Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

GAMBARAN HISTOPATOLOGI HATI MENCIT SWISS YANG DIBERI AIR REBUSAN SARANG SEMUT (Mymercodia pendans) PASKA INDUKSI DENGAN CARBON TETRACHLORIDA (CCl4) Tatukude, Patricia; Loho, Lily; Lintong, Poppy
eBiomedik Vol 2, No 2 (2014): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.2.2.2014.4999

Abstract

Abstrak: Dewasa ini tanaman sarang semut1 (Myrmecodia pendans) yang dianggap mampu mengatasi berbagai penyakit seperti kanker, asam urat, liver, stroke, jantung, wasir, nyeri punggung, alergi, sebagai tonikum hingga meningkatkan gairah seksual, sudah banyak dipublikasikan. Berdasarkan hasil uji penapisan kimia, tanaman sarang semut mengandung senyawa kimia golongan flavonoid dan tanin. Flavonoid merupakan antioksidan alam yang mampu bertindak sebagai pereduksi radikal hidroksil, superoksida dan radikal peroksil. Selain itu juga mengandung 313 ppm tokoferol yang meredam 96% radikal bebas pada konsentrasi 12 ppm. Persentase inhibisi ini tetap konstan sampai pada konsentrasi yang lebih tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran histopatologi hati mencit swiss yang diberikan rebusan Myrmecodia pendans, setelah mencit tersebut diinduksi dengan CCl4. Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan rancangan acak lengkap (RAL). Dipakai 20 ekor mencit jantan (Swiss webster) dibagi dalam 4 kelompok percobaan yaitu A, B, C, dan D. Masing-masing kelompok terdiri dari 5 mencit. Mencit diberi pellet dan diinduksi karbon tetraklorida selama 5 hari. Pada hari ke-6, di beri rebusan sarang semut dosis 0,24cc/hari dan 0,48 cc/hari. Terminasi dilakukan 2 kali (masing-masing di bagi 2 mencit dalam 1 kali terminasi). Hasil dari penelitian ini tikus-tikus yang sudah diinduksi dengan CCl4 menunjukkan sel-sel hati steatosis dan nekrosis, namun setelah di berikan sarang semut mengalami regenerasi sel dengan tingkat maturasi lebih banyak dibandingkan hanya diberikan pellet saja. Kesimpulan: Pemberian sarang semut dengan dosis 0.24 cc/hari selama 10 dan 14 hari menunjukkan regenerasi sel-sel hati pada kerusakan sel hati yang diinduksi dengan CCl4. Sedangkan pemberian rebusan sarang semut dengan dosis 0.48 cc/hari selama 14 hari ditemukan adanya sel radang dan perlemakan hati. Kata kunci: tanaman sarang semut, carbon tetrachlorida, peradangan hati, perlemakan hati, nekrosis hati.   Abstract: Currently, many popular publication of sarang semut plants (Myrmecodia pendans) assumed can treat diseases includes : cancer, uric acid, liver, stroke, heart diseases, low back pain, allergic, as a tonic to increased libido. Based on chemical filtering test, known that sarang semut plants contains flavonoid and tannin. Flavonoid as a natural antioxidant that can act as hydroxyl radical pre reduction, super oxide, and peroxyl radical. In addition to contains 313 ppm tocopherol that transverse 95% free radical in 12 ppm concentration. Percentage of its inhibition constantly to highest consentration. This study aims to describe the liver histopathology swiss Webster given by Myrmecodia pendans stew, after the mice were induced with CCl4. This research is an experimental research laboratory with a completely randomized design (CRD). A total of 20 male mice (Swiss Webster) were divided into 4 experimental groups (A, B, C, D). Each group consisted of 5 mice. Mice were given pellets and induction by carbon tetrachloride for 5 days. On the 6th day, given Myrmecodia pendans stew with dose of 0.24 cc / day and 0,48cc / day . Termination is done 2 times (each for 2 mice in one time termination). From the results, sarang semut stew (Mymercodia pendans) is able to repair damaged liver cells, although the mechanism of this still unknown. Generally, Mymercodia pendans believed to stimulate the proliferation of the liver cells and simultaneously neutralize free radicals produced by CCl4 that cause of liver cells demaged. Conclusion: Administration of sarang semut with dose of 0.24 cc / day for 10 and 14 days give effect to protect the liver and improve the process of liver cell damage. While giving sarang semut stew with dose of 0.48 cc / day for 14 days was found the presence of inflammatory cells and fatty liver. Keywords: sarang semut plants, carbon tetrachlorida, liver cell inflammation, fatty liver, necrosis liver.
GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) YANG DIBERIKAN LENGKUAS (Alpinia galanga Willd) SETELAH DIINDUKSI OLEH ASAM MEFENAMAT Pasaribu, Juita; Loho, Lily; Lintong, Poppy
e-Biomedik Vol 1, No 1 (2013): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v1i1.4570

