Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Pertanggungjawaban Pidana Partai Politik dalam Tindak Pidana Korupsi dan Pencucian Uang russel butarbutar
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 3, No 2 (2016): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1294.706 KB)

Abstract

Pertanggungjawaban pidana korupsi dan pencucian uang selama ini sering hanya dikenakan pada ‘orang’ sebagai subjek pelaku. Salah satu tindak pidana korupsi yang akhir-akhir ini sering terjadi adalah yang berasal dari partai politik, yang dilakukan oleh anggotanya. Dalam praktik, sulit mengidentifikasi perbuatan personel partai politik itu menjadi perbuatan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada partai politik. Artikel ini menggali hal-hal yang berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana partai politik dalam tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Negara dapat meminta pertanggungjawaban pidana karena partai politik dapat dikategorikan sebagai korporasi. Partai politik merupakan subjek hukum yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana dalam hal personel atau pengurusnya melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan teori pemidanaan terhadap korporasi. Ketentuan hukum juga telah mengatur bentuk sanksi pidana berupa denda, pengumuman putusan hakim, pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha partai, pencabutan izin opersional partai, pembubaran dan/atau pelarangan partai, perampasan aset partai untuk negara, dan/atau pengambilalihan partai politik oleh negara. Criminal Liability of Political Parties for Corruption and Money Laundering AbstractCriminal responsibility of corruption and money laundering is often imposed to individual as the perpetrators, whereas currently the trend is that corruption performed by a political party through its personnel. In practice, it is difficult to identify which personal action taken by a personnel of a political party that could constitute as a criminal offence accountable to the political party. This article will discuss the matters surrounding criminal responsibility of a political party in regards to both corruption and money laundering. Political party as a subject of law is entitled to criminal responsibility in a case where its personnel or its officials is found guilty of corruption based on the criminal prosecution againsts corporation theory. Furthermore, legal provision have also regulate criminal sanctions such as: financial penalties, announcement of court decision, freezing part or all of the business activities of the party, operational license revocation, dissolution and/or prohibition of the party, expropriation of assets to the state, and/or takeover of political party by the state.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v3n2.a7
Modus Operandi dan Pertanggungjawaban Pidana Suap Korporasi russel butarbutar
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 4, No 1 (2017): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (15.108 KB)

Abstract

Penyuapan merupakan jenis tindak pidana korupsi yang paling banyak terjadi di Indonesia. Penyuapan tidak hanya dilakukan oleh perorangan saja, akan tetapi juga oleh korporasi untuk kepentingan korporasi dan tujuan lainnya. Dalam melakukan penyuapan, korporasi dapat saja diwakili oleh pengurus, karyawan, atau melalui perantara orang lain. Artikel ini menggali hal-hal yang berkaitan dengan pola atau modus operandi korporasi dalam melakukan suap, alasan dan tujuan korporasi melakukan suap, serta formulasi hukum tentang tindak pidana suap dalam sistem perundang-undangan Indonesia. Modus operandi pemberian suap dilakukan secara langsung dan tidak langsung dengan berbagai bentuk. Alasan dan tujuan korporasi melakukan suap adalah untuk memaksimalkan keuntungan dan bertahan dari persaingan global, serta alasan pemerasan yang dilakukan oleh aparat, pejabat atau badan tertentu, ataupun perlindungan terhadap korporasi yang melakukan bisnis ilegal. Sanksi pidana untuk korporasi yang melakukan suap hanya berupa denda, dengan formulasi yang belum mencerminkan nilai keadilan dan belum mampu mensubsitusi kerugian negara.Modus Operandi and Corporate Criminal Liability in Bribery AbstractBribery is the most common type of corruption in Indonesia and is not only done by individuals, but also by corporations for the benefit of corporations and other purposes. Bribery conducted by corporations may be represented by an administrator, an employee, or through the intermediary of another person. This article explores the pattern or modus operandi on bribery taken by corporation, the reasons and objectives of the corporation on taking bribes, and the legal formulation of criminal acts of bribery in the Indonesian legal system. The modus operandi of bribery is done directly and indirectly with various forms, whereas the reasons and objectives of the corporation to take bribes are namely to maximize profits and to survive the global competition; as well as the reasons of extortion made by certain officers, officials or agencies, and corporations doing illegal business. This article concludes that the criminal sanctions for corporations engaged in bribery are only a fine, with a formulation which has yet to mirror the value of justice and also has yet to substitute the loss experienced by the state. DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v4n1.a10
Legal Formulation to Overcome Base-Erosion and Profit-Shifting Practices of Digital-Economy Multinational Enterprise in Indonesia Russel Butarbutar
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 9, No 3 (2022): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This study discusses Indonesian legal strategies and formulations to handle tax avoidance originating from Base Erosion Profit Shifting (BEPS) carried out by the digital-economy multinational enterprise. It is a normative (doctrinal) study supported by non-doctrinal methods to reveal the truth based on the logic of legal scholarship. It also compared the practices to the tax provisions, legislation, and cases in India, the United Kingdom, Australia, and Malaysia. At least two theories underlie the study. The first is the legal theory of justice, certainty, and expediency from Gustav Radbruch. The second is the theory of international cooperation. The study found several points. First, multinational enterprise strategies avoid tax by means of Permanent Establishment techniques in low-tax jurisdictions, transfer pricing, and tax treaty shopping. Second, to tackle the multinational enterprise that conducts BEPS in the field of the digital economy, (1) all countries have developed and amended laws and regulations related to e-commerce taxation and the digital economy; and (2) all countries carry out international cooperation, both bilaterally and multilaterally through tax treaties, MLI, and CbC reporting. DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v9n3.a2
Perlindungan Data Pribadi Konsumen Pinjaman Online: Suatu Analisis Russel Butarbutar; Bernadete Nurmawati
Eligible : Journal of Social Sciences Vol. 2 No. 1 (2023): ELIGIBLE : Journal of Social Sciences
Publisher : Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah III DKI Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53276/eligible.v2i1.66

Abstract

Penelitian ini membahas perlindungan data pribadi konsumen pinjaman online. Penelitian ini dilakukan secara yuridis normatif dengan pendekatan perbandingan hukum dan kasus hukum. Perlindungan hukum tentang data pribadi khususnya nasabah Pinjaman Online di Indonesia perlu untuk segera direalisasikan melalui pengesahan Peraturan Pemerintah dan/atau Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi untuk menjamin hak warga negara atas perlindungan diri pribadi dan menumbuhkan kesadaran masyarakat serta menjamin pengakuan dan penghormatan atas pentingnya perlindungan data pribadi. Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi harus mengatur perlindungan data secara akurat dan transparan serta mengatur tentang (1) pembatasan cara pengumpulan, penyimpanan atau pembagian data pribadi; (2) mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan cara mereka menggunakan data pribadi; (3) mengamanatkan tingkat mimimun perlindungan data pribadi; (4) jaminan hukum terhadap hak pemilik data pribadi; (5) larangan dalam penggunaan data pribadi ditujukan kepada orang yang memperoleh  atau mengumpulan atau mengungkapkan atau menggunakan data pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dapat mengakibatkan kerugian pemilik data pribadi atau konsumen; (6) perumusan sanksi administratif dan sanksi pidana yang berkeadilan, berkepastian, dan bermanfaat secara hukum dan ekonomi.