Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

Pengalihan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (Bphtb) Dari Pajak Pusat Menjadi Pajak Daerah Sebagai Upaya Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (Pad) Rini Irianti Sundary
Aktualita : Jurnal Hukum Volume 1 No. 1 (Juni) 2018
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (232.889 KB) | DOI: 10.29313/aktualita.v1i1.3723

Abstract

Pengaturan kewenangan perpajakan dan retribusi yang ada saat ini kurang mendukung pelaksanaan otonomi Daerah. Pemberian kewenangan yang semakin besar kepada Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat seharusnya diikuti dengan pemberian kewenangan yang besar pula dalam perpajakan dan retribusi. Berdasarkan Pasal 180 angka (6) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi, pemerintah daerah dapat memungut BPHTB dengan syarat menerbitkan peraturan daerah yang berkaitan mengenai itu. Permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini yaitu pengalihan BPHTB dari pajak pusat menjadi pajak daerah dalam hubungannya dengan prinsip-prinsip umum perpajakan daerah. Dan sejauhmana pemungutan BPHTB sebagai pajak daerah dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa penetapan BPHTB sebagai pajak daerah akan meningkatkan pendapatan yang bersumber dari daerah itu sendiri (Pendapatan Asli Daerah) Hal ini berbeda dengan penerimaan BPHTB sebagai pajak pusat, meskipun pendapatan BPHTB kemudian diserahkan kepada daerah, penerimaan ini tidak dimasukkan ke dalam kelompok pendapatan asli daerah, melainkan sebagai dana perimbangan (dana bagi hasil). BHPTB sebagai pajak daerah juga dapat meningkatkan akuntabilitas daerah (local accountability). Dengan menetapkan BPHTB sebagai pajak daerah, maka kebijakan BPHTB ditetapkan oleh daerah dan disesuaikan dengan kondisi, dan tujuan pembangunan daerah.
Praktik Politik Uang dalam Pemilihan Kepala Desa Dihubungkan dengan Asas Jujur dan Adil dalam Pemilihan Umum Malsal Jajuli Haerudin Hermawan; Rini Irianti Sundary
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 2 No. 2 (2022): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (54.564 KB) | DOI: 10.29313/bcsls.v2i2.2556

Abstract

Abstract. The Village Head Election is a direct election of the village head by local villagers and appointed by the Regent/Mayor. The existence of this village head election as a form of a democratic party as well as a new hope and motivation for the village community, especially the village of Curug Agung. Pilkades in Curug Agung Village is expected to produce village head candidates who care about the people so that they can make a major contribution to the progress of the village. However, in village-level democracy, it is undeniable that there are indications of political violations, namely money politics. So the author conducted a study entitled "The Practice of Money Politics in Village Head Elections Is Linked to Honest and Fair Principles in General Elections (Case Study in Curugagung Village, Sagalaherang District, Subang Regency)". This research is a type of qualitative research with a case study approach. The research specification uses descriptive analysis with data collection techniques using observation and interview methods, while the author's analytical method uses descriptive analysis. The results of this study indicate that the Pilkades of Curug Agung Village indicated a violation of money politics. These violations were caused by the low level of public knowledge about politics and the lack of clarity regarding the legal umbrella specifically regulating the prohibition of money politics in the Pilkades. In addition, the application of administrative legal sanctions is hampered by legal evidence of money politics and people who know about money politics practices are not willing to testify and report it. Abstrak. Pemilihan Kepala Desa merupakan suatu pemilihan kepala desa secara langsung oleh warga desa setempat dan dilantik oleh Bupati/Walikota. Adanya pemilihan kepala desa ini sebagai wujud pesta demokrasi sekaligus menjadi harapan dan motivasi baru bagi masyarakat desa terkhusus Desa Curug Agung. Pilkades di Desa Curug Agung diharapkan dapat menghasilkan calon kepala desa yang peduli kepada rakyat agar dapat memberikan kontribusi besar bagi kemajuan desa. Tetapi dalam demokrasi tingkat desa juga tidak dapat dipungkiri terindikasi terjadi pelanggaran politik yaitu politik uang. Maka penulis melakukan penelitian dengan berjudul “Praktik Politik Uang Dalam Pemilihan Kepala Desa Dihubungkan Dengan Asas Jujur Dan Adil Dalam Pemilihan Umum (Studi Kasus Di Desa Curugagung Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang)”. Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif dengan metode pendekatan studi kasus. Spesifikasi penelitian menggunakan deskriptif analisis dengan teknik pengumpulan data menggunakan metode observasi dan wawancara, sedangkan metode analisis penulis menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Pilkades Desa Curug Agung terindikasi terjadi pelanggaran politik uang. Pelanggaran tersebut disebabkan oleh rendahnya pengetahuan masyarakat tentang politik dan tidak adanya kejelasan mengenai payung hukum yang khusus mengatur larang politik uang dalam Pilkades. Ditambah penerapan sanksi secara hukum administrasi terkendala oleh pembuktian hukum politik uang dan orang yang mengetahui adanya praktik politik uang tidak bersedia bersaksi dan melaporkannya.
Pemberian Upah terhadap Pekerja yang di Rumahkan di Masa Covid-19 Dihubungkan dengan SE Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/3/HK.04/III/2020 Tahun 2020 dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19 Alwi Hilmani Amin; Rini Irianti Sundary
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 2 No. 2 (2022): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (52.218 KB) | DOI: 10.29313/bcsls.v2i2.2595