Abstract

Abstrak: Gastritis akut merupakan proses inflamasi yang bersifat akut dan biasanya terjadi pada bagian permukaan mukosa lambung. Penyakit ini biasanya disebabkan karena banyak faktor salah satunya yaitu penggunaan asam mefenamat dalam dosis yang berlebihan. Pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya didapatkan bahwa lengkuas dapat mengurangi terjadinya radang akut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran histopatologi lambung tikus wistar yang diberikan lengkuas setelah diinduksi dengan asam mefenamat. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan sampel 11 ekor tikus wistar yang dibagi dalam 4 kelompok perlakuan. Kelompok A tidak diberikan perlakuan. Kelompok B diberikan asam mefenamat 10 mg selama 7 hari. Kelompok C diberikan asam mefenamat 10 mg selama 7 hari kemudian diberikan perasan lengkuas selama 7 hari. Kelompok D diberikan asam mefenamat 10 mg kemudian tidak diberikan perlakuan selama 7 hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran mikroskopik lambung tikus wistar pada kelompok C terdapat sel-sel radang PMN yang lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok B dan D. Simpulan: lengkuas dapat mengurangi sel-sel radang PMN pada mukosa lambung yang diberikan dengan asam mefenamat. Kata kunci: Lengkuas, Asam Mefenamat, Gastritis akut.   Abstract : acute gastritis is an acute inflammatory process normally occurring in the mucosal lining of the stomach. This disease is caused by a variety of factors, one of which is the use of mefenamat acid in large doses. Previous research has revealed that galangal can be used to reduce acute inflammation. The objective of this research was to reveal the histopathological pictures of stomach of wistar rats that treatment with galangal after induce by mefenamat acid. This study is an experimental, employing 11 wistar rats which were assigned for four treatment groups. Group A was the control group in which the rats received no treatment. Rats in group B were administered mefenamat acid 10 mg for 7 days. In group C, the rats were also administered mefenamat acid 10 mg for 7 days and then received galangal distillation for 7 days. In group D, rats were administered mefenamat acid 10 mg for 7 days and then for 7 days without receiving anymore mefenamat acid or galangal distillation. Results showed that microscopic pictures of stomach of wistar rats in group C were presented with PMN inflammatory cells fewer than rats in group B and D. Conclusion: galangal can reduce PMN inflammatory cells in mucosal lining of the stomach exposed to mefenamat acid. Key words: galangal, mefenamat acid,  acute gastritis.
Gambaran histopatologik hati tikus wistar (Rattus norveginus) yang diinduksi monosodium glutamate (msg) dan diberikan sari air bawang daun (Allium fistulosum L.) Setiani, Ni Nyoman G.; Loho, Lily; Lintong, Poppy
e-Biomedik Vol 4, No 2 (2016): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v4i2.14662

