), kondisi pH ekstraksi (netral, asam dan basa), jumlah maltodekstrin (5%, 10% dan 15%), serta mordan akhir tawas, kapur, dan tunjung. Hasil percobaan menunjukkan arah warna yang bervariasi pada masing-masing perlakuan. Arah warna pada perlakuan tunjung-suhu ekstraksi tinggi 100℃-maltodekstrin rendah akan menghasilkan warna yang lebih gelap daripada perlakuan yang lain. Hasil pengujian ketahanan luntur didapatkan cukup stabil yakni baik (4-5) hampir pada setiap perlakuan.
Studi Perbandingan Pemilihan Fitur untuk Support Vector Machine pada Klasifikasi Penilaian Risiko Kredit Desri Kristina Silalahi; Hendri Murfi; Yudi Satria
EduMatSains : Jurnal Pendidikan, Matematika dan Sains Vol 1 No 2 (2017): Januari
Publisher : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33541/edumatsains.v1i2.238

Abstract

Credit scoring is a system or method used by banks or other financial institutions to determine the debtor feasible or not get a loan. One of credit scoring method is used to classify the characteristics of debtor is Support Vector Machine (SVM). SVM has an excellent generalization ability to solve classification problems in a large amount of data and can generate an optimal separator function to separate two groups of data from two different classes. One of the success using SVM method is dependent on features selection process that will affect the level of classification accuracy. Various methods have done to features selection, because not all the features are able to give best classification results. Features selection that used this study is Variance Threshold, Univariate Chi - Square, Recursive Feature Elimination (RFE) and Extra Trees Classifier (ETC). Data in this study use secondary data from the database in UCI machine learning responsitory. Based on simulations to compare the accuracy of using feature selection method on SVM in classification ofcredit riskscoring, obtained that Variance Threshold and Univariate Chi – Square method can decrease accuracy while RFE and ETC method can increase accuracy. RFE method gives better accuracy. Keywords: Credit scoring, Credit risk, Feature selection, Support vector machine
Ekstraksi Limbah Serutan Kayu Matoa (Pometia pinnata) sebagai Zat Warna Alam pada Pewarnaan Kain Batik Serat Protein Agus Haerudin; Yudi Satria
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia "Kejuangan" 2018: PROSIDING SNTKK 2018
Publisher : Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Phytochemical analysis results showed that the extract of bark matoa contains flavonoids, and tannins compounds, the chemical content of these plants has the potentially as a source of natural dyes, while wood shavings waste from matoa wood company in Jayapura-Papua very overflow and not yet optimally utilized. The purpose of this research is to know the direction of the color resulting from the extraction of the waste of wood matoa shavings on batik cloth of protein fiber (silk), with the quality standard seen from the test value of the color fastness on the washing, the color difference (L*, a* , b*) and the color degree. This research using expiriment method, the extraction temperature (75°C dan 100°C), with variations in dye solution pH (acid 4  and base 10), as well as variations of the final mordant substance (70 g/l of alum and tunjung 30 g/l). The result of the research was found that the extraction temperature had no significant effect on the test value, whereas the acid and base pH variation treatment in dye solution had an effect on the degree of color and color direction, whereas acid pH produces the direction of dark brown color while base pH produces the direction of light brown color, color fastness test against washing showed 4-5 in good category.
DIVERSIFIKASI DESAIN PRODUK TENUN IKAT NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN PADUAN TEKNIK TENUN DAN TEKNIK BATIK Irfa ina Rohana Salma; Dana Kurnia Syabana; Yudi Satria; Robets Christianto
Dinamika Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah Vol 35, No 2 (2018): Dinamika Kerajinan dan Batik : Majalah Ilmiah
Publisher : Balai Besar Kerajinan dan Batik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22322/dkb.v35i2.4174