Abstract

Abstract. During the Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) pandemic, there were a lot of job terminations (PHKs) and employees were also laid off. In the event that many employees were laid off during the Covid-19 pandemic, of course, it caused new problems related to wages that were not paid by the company. This incident occurred in one of the PT. X Kota Jakarta which is engaged in the production of textiles and garments. The research method used is normative juridical, namely an approach based on the main legal basis by examining theories, concepts, legal principles and laws and regulations related to this research with descriptive analytical research specifications. Sources of primary and secondary legal data are based on statutory regulations as well as books related to the protection of wage rights and to fulfill secondary data, interview sessions with related parties are conducted. The tertiary legal material in this study relates to the protection of the wage rights of laid-off workers. The data analysis used is qualitative data analysis. Based on the results of this study, it can be concluded that workers who were laid off during the COVID-19 period at PT. X Kota Jakarta have not received protection from the company and also the government regarding wages that should be received by workers, this is not in accordance with the provisions of the Minister of Manpower Decree No. 3 of 2020 concerning Protection of Workers/Labourers and Business Continuity in the Context of Preventing and Overcoming Covid-19. In this incident, the Government should also carry out supervision in accordance with the SOP and also take firm action against the company that pays the wages to the laid-off workers. Abstrak. Pada masa pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), banyak sekali perstiwa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan juga dirumahkannya karyawan. Pada peristiwa banyaknya karyawan yang dirumahkan pada masa pandemic Covid-19 Ini , tentunya menimbulkan permasalah baru terkait upah yang tidak dibayarkan oleh perusahaan. Persitiwa ini terjadi di salah satu PT. X Kota Jakarta yang bergerak dalam bidang produksi tekstil dan garment. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu pendekatan yang dilakukan berdasarkan dasar hukum utama dengan metode menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Sumber data hukum primer dan sekunder berdasarkan peraturan perundang-undangan serta buku-buku yang berkaitan dengan perlindungan hak upah dan untuk memenuhi data sekunder maka dilakukan sesi wawancara terhadap pihak terkait. Bahan hukum tersier dalam penelitian ini berhubungan dengan perlindungan hak upah pekerja yang dirumahkan. Dengan analisis data yang digunakan yaitu analisis data kualitatif. Berdasarkan hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pekerja yang dirumahkan di masa covid-19 di PT.X Kota Jakarta belum mendapatkan perlindungan dari pihak perusahaan dan juga pihak pemerintah terkait upah yang seharusnya diterima oleh para pekerja, hal ini tidak sesuai dengan ketentuan SE Menaker No.3 tahun 2020 tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penganggulangan Covid-19. Dalam peristiwa ini, Pemerintah pun seharusnya melakukan pengawasan sesuai dengan SOP dan juga menindak secara tegas perusahaan yang menunaikan pemberian upah kepada pekerja yang dirumahkan tersebut.
Perlindungan Hukum terhadap Hak Calon Pekerja dalam Masa Percobaan Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan J.O Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri Nur Aulia Maharani; Rini Irianti Sundary
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 2 No. 2 (2022): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (56.669 KB) | DOI: 10.29313/bcsls.v2i2.2602