Abstract

Abstract: Monosodium glutamate (MSG) has been consumed around the world as a food additive in the form of L-glutamic acid. The liver has glutamate receptors, hence its susceptibility to damage due to oxidative stress from consuming excessive MSG. Leek contain antioxidants such as flavonoid, which has potent hepatoprotective properties under certain liver conditions, for the example, oxidative stress, liver fibrosis, and fatty liver. This study aims to see the liver histopathologic findings of wistar rats (Ratus norvegicus) that has been induced by MSG and was given leek juice (Allium fistulosum L.). This was an experimental laboratory study, with 20 wistar rats as subjects. In this study, 173,6 mg per gram body of monosodium glutamate and 20 gram per kilogram body weight of leek juice are administered orally each day. Group A is the negative control group. Group B is given MSG for 14 days. Group C are given MSG for 14 days and were stopped for 5 days. Group D are given MSG for 14 days and were given leek juice. Group A shows normal liver histopathologic features. Group B shows liver cells damage in the form of inflammation and fatty cells. Group C shows regeneration of liver cells but a little bit of inflammation and fatty cells were still found, while in group D there is a wide regeneration of liver cells and there was barely any inflammation and fatty cells. Conclusion: Microscopic features of wistar rat liver after administration of monosodium glutamate for 14 day showed inflammation and fatty cells and then the administration of leek juice for 5 days after MSG administration oon wistar rat showed a wide regeneration of liver cells compared to no administration of leek juice.Keywords: monosodium glutamate, leek, liver. Abstrak: Monosodium glutamate (MSG) telah dikonsumsi di seluruh dunia sebagai penambah rasa makanan dalam bentuk L-glutamic acid (asam glutamat). Hati memiliki resptor terhadap glutamate sehingga rentan mengalami kerusakan akibat stress oksidatif dari konsumsi MSG yang berlebihan. Bawang daun mengandung antioksidan seperti senyawa flavonoid yang memiliki aktivitas hepatoprotektif ampuh pada berbagai kondisi hati seperti strees oksidatif, fibrosis hati, dan perlemakan hati. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran histopatologik hati tikus wistar (Rattus norvegicus) yang diinduksi MSG dan diberikan sari air bawang daun (Allium fistulosum L.) Jenis penelitian ini eksperimental laboratorik. Subjek penelitian 20 ekor tikus wistar. Pada penelitian ini digunakan monosodium glutamate 173,6mg/gBB/hari dan sari air bawang daun 20g/kgBB/hari yang diberikan secara oral. Kelompok A (kontrol negatif). Kelompok B diberikan MSG selama 14 hari. Kelompok C diberikan MSG selama 14 hari dan dihentikan selama 5 hari. Kelompok D diberikan MSG selama 14 hari dan diberikan sari air bawang daun. Kelompok A memperlihatkan gambaran histopatologik sel hati normal. Kelompok B memperlihatkan hepatitis dan perlemakan sel hati (steatosis). Kelompok C memperlihatkan sel hati regenerasi namun masih terdapat sedikit sel radang dan perlemakan hati sedangkan pada kelompok D tampak sel hati regenerasi yang luas dan hampir tidak ditemukan peradangan dan perlemakan. Simpulan: Gambaran mikroskopik hati tikus wistar setelah pemberian monosodium glutamate selama 14 hari menunjukkan peradangan (hepatitis) dan perlemakan (steatosis mikrovesikular) kemudian pemberian sari air bawang daun selama 5 hari pasca pemberian MSG pada tikus wistar menunjukkan adanya regenerasi sel hati yang lebih luas dibandingkan dengan tanpa pemberian sari air bawang daun. Kata kunci: monosodium glutamate, bawang daun, hati.
Pengaruh cabe rawit terhadap gambaran histopatologik lambung tikus Wistar yang diinduksi aspirin Bawulele, Abel T.; Loho, Lily; Lintong, Poppy
e-Biomedik Vol 4, No 2 (2016): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v4i2.13329