Abstract

ABSTRAK Indonesia memiliki kekayaan berbagai jenis kain tradisional indah dan unik, salah satunya adalah kain tenun ikat. Tenun ikat memiliki pola-pola tertentu yang menghasilkan motif-motif khas untuk keperluan tradisional. Seiring dinamika perkembangan zaman dan selera fasyen yang berubah, maka perlu dilakukan pengembangan desain motif baru sesuai dengan tuntutan zaman. Penelitian dan penciptaan seni ini bertujuan melakukan diversifikasi produk baru dengan cara mengombinasikan teknik tenun ikat dan teknik batik dalam selembar kain. Metode yang digunakan adalah pengumpulan data, perancangan desain tenun ikat kombinasi batik, pengikatan dan pencelupan warna, penenunan, dan pembatikan. Tematik motif  yang diangkat yaitu seni budaya Nusa Tenggara Timur. Produk baru paduan tenun + batik ini disingkat nuntik. Tenun + batik = nuntik.  Kegiatan ini menghasilkan tujuh motif  nuntik yaitu Motif Jago, Motif Gading, Motif Gajah, Motif Kapas, Motif Lontar, Motif Tumpal, dan Motif Perhiasan.Kata kunci: diversifikasi, desain, tenun ikat, batik, nuntik, Nusa Tenggara Timur  ABSTRACT Indonesia has a wealth of different types of beautifully decorated traditional fabrics admired by the world, one of which is ikat cloth. Traditional ikat motifs have certain patterns that produce distinctive motifs to meet various traditional activities or ceremonies. Along with the dynamics of the times and changing fashion tastes, it is necessary to develop a new motif design in accordance with the demands of the times. This art research and creation aims to improve aesthetic values or discover new aesthetics as a result of combining ikat weaving techniques and batik techniques in a piece of cloth. The method used is data collection, design design weaving bundle of batik combination, binding and dyeing, weaving, and batik. Thematic traditional motifs adopted are the arts of East Nusa Tenggara, because it is hoped that the technology and design of the motifs produced can be a diversification of new weaving products typical of East Nusa Tenggara. This new product of batik weaving / batik is shortened nuntik, tenun + batik = nuntik. This activity produced seven motive motions, namely Motif Jago, Motif Gading, Motif Gajah, Motif Kapas, Motif Lontar, Motif Tumpal, dan Motif Perhiasan.Keywords: Value increase, design, batik alloy weaving, nuntic, East Nusa Tenggara
PEMANFAATAN KULIT KAYU ANGSANA (Pterocarpus indicus) SEBAGAI SUMBER ZAT WARNA ALAM PADA PEWARNAAN KAIN BATIK SUTERA Dwi Wiji Lestari; Yudi Satria
Dinamika Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah Vol 34, No 1 (2017): DINAMIKA KERAJINAN DAN BATIK : MAJALAH ILMIAH
Publisher : Balai Besar Kerajinan dan Batik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22322/dkb.v34i1.2765

Abstract

Telah dilakukan penelitian pemanfaatan kulit kayu angsana (Pterocarpus indicus) sebagai sumber zat warna alam untuk pewarnaan kain batik sutera. Ekstraksi ZWA dilakukan dengan pelarut air dengan variasi suhu ekstraksi 75 °C dan 100 °C. Pewarnaan zat warna alam kemudian diaplikasikan pada kain batik sutera pada kondisi pencelupan asam (pH 4) dan basa (pH 10). Mordan awal yang digunakan adalah tawas dan jirak. Diakhir pewarnaan alam dilakukan fiksasi dengan menggunakan tawas dan tunjung. Berdasar hasil penelitian, kulit kayu angsana terbukti dapat digunakan sebagai sumber zat warna alam untuk batik sutera. Ketuaan warna paling tinggi diperoleh pada pewarnaan batik sutera dengan menggunakan mordan jirek pada suhu ekstraksi 100 °C dalam kondisi pencelupan basa dengan fiksator tunjung. Arah warna yang dihasilkan adalah coklat tua pada suasana pencelupan asam dengan fiksasi tunjung, coklat kemerahan pada suasana  pencelupan asam fiksasi tawas, coklat kemerahan pada suasana  pencelupan basa fiksasi tawas dan coklat tanah pada suasana  pencelupan basa dengan fiksasi tunjung. Hasil uji ketahanan luntur warna terhadap pencucian dari sampel pewarnaan menunjukkan kualitas baik yaitu pada skala 4-5 (Baik). Study on utilizationof angsana (Pterocarpus indicus) as natural dye for silk batik has been conducted. The study was aimed to determine the quality of the natural dyeing of the bark of angsana by use jirak (Symplocos fasciculata Zoll.) and alum as the natural mordant. Extraction of natural dye was carried out using water by varying the extraction temperature of 75 and 100 °C. The coloration was applied to silk batik at both acid (pH 4) and basic (pH 6) impregnations. The mordant employed  were alum and jirak. The last stage was fixation using alum and ferrosulfate. Based on the results, angsana was proved to be used as a source of natural dyes for silk batik. The highest color intensity was obtained by using angsana bark extract and jirak as mordant at 100 °C under basic condition the presence of ferrosulfate as the fixative. The obtained color shades for acid impregnation with ferrosulfate fixative, acid impegnation with alum fixative, basic impregnation with alum fixative and basic impregnation with ferrosulfate fixative, were dark brown, reddish brown, reddish brown and soil brown, respectively. The test of fastness to washing towards coloration sample gave good quality on scale of 4-5 (good). 
BENTONIT SEBAGAI ZAT MORDAN DALAM PEWARNAAN ALAMI PADA BATIK MENGGUNAKAN KAYU SECANG (Caesalpinia Sappan Linn.) Dwi Wiji Lestari; Isnaini Isnaini; Irfaina Rohana Salma; Yudi Satria
Dinamika Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah Vol 35, No 2 (2018): Dinamika Kerajinan dan Batik : Majalah Ilmiah
Publisher : Balai Besar Kerajinan dan Batik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22322/dkb.v35i2.4176