Abstract

Abstract.The working relationship between workers and employers does not always run smoothly so disputes can occur in terms of the implementation of rights and obligations between workers and the company. An interesting phenomenon to be discussed regarding workers on probation in this study is motivated by companies that do not carry out their obligations properly in fulfilling labor rights, namely giving pocket money that is not under the workload given and is not under the agreement offered by the company. regarding Workers on probation as regulated in Law No. 13 of 2003 concerning Employment J.O. Regulation of the Minister of Manpower No. 6 of 2020 concerning Implementation of Domestic Apprenticeships. This study aims to find out the reasons why workers on probation are used as cheap labor with the same workload as permanent workers as well as legal protection for the rights of prospective workers on probation at PT X in terms of the law. This research method is normative juridical using descriptive analysis research specifications. This data collection technique is through a literature study using secondary data sources consisting of primary, secondary, and tertiary legal materials. This data analytical method is qualitative. Based on the results of this study, it can be concluded that the legal protection for PT X Startup workers during the probationary period is given an allowance that is not under the workload and also not under the agreement offered by the company. Legal protection and responsibility at PT X Startup are also not optimal. The impact is the high number of cases of exploitation of workers on probation. Abstrak. Hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha tidak selalu berjalan lancar sehingga memungkinkan terjadi perselisihan dalam hal pelaksanaan hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan. Fenomena yang menarik untuk dibahas terkait pekerja dalam masa percobaan dalam penelitian ini, yaitu dilatarbelakangi oleh perusahaan yang tidak melaksanakan kewajibannya dengan benar dalam memenuhi hak pakerja yaitu memberi uang saku tidak sesuai dengan beban kerja yang diberikan dan tidak sesuai dengan kesepakatan yang ditawarkan oleh perusahaan, aturan mengenai Pekerja dalam masa percobaan yang diatur dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan J.O Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.6 Tahun 2020 Tentang Penyeleggaraan Pemagangan Di Dalam Negeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan Pekerja dalam masa percobaan dijadikan sebagai tenaga kerja murah dengan beban kerja yang sama dengan pekerja tetap juga perlindungan hukum terhadap hak calon pekerja dalam masa percobaan di PT X ditinjau dari Undang-Undang tersebu. Metode Penelitian ini adalah yuridis normatif dengan menggunakan spesifikasi penelitian deskritif analisis. Teknik pengumpulan data ini melalui studi kepustakaan dengan menggunakan sumber data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Metode analitis data ini adalah metode kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum di PT X Startup pekerja dalam masa percobaan diberikan uang saku yang tidak sesuai dengan beban kerja dan juga tidak sesuai dengan kesepakatan yang ditawarkan oleh perusahaan. Perlindungan hukum dan tanggung jawab di PT X Startup juga tidak maksimal. Dampaknya adalah tingginya kasus eksploitasi terhadap pekerja dalam masa percobaan.
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang Disebabkan oleh Hak Atas Upah di PT. Kalindo Etam Dihubungkan dengan Undang-Undang No 2 Tahun 2004 Alifvio Bramandika Karindra; Rini Irianti Sundary
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 2 No. 2 (2022): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (48.451 KB) | DOI: 10.29313/bcsls.v2i2.2691