Abstract

Abstract: Cayenne pepper (Capsicum frustescens L ) is commonly in daily food. This study aimed to determine the effect of cayenne pepper to histopathological changes in gaster of Wistar rats induced by aspirin. This was an experimental study. Subjects were Wistar rats consisted of 5 rats as the negative control and 20 rats as the treatment group. Group A, the negative control group, was untreated; group B was treated with aspirin 21mg/day for 10 days; group C was treated with aspirin 21mg/day for 10 days together with cayenne pepper 84mg once daily; group D was treated with aspirin 21mg/day for 10 days followed by cayenne 84mg twice daily; and group E was treated with aspirin 21mg/day for 10 days and then was untreated for 3 days. The histopathological changes in group C showed a lot of inflammatory cells and erosion of gastric mucosa epithelium compared to group B, D, and E. Group D also showed inflammatory cells but no erosion as in group C. Group E had less inflammatory cells than group B, C, and D. Conclusion: Administration of aspirin 21mg/kg BW for 10 days led to acute gastritis in Wistar rat. Administration of aspirin together with cayenne 84mg/day led to acute gastritis and erosion of gastric mucosa epithelium. However, administration of cayenne pepper 168mg/day after aspirin led to acute gastritis without erosionKeywords: pepper, gaster, aspirinAbstrak : Cabe Rawit (Capsicum frustescens L.) banyak dijumpai dalam makanan sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian cabe rawit terhadap gambaran histopatologik lambung tikus wistar yang diinduksi aspirin. Jenis penelitian ialah eksprimental. Subjek penelitian ialah tikus wistar, yang dibagi atas: 5 ekor untuk kontrol negatif dan 20 ekor untuk perlakuan. Kelompok A (kontrol negatif) tidak diberi perlakuan; kelompok B diberikan aspirin 21mg/hari selama 10 hari; kelompok C diberikan aspirin 21mg/hari selama 10 hari bersama cabe rawit 84mg sekali sehari; kelompok D diberikan aspirin 21mg/hari selama 10 hari kemudian dilanjutkan pemberian cabe rawit 84mg selama 3 hari 2 kali sehari; dan kelompok E diberikan aspirin 21mg/hari selama 10 hari kemudian tidak diberi perlakuan selama 3 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok C terlihat banyak sel-sel radang disertai erosi epitel mukosa lambung dibanding dengan kelompok B, D, dan E. Pada kelompok D pemberian aspirin dilanjutkan dengan cabe rawit dosis 2 kali sehari masih terdapat sel-sel radang tetapi tidak terjadi erosi seperti pada kelompok C. Kelompok E memiliki sel-sel radang yang lebih sedikit dibandingkan kelompok B, C, dan D. Simpulan: Pemberian aspirin 21mg/hari selama 10 hari menyebabkan gastritis akut pada tikus wistar. Pemberian aspirin bersama cabe rawit 84mg/hari menyebabkan gastritis akut erosi sedangkan pemberian cabe rawit 168mg/hari setelah diberi aspirin menyebabkan gastritis akut tanpa erosi.Kata kunci: cabe rawit, lambung, aspirin
GAMBARAN HISTOPATOLOGI HATI TIKUS WISTAR YANG DIBERIKAN JUS TOMAT (Solanum Lycopersicum) PASCA KERUSAKAN HATI WISTAR YANG DIINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA (CCl4) Tappi, Eka Sari; Lintong, Poppy; Loho, Lily
e-Biomedik Vol 1, No 3 (2013): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v1i3.3583