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai kemungkinan penggunaan bentonit sebagai mordan potensial dalam pewarnaan alam pada kain batik katun dengan kayu secang (Caesalpinia Sappan Linn.). Karakterisasi bentonit dilakukan dengan menggunakan Spektrometer Infra Merah dan analisis banyaknya Al yang terkadung dalam bentonit alam dilakukan dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (AAS). Proses mordan kain katun dilakukan dengan perbandingan berat kain:air 1:50. Variasi banyaknya bentonit yang digunakan yaitu 3%, 6%, dan 9% dari berat kain. Proses mordan dilakukan pada suhu 90 °C selama 45 menit dan dibiarkan selama 12 jam pada suhu kamar. Pewarnaan dilakukan dengan menggunakan ekstrak ZWA Kayu Secang hasil dari proses ekstraksi zat warna alam pada suhu 100 °C selama 60 menit. Hasil spektra IR memberikan informasi tentang keberadaan unit pembangun tetrahedral dalam kerangka bentonite serta interaksi ikatannya. Pita serapan khas untuk struktur bentonit diperoleh pada bilangan gelombang 794 cm¬-1, 470 cm¬-1 dan 1056 cm¬-1. Jumlah kandungan Al dalam sampel bentonit alam adalah 6,81%. Hasil pewarnaan sampel menggunakan ekstrak zat warna alam secang dengan mordan akhir bentonite memiliki arah warna merah kecoklatan dengan nilai ketuaan warna -36,38 pada sampel batik dengan mordan bentonit 3% adalah dan 36,76 pada sampel batik dengan mordan bentonit 9%. Keduanya memiliki nilai ketuaan warna yang hampir sama dengan sampel pewarnaan batik menggunakan mordan tawas yaitu sebesar -37,48. Hasil uji ketahanan luntur warna kain terhadap pencucian sampel pewarnaan menggunakan mordan bentonit memiliki nilai 4 (baik) untuk maksimum penggunaan 6% dan 3-4 (cukup baik) untuk sampel pewarnaan menggunakan mordan bentonite 9%. Berdasarkan hasil uji dan analisa yang dilakuklan, bentonit berpotensi untuk digunakan sebagai mordan dalam pewarnaan alam pada kain batik katun dengan kayu secang (Caesalpinia Sappan Linn.). Kata Kunci: batik, batik warna alam, secang, bentonit, mordan alam
Pengembangan Ragam Hias Tenun Endek untuk Mendukung Industri Kreatif di Sidemen Karangasem Novita Ekarini; Joni Setiawan; Robets Christianto; Dana Kurnia Syabana; Yudi Satria
Dinamika Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah Vol 37, No 2 (2020): DINAMIKA KERAJINAN DAN BATIK : MAJALAH ILMIAH
Publisher : Balai Besar Kerajinan dan Batik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22322/dkb.v37i2.5835