Abstract

Abstract. Industrial Relations Disputes are differences of opinion that make conflicts between employers or employers' combinations with workers / workers or trade unions / trade unions because of disputes over rights, disputes of interest, disputes over termination of employment and discharge between workers / trade unions in one rush. Disputes in industrial relations are often the case in the business world. Industrial relations disputes according to Law No. 2 of 2004 ( PPHI Law ) i are differences of opinion that result in conflict between employers or the combined employers with workers / workers or trade unions / trade unions. Related to the case of disputes over the right to wages experienced by environmental safety workers at PT. Kalindo Etam based on the decision of MA No. 67 / Ps.Sus.-PHI / 2019 / PN Samarinda ( layoffs ), seharus workers get a greater or minimum amount equal to the amount as governed by the provisions below. Based on the disconnected phenomenon, the problems in this study were formulated as follows ( 1 )What is the background of disputes between workers and employers at PT. Kalindo Etam is linked to Law No. 2 of 2004 ? ( 2 )How was the Supreme Court's ruling in securing a case at PT. Kalindo Etam is linked to Law No. 2 of 2004 ? This research is a normative juridical use, an approach that is led by the main law by examining theories, concepts, the principle of law and legislation relating to this study with research specifications namely analytical descriptives. Primary and secondary legal material source data based on statutory regulations and books relating to the analysis data used, namely analysis qualitative data. A knot that is based on the results of research into the resolution of industrial relations disputes due to disputes over the right to wages between PT. Kalindo Etam with workers, namely by using settlement in Bipatrit and Mediation in accordance with the provisions of Law Number 2 of 2004, which then did not reach the flapping and. Which resulted in the filing of a lawsuit to the Industrial Relations Court. Abstrak. Perselisihan dalam hubungan industrial merupakan hal yang kerap terjadi di dunia usaha. Perselisihan hubungan industrial menurut UU No. 2 Tahun 2004 (UU PPHI) ialah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh. Terkait dengan kasus perselisihan hak atas upah yang dialami pekerja keamanan lingkungan di PT. Kalindo Etam berdasarkan putusan MA No 67/Pdt.Sus.-PHI/2019/ PN Samarinda (PHK), pekerja seharus mendapatkan jumlah yang lebih besar atau minimal sama jumlahnya sebagaimana diatur oleh ketentuan yang berlaku. Berdasarkan fenomena tersebut,maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut (1) Bagaimana latar belakang terjadinya perselisihan antara pekerja dan pengusaha di PT. Kalindo Etam dihubungkan dengan UU No. 2 Tahun 2004 ? (2) Bagaimana putusan Mahkamah Agung dalam menyelsaikan kasus di PT. Kalindo Etam dihubungkan dengan UU No. 2 Tahun 2004 ?. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini dengan spesifikasi penelitian yaitu deskriptif analitis. Sumber data bahan hukum primer dan sekunder berdasarkan peraturan perundang-undangan serta buku-buku yang berkaitan dengan hak atas upah dengan analisis data yang digunakan yaitu analisis data kualitatif. Simpulan bahwa berdasarkan hasil penelitian penyelesaian perselisihan hubungan industrial karena perselisihan hak atas upah diantara PT. Kalindo Etam dengan pekerja yaitu dengan menggunakan penyelesaian perselisihan secara Bipatrit dan Mediasi sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, yang kemudian tidak mencapai kesepakatan diantara kedua pihak. Yang mengakibatkan pengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.
Penerapan Hak Cuti bagi Pekerja Perempuan Pasca Keguguran berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Dihubungkan dengan Hak Atas Kesehatan Annisa Azzahra; Rini Irianti Sundary
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 2 No. 1 (2022): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (155.173 KB) | DOI: 10.29313/bcsls.v2i1.1222

