Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

DIRECTED LISTENING ACTIVITY: PENGENALAN KEBUDAYAAN DALAM PENGAJARAN BIPA Octo Dendy Andriyanto
FKIP e-PROCEEDING 2017: SEMINAR NASIONAL #3: BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DALAM KONTEKS GLOBAL
Publisher : Pendidikan Fisika FKIP UNEJ

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Belajar bahasa membutuhkan proses dan strategi sesuai dengan situasi serta tujuan yang ingin dicapai. Salah satu metode yang diterapkan dalam perkuliahan pengenalan kebudayaan adalah directed listening activity pada mahasiswa asing. Directed listening activity atau aktivitas menyimak langsung mempunyai kelebihan yakni menuntut keaktivan dan konsentrasi penuh ketika pembelajaran berlangsung, sehingga mahasiswa dapat merespon dengan baik terhadap materi yang disampaikan. Keterampilan menyimak yang dimiliki mahasiswa asing sangatlah beragam. Penggunaan metode ini dalam pembelajaran pengenalan kebudayaan bertujuan mengasosiasikan pengetahuan yang sudah dimiliki hingga mengkonstruksinya menjadi pemahaman yang utuh. Pembelajaran yang disajikan secara sistematis disertai media penunjang akan membantu mahasiswa dalam mencerna dan memberikan umpan balik. DLA pengenalan kebudayaan dirancang menjadi tiga tahap. Pertama, perencanaan; memotivasi, menetapkan tujuan menyimak hal ihwal kebudayaan Indonesia. Kedua, pelaksanaan; aktivitas menyimak kebudayaan dipaparkan dengan ceramah dan penggunaan media. Proses ini dilaksanakan dengan mengecek pemahaman dengan cara berdiskusi. Tahap terakhir berupa tindak lanjut, yakni dengan membahas perilaku positif dan sebaliknya. Melalui proses menyimak DLA dengan pemberian tugas menulis dengan versi yang lain akan meningkatkan penguasaan dan perbendaharaan kosakata oleh mahasiswa asing. Materi kebudayaan merupakan salah satu daya tarik dalam pembelajaran BIPA, oleh karena itu diperlukan strategi pengajaran yang menarik agar mahasiswa dapat menyerap pengetahuan dengan baik.Kata Kunci: Directed Listening Activity, Pengajaran BIPA
DIRECTED LISTENING ACTIVITY: PENGENALAN KEBUDAYAAN DALAM PENGAJARAN BIPA Octo Dendy Andriyanto
FKIP e-PROCEEDING 2017: PROSIDING SEMINAR NASIONAL #3: BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DALAM KONTEKS GLOBAL
Publisher : Pendidikan Fisika FKIP UNEJ

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak: Belajar bahasa membutuhkan proses dan strategi sesuai dengan situasi serta tujuan yang ingin dicapai. Salah satu metode yang diterapkan dalam perkuliahan pengenalan kebudayaan adalah directed listening activity pada mahasiswa asing. Directed listening activity atau aktivitas menyimak langsung mempunyai kelebihan yakni menuntut keaktivan dan konsentrasi penuh ketika pembelajaran berlangsung, sehingga mahasiswa dapat merespon dengan baik terhadap materi yang disampaikan. Keterampilan menyimak yang dimiliki mahasiswa asing sangatlah beragam. Penggunaan metode ini dalam pembelajaran pengenalan kebudayaan bertujuan mengasosiasikan pengetahuan yang sudah dimiliki hingga mengkonstruksinya menjadi pemahaman yang utuh. Pembelajaran yang disajikan secara sistematis disertai media penunjang akan membantu mahasiswa dalam mencerna dan memberikan umpan balik. DLA pengenalan kebudayaan dirancang menjadi tiga tahap. Pertama, perencanaan; memotivasi, menetapkan tujuan menyimak hal ihwal kebudayaan Indonesia. Kedua, pelaksanaan; aktivitas menyimak kebudayaan dipaparkan dengan ceramah dan penggunaan media. Proses ini dilaksanakan dengan mengecek pemahaman dengan cara berdiskusi. Tahap terakhir berupa tindak lanjut, yakni dengan membahas perilaku positif dan sebaliknya. Melalui proses menyimak DLA dengan pemberian tugas menulis dengan versi yang lain akan meningkatkan penguasaan dan perbendaharaan kosakata oleh mahasiswa asing. Materi kebudayaan merupakan salah satu daya tarik dalam pembelajaran BIPA, oleh karena itu diperlukan strategi pengajaran yang menarik agar mahasiswa dapat menyerap pengetahuan dengan baik. Kata-kata Kunci: directed listening activity, pengajaran BIPA
Tradisi Sriatan di Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Ponorogo (Kajian Etnologi Budaya) Sulistika Dina Absari; Octo Dendy Andriyanto
JOB (Jurnal Online Baradha) Vol 17 No 2 (2021)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (273.905 KB) | DOI: 10.26740/job.v17n2.p609-631