Abstract

ABSTRAKKain tenun endek merupakan kerajinan tradisonal masyarakat Bali yang berfungsi sebagai sumber budaya (cultural resource) berbentuk barang/cendera mata (goods) yang apabila dikemas dengan baik dapat menjadi suatu komoditi dengan peluang pasar yang besar dalam industri kreatif dan pariwisata. Namun, kain tenun endek dari Karangasem saat ini kalah bersaing dengan tenun dari luar Bali. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya untuk meningkatkan kualitas dalam hal ragam hias dan produk kreatif. Penelitian bertujuan untuk mengembangkan ragam hias tenun endek Karangasem dan produk jadinya sesuai dengan selera pasar. Metode penelitian yang dilakukan adalah eksplorasi desain dengan mengambil objek wisata dan flora yang ada di Karangasem, penyajian secara visual, pembuatan contoh produk cendera mata, dan penilaian ahli. Hasil penelitian ini menghasilkan tiga motif baru yaitu motif Rumah Pohon, motif Tirta Gangga, dan motif Bunga Lotus. Desain dan contoh produk kemudian dinilai menggunakan expert judgement melalui kuesioner sebanyak 36 responden yang terdiri dari desainer dan masyarakat Bali. Variabel yang dinilai adalah harmoni, proporsi, keseimbangan dan kelayakan jual. Hasil indeks menunjukkan nilai rata – rata paling tinggi adalah motif Tirta Gangga dengan nilai 83,02%. Berdasarkan penilaian dengan expert judgement, motif baru yang dibuat telah memenuhi kaidah desain dan layak untuk dijual. ABSTRACTEndek woven cloth is a traditional Balinese handicraft that functions as a cultural resource in the form of goods which, when properly packaged, can become a commodity that has a large market opportunity in the creative and tourism industry. However, the endek woven fabric from Karangasem is currently unable to compete with weaving from outside. Therefore, efforts are needed to improve quality in terms of decorative and creative products. This research aims to develop a variety of Karangasem endek woven ornaments and finished products according to market tastes. The research method is design exploration with a focus of tourism objects and flora in Karangasem, visual presentation, creating prototype of souvenir products, and assessment of the products by using expert judgement. The results of this study resulted in three new motifs, namely the Tree House motif, the Tirta Gangga motif, and the Lotus Flower motif. The design and product samples were then assessed using expert judgment through a questionnaire of 36 respondents consisting of designers and Balinese people. The variables assessed are harmony, proportion, balance and selling worthiness. The index result shows that the highest average value is the Tirta Gangga motif with a 83.02%. Based on the judgment by expert judgment, the new motive that is made meets the design rules and is worth selling.
Aplikasi Zat Warna Alam Pada Tenunan Serat Doyo Untuk Produk Kerajinan Dana Kurnia Syabana; Yudi Satria; Retno Widiastuti
Dinamika Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah Vol 30, No 1 (2013): Dinamika Kerajinan dan Batik
Publisher : Balai Besar Kerajinan dan Batik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22322/dkb.v30i1.951

Abstract

AbstrakIsu global akan bahan baku, proses dan produk yang ramah lingkungan semakin berkembang. Pemanfaatan serat alam non tekstil sebagai bahan baku dan penggunaan pewarnaan alam merupakan salah satu alternatif cara untuk menghasilkan produk ramah lingkungan. Tanaman doyo merupakan penghasil serat alam yang telah dimanfaatkan sebagai bahan baku kerajinan tenun. Tujuan dari penelitian ini adalah menerapkan proses pewarnaan alami pada tenunan serat doyo yang ramah lingkungan. Penelitian ini dilakukan dengan pencelupan panas selama 30 menit menggunakan zat warna alam seperti Tingi, Tegeran dan Jalawe dengan rasio konsentrasi 1:10 fiksasi tawas (50g/l), kapur (40g/l) dan tunjung (20g/l). Hasil pencelupan pada tenunan serat doyo diuji ketahanan luntur warna terhadap sinar matahari menggunakan standar skala abu-abu. Dari pengujian diperoleh hasil bahwa ketahanan luntur warna terhadap sinar matahari pada tenunan serat doyo untuk pewarnaan Tingi dan Tegeran berada pada skala 5 (baik sekali), sementara pengunaan pewarna Jalawe dengan fiksasi kapur dan campuran kapur-tunjung berada pada skala 4-5 (baik). Dari skala hasil uji ini dapat disimpulkan bahwa pewarnaan alam dapat diterapkan pada serat doyo. Kata Kunci: zat warna alam, serat doyo, uji ketahanan luntur warna terhadap cahaya AbstractGlobal issue of raw materials, processes and products that are environmentally friendly growing. Using of Non Textile natural fiber as raw material and natural dying are one of alternatives way to produce friendly products. Doyo Plant is producing natural fibers that have been used as raw material weaving craft. The purpose of this research is to apply the process of natural dyeing in an environmentally friendly woven fiber doyo. The research was conducted by immersion heat for 30 minutes using natural dyes such as Tingi, tegeran and Jalawe with concentration ratio 1:10 fixation alum (50g / l), lime (40g / l) and Tunjung (20g / l). The result of dyeing woven fiber doyo tested color fastness to sunlight using a gray scale standard. The results of the test color fastness to sunlight for dyes tingi & tegeran has value 5(excellent), while for fixation jalawe with limestone and limestone Tunjung  worth 4-5(good). From the scale of the test results it can be concluded that the natural coloring can be applied to the woven fiber Doyo. Keywords : natural dyestuff, fibers doyo, color fastness to sunlight