Abstract

Abstract. Workers' leave rights are rights for workers/ laborers which can be interpreted as temporary or certain absences which are accompanied by information from workers/ laborers. Leave rights are granted by employers or employers to workers as regulated in Law Number 13 of 2003 concerning Manpower. The purpose of leave rights granted by employers is to provide opportunities for workers to rest in order to ensure their physical and spiritual health. Workers' health is regulated in Article 23 of Law Number 23 of 1992 concerning Health which emphasizes the importance of occupational health so that every worker can work healthily without endangering himself and the community around him and producing optimal results. The research method used is normative juridical, namely conducting an inventory of positive laws regarding employment. The type of research used is qualitative research, namely data collection with the intention of interpreting the application of post-miscarriage leave rights to female workers in practice. The specification of the research used is descriptive analysis, which focuses on the application of women workers' leave rights which are related to the right to health. The purpose of this study was to determine the application of leave rights for women workers after miscarriage and the enforcement of sanctions for companies that do not provide women workers with leave rights after miscarriages in terms of Law Number 13 of 2003 concerning Manpower associated with the Right to Health as part of Human Rights. The results showed that the application of post-abortion leave rights as regulated in the applicable laws and company regulations still did not provide post-miscarriage leave rights to their employees. This was done because the company did not want to lose money and was too concerned about investment. So that the rights of women workers are ignored. Abstrak. Hak cuti pekerja adalah hak bagi pekerja/buruh yang dapat diartikan sebagai ketidakhadiran sementara atau tertentu yang disertakan dengan keterangan dari pekerja/buruh. Hak cuti diberikan oleh pemberi kerja atau pengusaha kepada pekerja sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Tujuan hak cuti yang diberikan oleh pengusaha adalah untuk memberikan kesempatan kepada pekerja untuk beristirahat dalam rangka menjamin Kesehatan jasmani dan rohaninya. Kesehatan pekerja diatur dalam Pasal 23 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang menekankan pentingnya Kesehatan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya dan masyarakat disekelilingnya dan menghasilkan hasil yang optimal. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu melakukan inventarisasi hukum positif tentang ketenagakerjaan. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yaitu pengumpulan data dengan maksud menafsirkan penerapan hak cuti pasca keguguran terhadap pekerja perempuan dalam praktik. Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis, yaitu memusatkan perhatian kepada penerapan hak cuti pekerja perempuan yang dihubungkan dengan hak atas Kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan hak cuti pekerja perempuan pasca keguguran dan penegakan sanksi bagi perusahaan yang tidak memberikan hak cuti pekerja perempuan pasca keguguran ditinjau dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dihubungkan dengan Hak Atas Kesehatan sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia. Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan hak cuti pasca keguguran sebagaimana diatur dalam Undang-undang yang berlaku maupun Peraturan Perusahaan masih ada yang belum memberikan hak cuti pasca keguguran kepada pekerjanya. Hal tersebut dilakukan karena perusahaan tidak mau merugi dan terlalu mementingkan soal investasi. Sehingga hak pekerja perempuan diabaikan begitu saja.
Perlindungan Hukum terhadap Pekerja Outsourcing yang Bekerja berdasarkan PKWT menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Suci Setiawati; Rini Irianti Sundary
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 2 No. 1 (2022): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (168.252 KB) | DOI: 10.29313/bcsls.v2i1.2245

Abstract

Abstract. Legal protection for workers is very important in ensuring the welfare of workers, especially legal protection for outsourcing workers. This is because the outsourcing practice that has taken place has not guaranteed legal protection for outsourcing workers, especially in the implementation of work agreements. Employment agreements for outsourcing workers are stated in the form of PKWT and PKWTT. Companies often misinterpret that making work agreements for outsourcing workers always uses the form of PKWT. Then, in making a work agreement, the company providing labor has not yet implemented it based on Law no. 11 of 2020 concerning Job Creation. It can be seen that legal protection for outsourcing workers is still not guaranteed all their rights. The purpose of this research is to find out the legal protection for the outsourcing workers who work based on PKWT and to find out the government's guarantee for outsourcing workers who work under PKWT when the working period ends.This research was conducted with a normative juridical legal research method using descriptive analysis research specifications. Data sources and data collection techniques used were library research with primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials; namely in the form of field research, legislation, textbooks, articles, and the internet.Based on the study results, legal protection for outsourcing workers who work based on PKWT is not in accordance with the applicable rules, namely regarding the implementation of work agreements according to Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation. Abstrak. Perlindungan Hukum bagi para pekerja merupakan hal yang sangat penting dalam rangka menjamin kesejahteraan para pekerja, terlebih lagi perlindungan hukum terhadap pekerja outsourcing. Dikarenakan dalam praktik outsourcing yang telah berlangsung masih belum menjamin perlindungan hukum para pekerja outsourcing, terutama dalam pelaksanaan perjanjian kerja. Perjanjian kerja bagi para pekerja outsourcing dituangkan dalam bentuk perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) perusahaan seringkali salah mengartikan bahwa pembuatan perjanjian kerja bagi pekerja outsourcing selalu menggunakan PKWT. Kemudian, dalam pembuatan perjanjian kerja, perusahaan penyedia tenaga kerja masih belum melaksanakannya berdasarkan Undang-Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dapat terlihat bahwa, perlindungan hukum terhadap pekerja outsourcing masih belum terjamin segala hak-hak nya. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pekerja outsourcing yang bekerja berdasarkan PKWT dan untuk mengetahui jaminan dari pemerintah bagi pekerja outsourcing yang bekerja berdasarkan PKWT Ketika masa kerja berakhir. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian hukum yuridis normatif dengan menggunakan spesifikasi penelitian deskriptif analisis, sumber data dan Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan dengan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Yaitu berupa penelitian di lapangan, Peraturan Perundang-Undangan, buku teks, artikel dan internet. Berdasarkan hasil penelitian bahwa, perlindungan hukum bagi pekerja outsourcing yang bekerja berdasarkan PKWT tidak sesuai dengan aturan yang berlaku yaitu mengenai pelaksanaan perjanjian kerja menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja
Penegakan Hukum Terhadap Intimidasi oleh Oknum Penegak Hukum Terhadap Pekerja Pers Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers Mohammad Rafli Kusumah; Rini Irianti Sundary
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 3 No. 1 (2023): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsls.v3i1.4995