Abstract

Abstract: Liver is the largest organ in the abdominal cavity. As the center of metabolism in the body, liver is potentially damaged by exposure of toxic substances, inter alia carbon tetrachloride (CCl4). Metabolism of carbon tetrachloride (CCl4) produces CCl3 free radicals that can damage the liver. In Indonesia, there are a lot of natural ingredients that have antioxidant properties, such as tomato. Lycopene in tomatoes contains antioxidant compounds that can prevent damages due to free radical. This study aimed to obtain liver histopathological changes of wistar rats fed with tomato juice after being induced of carbon tetrachloride (CCl4). This was an experimental study, using 10 wistar rats which were divided into 4 groups. Group I was the negative control; group II was induced with CCl4 0,05 cc/day and was terminated on day 6; group III was induced with CCl4 0,05 cc/day and was given tomato juice 3 ml/day, and terminated on day 13; group IV was induced by CCl4 0,05 cc/day, given regular pellets, and terminated on day 13. The results showed that group II had histopathological changes of the liver indicating fatty liver, meanwhile group III showed regeneration of nearly all liver cells. Conclusion: Administration of tomato juice after the induction of 3 ml carbon tetrachloride (CCl4) for 7 day showed regeneration of almost all liver cells. Keywords: histopathological changes of the liver, carbon tetrachloride, tomato juice.   Abstrak: Hati merupakan organ terbesar dalam rongga abdomen, dan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks dan sangat berpotensi mengalami kerusakan akibat terpapar oleh bahan-bahan toksik, salah satunya yaitu karbon tertraklorida (CCL4). Metabolisme CCl4 menghasilkan radikal bebas CCl3 yang dapat merusak hati. Di Indonesia terdapat  banyak sekali bahan-bahan alami yang mempunyai kandungan antioksidan, salah satunya yaitu tomat. Tomat mengandung senyawa likopen sebagai antioksidan yang dapat mencegah kerusakan jaringan akibat radikal bebas. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran histopatologi hati tikus wistar yang diberi jus tomat pasca induksi karbon tetraklorida (CCl4). Metode penelitian ialah eksperimental. Sampel sebanyak 10 ekor tikus wistar yang dibagi dalam 4 kelompok. Kelompok I sebagai kontrol negatif; kelompok II diinduksi CCl4 0,05cc/perhari dan diterminasi hari ke-6; kelompok III diinduksi CCl4 0,05 cc/hari kemudian diberikan jus tomat 3ml/hari;  dan kelompok IV diinduksi CCl4 0,05 cc/hari kemudian diberikan pelet biasa dan diterminasi hari ke-13. Hasil penelitian menunjukkan pada pemberian CCl4 pada tikus wistar selama 5 hari terdapat gambaran morfologik perlemakan sel hati. Pemberian jus tomat dosis 3 ml pasca induksi karbon tetraklorida (CCl4) menunjukkan terjadinya regenerasi pada hampir seluruh sel-sel hati. Simpulan: Pemberian jus tomat dosis 3 ml pasca induksi karbon tetraklorida (CCl4) selama 7 hari menunjukkan regenerasi pada hampir seluruh sel-sel hati. Kata kunci: gambaran histopatologi hati, karbon tetraklorida, jus tomat.
Gambaran histopatologik ginjal wistar yang diberi ekstrak binahong pasca pemberian gentamisin Rajak, Zularsil F.W.; Loho, Lily; Lintong, Poppy
e-Biomedik Vol 4, No 2 (2016): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v4i2.13911

