Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Kajian Manajemen Persediaan Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus sp.) dalam Memenuhi Permintaan Konsumen (Studi Kasus di Supermarket Asia Plaza, Kota Tasikmalaya) Lestari, Maria; Kusno, Kuswarini
Jurnal Fakultas Pertanian Vol 1, No 4 (2014)
Publisher : Jurnal Fakultas Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (13.424 KB)

Abstract

ABSTRACT. There are almost 60 percent of Indonesias dragon fruits imported from suppliers. Asia Plaza has not implemented certain stocking models for managing dragon fruit supply. So the company has not known yet the optimal quantity in ordering that can reduce the total cost of procurement of supplies. The purpose of this study is to determine the optimal quantity and the number of periods in ordering dragon fruit. The other purposes are to achieve the lowest cost in Asia PlazaTasikmalaya and to find out how many profits were lost and damaged the dragon fruit. The results showed that stocking management which Asia Plaza did is actually raised the cost of procurement of high stocking. This can be proven through the comparison between the stocking model which is used with the actual conditions that occur in the company. EOQ (Economic Order Quantity) stocking model with the optimum quantity of 408 pounds and the frequency of 12 times order produces less than 80% of total cost. Asia Plaza stocking management use EOQ stocking model as shown to reduce the total cost of inventory up to 80% and can reduce the possibility of loss of profits due to the lack of proper inventory management. Keywords: stocking management, dragon fruit, modern retail, EOQ  ABSTRAK. Hampir 60 persen buah naga di Indonesia merupakan buah naga impor yang diperoleh melalui pemasok. Supermarket Asia Plaza belum menerapkan model persediaan tertentu untuk mengelola persediaan buah naga. Sehingga perusahaan tersebut belum mengetahui jumlah kuantitas optimal dalam pemesanan yang dapat mengurangi biaya total pengadaan persediaan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kuantitas serta jumlah periode optimal dalam pemesanan buah naga untuk mencapai biaya terendah di Supermarket Asia Plaza Tasikmalaya dan untuk mengetahui berapa jumlah keuntungan yang hilang akibat kekurangan dan kerusakan buah naga. Hasil penelitian menunjukkan secara perhitungan aktual supermarket mengeluarkan biaya pengadaan persediaan yang tinggi dibanding perhitungan dengan menggunakan model. Model persediaan EOQ dengan kuantitas optimal 408 kilogram dan frekuensi pemesanan 12 kali menghasilkan biaya total lebih kecil 80 % dibanding perhitungan aktual. Dalam perhitungan POQ (Period Order Quantity) dihasilkan periode optimal pemesanan sebanyak 12 kali dalam setahun. Jumlah kehilangan keuntungan yang disebabkan oleh permasalahan-permasalahan dalam persediaan adalah sebesar Rp. 19.179.479. Pihak manajemen persediaan Supermarket Asia Plaza dapat menggunakan model persediaan EOQ karena terbukti dapat mengurangi biaya total persediaan hingga 80% dan dapat mengurangi adanya kemungkinan kehilangan keuntungan akibat manajemen persediaan yang kurang tepat. Kata kunci : manajemen persediaan, buah naga, ritel modern, EOQ, POQ
Implementasi Undang-Undang Pemeliharaan Anak Terlantar oleh Pemerintah yang Kurang Efisien Nurdiansyah, Nurdiansyah; Az Zahra, Diandra; Yuliandri, Daffa Adli; Apriliandra, Intania; Najwah, Fariha; Medi, Divo Zidane Akbar Nugraha; Lestari, Maria
QISTINA: Jurnal Multidisiplin Indonesia Vol 4, No 1 (2025): June 2025
Publisher : CV. Rayyan Dwi Bharata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57235/qistina.v4i1.6162

Abstract

Undang-Undang pemeliharaan anak mengamanatkan bahwa negara memiliki kewajiban untuk hadir dan bertanggung jawab dalam memberikan perlindungan yang layak bagi anak terlantar. Ketentuan Pasal 34 ayat 1 UUD 1945 berbunyi fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Singkatnya UUD mengatur tanggung jawab negara dalam memelihara fakir miskin guna memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kemanusiaan. Tujuan utama dari pembentukan regulasi ini adalah agar pemerintah menjalankan tugasnya secara optimal dalam menjamin kesejahteraan dan hak-hak anak yang tidak memiliki dukungan keluarga yang memadai. Kemudian terdapat Pasal 11 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak berisi: Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak sebaya, bermain, berekreasi sesuai minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya. Namun, realitas di lapangan seringkali menunjukkan adanya kesenjangan antara idealisme undang-undang dengan implementasinya. Penanganan anak terlantar masih dihadapkan pada berbagai tantangan, termasuk keterbatasan sumber daya, kapasitas lembaga penegak hukum yang belum memadai, serta dukungan ekonomi dan sosial yang kurang optimal. Tinjauan terhadap kondisi anak terlantar mengungkapkan bahwa implementasi undang-undang seringkali tidak efektif, tercermin dari masih tingginya angka anak terlantar yang belum mendapatkan perlindungan dan pemenuhan hak yang semestinya. Fakta ini menunjukkan bahwa penerapan undang-undang belum berjalan efisien dan belum sepenuhnya sesuai dengan amanat yang diharapkan.
Implementasi Undang-Undang Pemeliharaan Anak Terlantar oleh Pemerintah yang Kurang Efisien Nurdiansyah, Nurdiansyah; Az Zahra, Diandra; Yuliandri, Daffa Adli; Apriliandra, Intania; Najwah, Fariha; Medi, Divo Zidane Akbar Nugraha; Lestari, Maria
QISTINA: Jurnal Multidisiplin Indonesia Vol 4, No 1 (2025): June 2025
Publisher : CV. Rayyan Dwi Bharata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57235/qistina.v4i1.6162

Abstract

Undang-Undang pemeliharaan anak mengamanatkan bahwa negara memiliki kewajiban untuk hadir dan bertanggung jawab dalam memberikan perlindungan yang layak bagi anak terlantar. Ketentuan Pasal 34 ayat 1 UUD 1945 berbunyi fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Singkatnya UUD mengatur tanggung jawab negara dalam memelihara fakir miskin guna memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kemanusiaan. Tujuan utama dari pembentukan regulasi ini adalah agar pemerintah menjalankan tugasnya secara optimal dalam menjamin kesejahteraan dan hak-hak anak yang tidak memiliki dukungan keluarga yang memadai. Kemudian terdapat Pasal 11 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak berisi: Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak sebaya, bermain, berekreasi sesuai minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya. Namun, realitas di lapangan seringkali menunjukkan adanya kesenjangan antara idealisme undang-undang dengan implementasinya. Penanganan anak terlantar masih dihadapkan pada berbagai tantangan, termasuk keterbatasan sumber daya, kapasitas lembaga penegak hukum yang belum memadai, serta dukungan ekonomi dan sosial yang kurang optimal. Tinjauan terhadap kondisi anak terlantar mengungkapkan bahwa implementasi undang-undang seringkali tidak efektif, tercermin dari masih tingginya angka anak terlantar yang belum mendapatkan perlindungan dan pemenuhan hak yang semestinya. Fakta ini menunjukkan bahwa penerapan undang-undang belum berjalan efisien dan belum sepenuhnya sesuai dengan amanat yang diharapkan.