Abstract

Abstract. Many acts of intimidation against press workers have been carried out, one of which is by unscrupulous law enforcement officers and received law enforcement against these actions in court. This law enforcement is expected to be able to be an antidote to the many acts of intimidation against press workers by law enforcers. There are many laws regarding the rights and obligations of press workers to provide legal protection and law enforcement against violations, but in practice law enforcement regarding intimidation of press workers by law enforcement is considered ineffective because the implementation of these laws is not fully implemented. This research has two formulations of the problem, namely how is law enforcement against law enforcement officers who intimidate press workers in terms of Law Number 40 of 1999 concerning the Press and what is the legal protection for press workers related to intimidation by law enforcers in carrying out the press profession. This study uses a normative juridical approach method, descriptive analysis research specifications, data collection techniques consisting of literature studies, and qualitative juridical data analysis methods. provisions for only using administrative sanctions in the Professional Code of Ethics and not recognizing general criminal sanctions as stated in Law Number 40 of 1999 concerning the Press. Abstrak. Tindak intimiasi terhadap pekerja pers telah banyak dilakukan salah satunya oleh oknum aparat penegak hukum dan mendapat penegakan hukum terhadap tindakan tersebut di dalam sidang. Penegakan hukum ini diharapkan mampu menjadi penangkal terhadap banyaknya tindakan intimidasi terhadap pekerja pers oleh penegak hukum. Banyak Undang-undang mengenai hak dan kewajiban pekerja pers untuk memberikan perlindungan hukum dan penegakan hukum terhadap pelanggaran tetapi dalam praktiknya penegakan hukum terkait intimidasi pekerja pers oleh penegakan hukum dinilai tidak efektif karena terhadap pelaksanaan undang-undang tersebut tidak diterapkan sepenuhnya. Penelitian ini memiliki dua rumusan masalah yaitu bagaimana penegakan hukum terdahap oknum penegak hukum yang melakukan intimidasi terhadap pekerja pers ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers dan seperti apa perlindungan hukum terhadap pekerja pers terkait intimidasi oleh oknum penegak hukum dalam menjalankan profesi pers. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, spesifikasi penelitian deskriptif analisis, teknik pengumpulan data yang terdiri dari studi kepustakaan, dan metode analisis data yuridis kualitatif.Hasil dari penelitian ini peneliti menemukan kesimpulan bahwa dalam memberikan sanksi kepada penegak hukum terkait intimidasi pekerja pers belum sesuai dengan ketentuan karena hanya menggunakan sanksi administrative dalam Kode Etik Profesi dan tidak dikenalan sanksi pidana umum seperti yang dicantum dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Penegakan Hukum terhadap Bangunan di Wilayah Pesisir Pantai Batukaras Kabupaten Pangandaran Dihubungkan dengan Kearifan Lokal Fauzan Zaman Ismail; Rini Irianti Sundary; Fabian Fadhly Jambak
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 4 No. 1 (2024): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsls.v4i1.9953