Abstract

Abstract: Kidney damage can be caused by many things, such as hypovolemia, sepsis, acute glomeluronefritis, rhabdomyolysis and drugs (gentamicin and NSAID). Gentamicin is an broad spectrum antimicrobial with high toxicity. Gentamicin is an aminoglycoside antibiotic known to be toxic to the kidneys and the side effects that gentamicin cause are renal tubular damage. There are many kinds of herbal plant in Indonesia with benefit, one of them is the binahong plants. Binahong (Anredera cordifoli (Ten) Steenis), has a high antioxidant that is equal to 9.614% of the compound flavonoid.5 Antioxidant contained in binahong leaves can be said as nefroprotective on kidney function. This study aims to reveal the renal histopathologic of wistar rat that have administered binahong extract after gentamicin administration. This study was an experimental study using 25 wistar rats that were divided into 5 groups. Group A is the negative control group (terminated the 7th day), while group B, C, D and E (the treatment group) were administered gentamicin 0.3 ml/day for 6 days. After administration of gentamicin, group B immediately terminated (day 7), group C were administered 50 mg/day of binahong extratct for 3 days (terminated on day 10), group D were administered 100 mg/day of binahong extract for 3 days (terminated on day 10), group E were administered gentamicin for 6 days (terminated on day 10). The results showed that the renal histopathological of wistar rats group that were administered gentamicin for 6 days, showed swelling and necrotic tubular epithelial cells. Wistar rats group that were administered of binahong showed regeneration of renal tubular epithelial cells. Conclusion: The administration of Gentamicin with toxical dose or 0.3 ml/day for 6 days showed acute tubular necrosis. Regeneration of renal tubular epithelial cells is better in the group that were administered binahong extract than the group that were administered pellets. Renal histopathologic of wistar rats at administration of binahong extract with dose of 100 mg are better compared to 50 mg. Keywords: gentamicin, binahong extract, histopathologogical image of wistar rat’s kidney Abstrak: Kerusakan ginjal dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti hipovolemia, sepsis, glomeluronefritis akut, rabdomiolisis dan obat-obatan (Gentamisin dan NSAID). Gentamisin tergolong antibiotika (aminoglikosida) yang berspektrum luas dan memiliki toksisitas tinggi. Salah satu efek toksik dari gentamisin adalah menyebabkan kerusakan pada tubulus ginjal. Ada berbagai jenis tanaman herbal di Indonesia yang mempunyai khasiat, salah satunya adalah tanaman binahong, Tanaman binahong (Anredera cordifoli (Ten) Steenis), memiliki antioksidan yang cukup tinggi yaitu sebesar 9,614% senyawa flavonoid. Antioksidan yang terkandung dalam daun binahong dapat dikatakan sebagai nefroprotektif terhadap fungsi ginjal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran histopatologik ginjal tikus wistar yang diberi ekstrak binahong pasca pemberian gentamisin. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan 25 ekor tikus wistar yang dibagi dalam 5 kelompok. Kelompok A merupakan kelompok kontrol negatif (diterminasi pada hari ke-7), sedangkan kelompok B, C, D dan E (kelompok perlakuan) diberi gentamisin 0,3 ml/hari selama 6 hari. Setelah pemberian gentamisin, kelompok B langsung diterminasi (hari ke-7), kelompok C diberi ekstrak binahong 50 mg/hari selama 3 hari (diterminasi pada hari ke-10), kelompok D ekstrak binahong 100 mg/hari selama 3 hari (diterminasi pada hari ke-10). kelompok E diberi gentamisin selama 6 hari (diterminasi pada hari ke-10). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok tikus yang diinduksi gentamisin selama 6 hari secara histopatologik memperlihatkan adanya pembengkakan dan nekrosis sel epitel tubulus. Kelompok tikus yang diberi ekstrak binahong menunjukkan regenerasi sel epitel tubulus ginjal Simpulan: Pemberian gentamisin injeksi dosis toksik yaitu 0,3 ml setiap hari selama 6 hari menunjukkan nekrosis tubular akut (NTA). Regenerasi sel epitel tubulus ginjal lebih baik pada kelompok yang diberi ekstrak binahong dibandingkan kelompok yang hanya diberi pelet. Gambaran histopatologik ginjal lebih baik pada pemberian binahong dengan dosis 100 mg dibandingkan dosis 50 mg.Kata kunci: gentamisin, ekstrak binahong, gambaran histopatologik ginjal.
GAMBARAN HISTOPATOLOGIK TESTIS TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) SETELAH PEMBERIAN MONOSODIUM GLUTAMATE (MSG) Bilondatu, Ririen S.S.; Durry, Meilany; Lintong, Poppy
e-Biomedik Vol 4, No 2 (2016): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v4i2.14714