Abstract

Abstrak Kebudayaan Jawa merupakan kebudayan lokal yang keberadaanya tidak terlepas dari wilayah kebudayaan masing-masing daerah. Salah satu kebudayaan lokal yang masih dijumpai hingga sekarang yakni Tradisi Sriatan. Tradisi ini masih dipercayai oleh masyarakat Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Ponorogo, khususnya di Desa Wonokarto Kabupaten Pacitan dan Desa Bekiring Kabupaten Ponorogo. Desa Wonokarto termasuk ke dalam wilayah kebudayan Mataraman yang kental dengan nilai filosofik dan mistisisme, sedangkan Desa Bekiring termasuk ke dalam wilayah kebudayan Panaragan yang terkenal dengan budaya monokultur dan apa adanya. Tradisi Sriatan di Desa Wonokarto Kabupaten Pacitan merupakan tradisi yang berhubungan dengan seseorang yang mengalami liya-liyu atau sakit kepala dikarenakan hilangnya nafsu makan. Lain hanya dengan Tradisi Sriatan di Desa Bekiring Kabupaten Ponorogo, yang diadakan dengan tujuan menepati janji kepada orang sakit. Penelitian ini akan menjelaskan awal mula Tradisi Sriatan dan wujud komparasi yang terdapat di dua wilayah kebudayaan yang berbeda. Jenis penelitian ini tergolong penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan kompratif. Tujuan penelitian ini yaitu menjelaskan awal mula Tradisi Sriatan di Desa Wonokarto dan Desa Bekiring serta wujud komparasinya. Adanya komparasi tersebut disebabkan oleh kearifan lokal yang menumbuhkan identitas suatu masyarakat. Wujud komprasinya disajikan dalam tabel perbedaan dan persamaan. Perbedaannya terletak pada tujuan, ubarampe, dan tata laku. Sedangkan persamaannya terdapat di nama tradisi, pelaku tradisi, dan kepercayaan masyarakat setempat. Kata Kunci: lokal, Mataraman, Panaragan, perbedaan, persamaan
Owah Gingsir Upacara Panggih Manten Adat Surakarta Ing Kutha Surabaya Muhammad Arif Rahmawanto; Octo Dendy Andriyanto
JOB (Jurnal Online Baradha) Vol 18 No 1 (2022)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (360.176 KB) | DOI: 10.26740/job.v18n1.p288-303