Abstract

Abstract: Monosodium glutamate (MSG) is a sodium salt from glutamic acid which is currently very popular to be used as a food flavoring ingredient to stimulate appetite. The objective of the study to discover the histologic findings of wistar rats’ testicles after MSG administration. This was an experimental laboratoric study, using 20 wistar rats that has been divided into 4 groups. The negative control group is given standard pallet and drinking water for 40 days; it devided to 2 smaller groups, K1 and K2, each of the group was terminated on the 21st and 41st day. The intervention group was given MSG according to average consumption dose in Indonesia; it devided to two smaller groups, P1 and P2, each group was terminated on the 21st and 41st day. The result showed on group K1 and K2, a normal finding of seminiferous tubules, spermatogenic cell layer arrays, and interstitial cell density was found. On group P1, showed seminiferous tubules with decrease of spermatogenic cells development, causing the tubules compartment to appear vacant; the spermatogonia layers appeared sparse on basal membrane, and fewer interstitial cells. On group P2, the findings were not of much difference with group P1, but in this group, one testicle specimen showed calcification cells inside its seminiferous tubules was found. Conclusion: Administration of MSG according to average consumption dose in Indonesia causes decrease of seminiferous tubules’ diameter and decrease of the number of spermatogenic cells and interstitial cells.Keywords: Monosodium glutamate (MSG), Indonesia average consumption dose, testicles. Abstrak: Monosodium glutamate (MSG) adalah garam natrium dari asam glutamat yang saat ini sangat popular digunakan sebagai bahan penyedap makanan untuk merangsang selera. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran histologik testis tikus wistar setelah pemberian MSG. Jenis penelitian ini ialah eksperimental laboratorik, menggunakan 20 ekor tikus wistar yang dibagi menjadi 4 kelompok. Kelompok kontrol negatif terdiri dari dua kelompok yakni K1 dan K2, masing-masing diterminasi pada hari ke-21 dan hari ke-41. Kelompok perlakuan diberi MSG sesuai dosis konsumsi rata-rata di Indonesia, terdiri dari dua kelompok yakni P1 dan P2, masing-masing diterminasi pada hari ke-21 dan hari ke-41. Hasil penelitian menunjukkan pada kelompok K1 dan K2 didapatkan gambaran tubulus semineferus, susunan lapisan sel spermatogenik dan kepadatan sel interstisial yang normal. Pada kelompok P1 didapatkan gambaran fokus-fokus tubulus semineferus tanpa perkembangan sel-sel spermatogenik sehingga ruang tubulus tampak kosong, lapisan spermatogonia yang saling jarang pada membran basalis, dan sedikit sel interstisial. Pada kelompok P2 didapatkan gambaran yang tak jauh berbeda dengan kelompok P1, namun pada kelompok ini didapatkan satu sediaan testis yang tampak ruang tubulus semineferusnya berisi sel-sel yang mengalami kalsifikasi. Simpulan: Pemberian MSG sesuai dosis konsumsi rata-rata di Indonesia menyebabkan mengecilnya diameter tubulus semineferus, penurunan jumlah lapisan sel-sel spermatogenik dan berkurangnya sel interstisial. Kata Kunci: Monosodium glutamate (MSG), dosis rata-rata konsumsi Indonesia, testis.
GAMBARAN HISTOPATOLOGI KARTILAGO SENDI LUTUT TIKUS WISTAR SETELAH PEMBERIAN SIPROFLOKSASIN Lintong, Poppy; Kairupan, Carla; Saul, Mulyadi
Jurnal Biomedik : JBM Vol 1, No 1 (2009): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.1.1.2009.810