Abstract

Abstrak Pernikahan adalah salah satu hal yang sangat sakral dalam kehidupan manusia. Di jaman sekarang kemajuan teknologi dan kemajuan jaman bisa membuat hidup manusia menjadi mudah. Dari kemajuan jaman bisa membuat penyebab peregeseran budaya terutama yang berada di kota besar seperti kota Surabaya. Dalam penelitian ini akan menjelaskan tentang peregesrn budaya panggih manten adat surakata yang berada di Surabaya. Adat panggih manten Surakarta dipilih karena salah satu budaya pernikahan yang dilakukan oleh masyarakat jawa yang lebih sering dan lebih banyak digunakan adalah adat panggih manten Surakarta. Budaya panggih manten ini juga mengalami pergeseran budaya yaitu dari segi gendhing dan juga perlengkapan yang akan disajikan dalam acara panggih manten tersebut. Peregesran ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal bisa dari masyarakat itu sendiri sedangkan faktor eksternal bisa disebabkan dari akulturasi budaya, kemajuan jaman dan kemajuan teknologi menjadi salah satu penyebab terjadinya pergeseran budaya Dalam hal ini akan dijelaskan mengenai tata upacara pernikahan adat Surakarta yang mengalami sebuah pergeseran pakem. Pergeseran pakem ini didasari oleh banyak hal,salah satunya di kota Surabaya. Surabaya merupakan salah satu kota industri terbesar di Indonesia banyak sekali akulturasi budaya yang terjadi dikota ini. Dalam hal ini kota Surabaya menjadi obyek penelitian tentang pergesran budaya yaitu upacara pernikahan adat Surakarta. Banyak ditemukan pergeseran pakem yang terjadi di kota Surabaya yang dikarenakan percampuran budaya yang sudah ada sebelumnya dengan adat Surakarta dalam hal ini tentang pernikahan. Dan juga dikarenakan dengan adanya kemajuan teknologi membuat pergeseran kebudayaan itu bisa terjadi. Kata Kunci : Tradisi, Pergeseran, Pernikahan Abstrak
Kepercayaan Tradisional Masyarakat Desa Temon terhadap Air Suci Candi Tikus, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto Hudatiningsih Hudatiningsih; Octo Dendy Andriyanto
JOB (Jurnal Online Baradha) Vol 18 No 2 (2022)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (607.195 KB) | DOI: 10.26740/job.v18n2.p489-507

Abstract

Air suci di zaman Majapahit dipercaya sebagai pemandian para Dewaraja. Tetapi karena perubahan zaman, kebudayaan ini juga ikut berubah. Fokus penelitian ini yaitu prinsip dualisme kebudayaan diantaranya yaitu asal usul kebudayaan, wujud dan manfaat kebudayaan, serta perubahan kebudayaan. Tujuan penelitian untuk menjelaskan tentang bentuk kepercayaan tradisional masyarakat terhadap air suci dan memahami perubahan kebudayaan karena adanya kepercayaan ini. Metode penelitian yang digunakan yaitu kualitatif deskriptif dengan teori sosiologibudaya Simmel. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif. Yang menjadi objek utama penelitian ini adalah air suci di Candi Tikus, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Sumber data dihasilkan dari wawancara juru kunci candi Tikus dan sesepuh petani yang ada di desa Temon. Data penelitian dianalisis menggunakan cara deskriptif yang memberi penjelasan tentang hasil dari wawancara, dokumentasi, dan studi kepustakaan. Teknik keabsahan data dilakukan dengan triangulasi sumber dan teknik. Teknik analisis data dilakukan secara induktif. Hasil penelitian yaitu asal usul kepercayaan terhadap air suci dimulai dari zaman Majapahit kemudian mengalami perubahan kebudayaan di zaman sekarang. Ritual mengambil air suci juga berubah. Sebelumnya mengambil air suci dengan membawa bunga setaman, dupa, dan menyan. Tetapi karena zaman semakin berkembang ritualnya berganti dengan cukup membawa bunga telon dan cukup membaca doa kepada Tuhan. Kata Kunci : Kepercayaan tradisional, sosiologibudaya, dualisme kebudayaan
Karakter Tokoh Dasamuka dalam Pagelaran Wayang Kulit Gaya Jawa Timuran Lakon Sumantri Gugur Dalang Ki Puguh Prasetyo : (Kajian Psikologi Kepribadian Ludwig Klages) Muhammad Raffi Daffarian; Octo Dendy Andriyanto
Morfologi : Jurnal Ilmu Pendidikan, Bahasa, Sastra dan Budaya Vol. 2 No. 5 (2024): October : Morfologi : Jurnal Ilmu Pendidikan, Bahasa, Sastra dan Budaya
Publisher : Asosiasi Periset Bahasa Sastra Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61132/morfologi.v2i5.917

Abstract

This research will focus on one of the original Javanese arts in the form of East Javanese style shadow puppet performance “Sumantri Gugur” puppeteer Ki Puguh Prasetyo as oral literature. Dasamuka's journey in fighting for his love ambition for Dewi Citrawati allows researchers to know more deeply about Dasamuka's personality traits. The aim of this research is to describe the personality structure, mental problems and consequences of the actions of the Dasamuka characters. The theory used in this research is Ludwig Klages' theory of personality psychology. The method used in this research is descriptive qualitative, with video documentation of shadow puppet performance “Sumantri Gugur” puppeteer Ki Puguh Prasetyo which will be broadcast live in 2023 as the main source. The aim of using this method is to be able to present data in the form of descriptions, not in the form of numbers. Data collection was carried out using listening and transcription techniques. The results and discussion of this research are that the character Dasamuka is included in the temperament group sanguinis, with various negative desires to justify various means to fight for an ambition. In order to justify any means, the character Dasamuka will face the consequences of his own actions.
Kecemasan Tokoh Utama Dalam Novel Canthing Karya Narko Sodrun Budiman Kajian Teori Psikologi Sastra Sigmund Freud Reza Utmi Agustina; Octo Dendy Andriyanto
Morfologi : Jurnal Ilmu Pendidikan, Bahasa, Sastra dan Budaya Vol. 2 No. 5 (2024): October : Morfologi : Jurnal Ilmu Pendidikan, Bahasa, Sastra dan Budaya
Publisher : Asosiasi Periset Bahasa Sastra Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61132/morfologi.v2i5.944

Abstract

The aim of this research is to understand the form of anxiety of the character Kodar Santika in the novel Canthing by Narko Sodrun Budiman. Anxiety is a form of conflict that occurs within oneself. The inner conflict that causes anxiety in Kodar's character comes from an imbalance in the personality structure of the id, ego and superego. Anxiety was Freud's focus. The theory used in this research is Sigmud Freud's theory which focuses on Kodar's anxiety. Anxiety is a feeling of insecurity that develops when someone is faced with a danger that threatens their life because this feeling of insecurity causes anxiety. The method used in this research is a qualitative descriptive method. The data collection techniques used in this research are library study techniques, critical reading techniques, and note-taking techniques. The method used to analyze data is descriptive analysis techniques. Based on the research results, it was found that the main character's anxiety is neurotical anxiety, including fear and confusion. Anxiety is a realistic fear of objects and situations. And the ultimate moralistic fear includes regret and feelings of guilt. The anxiety experienced by Kodar's character is influenced by the economy, temptation towards women, and lack of support from the family. The anxiety felt by Kodar's character can be ended by using ego defense mechanisms in the form of denial, distraction, sublimation, rationalization.
Perubahan Jathil Obyog Di Dalam Kesenian Reyog Obyog Di Kota Ponorogo Khrisna Wahyu Aditama; Octo Dendy Andriyanto
Filosofi : Publikasi Ilmu Komunikasi, Desain, Seni Budaya Vol. 1 No. 2 (2024): Mei : Filosofi : Publikasi Ilmu Komunikasi, Desain, Seni Budaya
Publisher : Asosiasi Seni Desain dan Komunikasi Visual Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62383/filosofi.v1i2.66