Abstract

Abstract: Ciprofloxacin is a kind of antibiotic which belongs to the fluoroquinolone group. It is very effective against microbes, but has several side effects in bones, joints, and tendons, especially for individuals under 18 years. The purpose of this study was to find out the side effects of ciprofloxacin on wistar rats’ knee joints. This was an experimental and descriptive study, using 12 wistar rats as samples, which were grouped in 4 groups: 3 treated, 1 control. The treated groups were given different total daily oral doses of ciprofloxacin (2 mg, 6 mg, and 18 mg) for 14 days. On the 15th day, all the samples were terminated, and their right back knees were examined pathologically, focusing on the knee cartilages. Wistar rats treated with 18 mg ciprofloxacin showed foci of cartilage matrix edema and degradation of chondrocytes. This study concluded that 18 mg doses of ciprofloxacin daily caused destruction of the matrix and chondrocytes of the wistar rats’ knee joint cartilages. Key words: ciprofloxasin, knee joint, matrix edema, chondrocytes’ degradation. Abstrak: Siprofloksasin adalah antibiotik golongan fluorokuinolon yang sangat efektif untuk mengobati infeksi, namun dapat menimbulkan beberapa efek samping, antara lain gangguan pada tulang, sendi, dan tendon, terutama pada yang berusia dibawah 18 tahun. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efek siprofloksasin pada sendi lutut tikus. Penelitian ini bersifat eksperimental deskriptif dengan menggunakan sampel 12 ekor tikus wistar  yang dibagi atas empat kelompok (3 kelompok perlakuan  dan 1 kelompok kontrol). Pada kelompok perlakuan diberikan siprofloksasin per oral dengan  dosis 2mg, 6 mg, dan 18 mg setiap hari  selama 14 hari. (Dosis ini pada manusia dengan berat badan rata  rata 50 kg setara dengan dosis  1000 mg, 3000 mg, dan 9000 mg per hari). Pada hari ke15, tikus kontrol dan perlakuan diterminasi kemudian sendi lutut di eksisi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi. Pemeriksaan  histopatologi sendi lutut difokuskan pada jaringan kartilago hialin. Tikus kontrol dan tikus perlakuan dengan pemberian siprofloksasin dosis 2 mg dan 6 mg memperlihatkan jaringan kartilago normal; sedangkan pada tikus perlakuan dengan dosis 18 mg  terlihat fokus-fokus pembengkakan matriks tulang rawan dan degradasi kondrosit. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian siprofloksasin pada tikus wistar dengan dosis 18 mg (setara dengan 9000 mg pada manusia)  per hari selama 14 hari telah menimbulkan kelainan fokal pada kartilago berupa pembengkakan matriks dan degradasi kondrosit. Kata kunci: siprofloksasin, sendi lutut, pembengkakan matriks, degradasi kondrosit.
PERKEMBANGAN KONSEP PATOGENESIS ATEROSKLEROSIS Lintong, Poppy
Jurnal Biomedik : JBM Vol 1, No 1 (2009): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.1.1.2009.806

Abstract

Abstract: Nowadays, the concept of the pathogenesis of atherosclerosis is called a response to injury hypothesis. This is based on the fact that atherosclerosis is a chronic inflammatory disease induced by endothelial injury (endothelial dysfunction). This chronic inflammatory disease consists of sequences of cellular and molecular responses, and is induced and accelerated mainly by endothelial injury. Furthermore, this injury causes compensatory responses which change the endothelial homeostasis, and increases the endothelial permeability and adhesion of leucocytes or platelets to endothelial cells. Many factors can trigger this endothelial injury, but the most important ones are haemodynamic imbalance and hypercholesterolemia. Besides these, vascular myocytes, together with extracellular matrix, play some significant roles in developing fatty streaks to become atheroma plaques. Key words: atherosclerosis, endothelial injury, lipid, chronic inflammation, vascular myocytes.     Abstrak: Konsep patogenesis aterosklerosis saat ini disebut hipotesis respons terha-dap cedera.  Konsep ini mengacu pada aterosklerosis sebagai penyakit radang kronik yang diinduksi oleh cedera endotel (disfungsi endotel). Proses radang kronik pada aterosklerosis terdiri dari rangkaian  respons seluler dan molekuler. Sebagai faktor utama yang dapat menginduksi dan memacu proses radang disini adalah cedera endotel. Adanya cedera endotel menyebabkan terjadinya respons kompensatorik yang mengubah homeostasis endotel serta meningkatkan permeabilitas endotel dan adhesi lekosit atau trombosit terhadap endotel. Banyak faktor dapat mencetuskan terjadinya cedera endotel namun yang terpenting adalah gangguan hemodinamik dan hiperkolesterolemia. Selain itu sel otot polos pembuluh darah juga turut berperan dalam aterogenesis yang bersama-sama dengan matriks ekstrasel mengubah fatty streak menjadi bercak ateroma. Kata kunci: aterosklerosis, cedera endotel, lemak, radang kronis, otot polos pembuluh darah.