Abstract

Jathil Obyog is a semi-oral folklore that is undergoing a process of change at this time. The purpose of this research is to find out the changes in Jathil Obyog in Reyog Obyog in Ponorogo City. This research is a qualitative research. There are three parts in this research, namely, the beginning of Jathil Obyog art in Ponorogo City, the change of Jathil Obyog art form in Ponorogo City, and the impact of Jathil Obyog art changes on the community. This research is a qualitative descriptive research. The data was obtained from interviews, observations and literature studies about Reyog Obyog. Data in the form of words and photos. The data is then analyzed through an intensive implementation process that is through a descriptive narrative which is then arranged in such a way and then produces the results of an in-depth analysis. The results of this research show that Jathil Obyog in the Reyog Obyog performance is a traditional performance art that comes from East Java, Indonesia and has gumathok elements. Jathil Obyog changed his mind. Starting from Dance Movements, Events, Makeup and Hair, Dance Properties, as well as Songs and Dances. For the general public, the intensity of Pagelaran Reyog Obyog is increasing, the public's interest in the art of Jathil Obyog is increasing, content creators are developing, and can develop and advance the UMKMe of the community. The intensity of the Reyog Obyog performance has a direct impact on the interests of the community.
Inferioritas Tokoh dalam Novel Prasetyane Wanita Karya Tulus Setiyadi: Kajian Psikologi Individual Alfred Adler Lailiyatul Fauziyah; Octo Dendy Andriyanto
Jurnal Bima : Pusat Publikasi Ilmu Pendidikan bahasa dan Sastra Vol. 2 No. 4 (2024): Desember : Jurnal Bima : Pusat Publikasi Ilmu Pendidikan bahasa dan Sastra
Publisher : Asosiasi Riset Ilmu Pendidikan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61132/bima.v2i4.1344

Abstract

Inferiority is a feeling that arises in a person, characterized by feelings of weakness and being lower than others due to certain imperfect circumstances in social life. A person with low social interest and an abnormal lifestyle often experiences feelings of inferiority or low self-esteem. The author examines the personalities of characters experiencing inferiority in the novel Prasetyane Wanita by Tulus Setiyadi, published in 2020. The objectives of this study are (1) to explain the manifestations of the characters' inferiority. This research is a qualitative study using a descriptive qualitative method to describe the manifestations of inferiority with the aim of understanding the psychological meanings of the characters. The literary psychology theory used is Alfred Adler's individual psychology theory, which aligns with the research on the inferiority feelings experienced by individuals and the efforts they make to become superior. The data source for this research is the novel "Prasetyane Wanita," with data including character dialogues, words, sentences, and behaviors of characters who feel inferior. Data collection techniques involve library research, consisting of four stages: reading, noting, collecting data, and sorting data. Data analysis includes three stages: data reduction, data explanation, and conclusion. The findings of this research indicate that the manifestations of inferiority in the characters include frustration, sadness, insecurity, and anxiety.
Tradhisi Pethik Laut di Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi Kajian Folklor Lenny Ayu Rahmawati; Octo Dendy Andriyanto
Morfologi : Jurnal Ilmu Pendidikan, Bahasa, Sastra dan Budaya Vol. 3 No. 3 (2025): June : Morfologi : Jurnal Ilmu Pendidikan, Bahasa, Sastra dan Budaya
Publisher : Asosiasi Periset Bahasa Sastra Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61132/morfologi.v3i3.1706

Abstract

Tradition is a form of ancestral heritage that is still preserved today. Traditions are related to beliefs that have certain goals. The author researched the sea pethik tradition held in Muncar District, Banyuwangi Regency. The Sea Picking tradition is a tradition held by the fishing community of Muncar District on the 15th of the month of Muharram or the month of Sura. The Sea Picking Tradition in Muncar District, Banyuwangi Regency has become a form of gratitude to God. God gives safety and sustenance, in the form of fish which are useful for the lives of the fishermen of the Muncar community. The aim of the author in conducting this research is several things, such as explaining the beginning, all the activities, tools and materials, the meaning of the tools and materials, the function and benefits of the Petik Laut tradition in Muncar District, Banyuwangi Regency. The author conducted this research using qualitative research. Because qualitative data is data in the form of words, schemes and images. In this research, the data method used is descriptive qualitative data. So that the data taken and processed from the data source is transformed into described qualitative data. The author uses folklore theory for research, namely folklore theory originating from Danandjaja (1984:1-2). Folklore theory is a number of cultures that are collective, spread and passed down from generation to generation, traditionally and have different versions. The data sources in this research come from interviews and observations. So as to produce research that is in accordance with the aim of carrying out research on the sea picking tradition in Muncar District, Banyuwangi Regency.