Abstract

Abstrak- Wilayah pesisir pantai merupakan wilayah yang rentan terhadap perubahan, baik perubahan tersebut yang disebabkan oleh alam itu sendiri maupun oleh perbuatan manusia, oleh sebab itu wilayah pesisir perlu dilindungi agar tidak dicemari oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Kabupaten Pangadaran merupakan salah satu Kabupaten di Indonesia yang memiliki banyak kawasan pantai karena Kabupaten Pangandaran terletak di wilayah pesisir pantai selatan Jawa Barat, salah satu pantai di Kabupaten Pangandaran adalah Pantai Batukaras dan pada kenyataanya terdapat beberapa bangunan yang berdiri di wilayah pesisir pantai dan dalam skripsi ini mencoba melihat fenomena tersebut menggunakan Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang dihubungkan dengan Kearifan Lokal. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Undang-Undang No.1 Tahun 2014 tetap mengakui dan menghormati masyakat hukum adat yang bermukim di wilayah pesisir pantai dan memberikan wewenang sepenuhnya kepada masyarakat adat di Desa Batukaras dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Dari sisi Pemerintah Kabupaten Pangandaran kurang memberikan sosialisasi terhadap masyarakat yang membangun di wilaya pesisir pantai. Dan di sisi masyarakat harus sadar bahwa mendirikan bangunan di wilayah pesisir pantai sangat berbahaya bagi keselematan dan dapat merusak lingkungan di wilayah pesisir pantai. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Sumber data yang digunakan adalah sumber primer dan sekunder. Metode pengumpulan data dengan teknik wawancara dengan beberapa orang yang dianggap relevan dalam penelitian ini, dokumentasi, dan observasi langsung. Metode analisis data yang digunakan pada penelitianini menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Abstract- Coastal areas are areas that are vulnerable to change, both those changes caused by nature itself and by human actions, therefore coastal areas need to be protected so as not to be polluted by irresponsible people. Pangadaran Regency is one of the regencies in Indonesia that has many coastal areas because Pangandaran Regency is located in the southern coastal area of West Java, one of the beaches in Pangandaran Regency is Batukaras Beach and in fact there are several buildings that stand in the coastal area and in this thesis try to see the phenomenon using Law No. 1 of 2014 concerning the Management of Coastal Areas and Small Islands associated with Local Wisdom. The results of this study show that Law No. 1 of 2014 still recognizes and respects customary law communities living in coastal areas and gives full authority to indigenous peoples in Batukaras Village in the use of coastal areas and small islands. From the side of the Pangandaran Regency Government, it does not provide socialization to people who build in coastal areas. And on the community side, they must be aware that erecting buildings in coastal areas is very dangerous for safety and can damage the environment in coastal areas. This research uses empirical legal research methods using a qualitative descriptive approach. The data sources used are primary and secondary sources. Data collection methods with interview techniques with several people considered relevant in this study, documentation, and direct observation. The data analysis method used in this study uses qualitative descriptive analysis.
Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja (Phk) Secara Sepihak di PT X di Hubungkan dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Gia Yulio Subianto; Rini Irianti Sundary
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 4 No. 1 (2024): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsls.v4i1.11671

Abstract

ABSTRAK- PHK merupakan suatu hal yang sangat menakutkan teruntuk pekerja/buruh itu sendiri karena dapat hilangnya suatu mata pencahariannya sehingga akan menimbulkan kehilangan penghasilan untuk kehidupan sehari-harinya. Ketentuan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh yang ingin penulis kaji dalam skripsi adalah PHK karena pelanggaran berat. Terkait pelanggaran berat sendiri itu sudah diatur di dalam Pasal 158 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan namun sudah dilakukan uji materiil oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui surat Putusan Nomor 012/PUU-I/2023 sehingga pada Pasal 158 sudah tidak memiliki kekuatan hukum yang tetap (inkracht). Metode penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif dan data yang digunakan adalah data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier yang dikumpulkan melalui studi pustaka. Analisis penilitian ini dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian ini, Pekerja yang berinisial IG sebagai pekerja telah melakukan pelanggaran berat dengan memalsukan surat/dokumen palsu sehingga pengusaha memutuskan untuk mengakhiri hubungan kerja. Mengenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena kesalahan berat telah tercantum dalam Pasal 158 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Dalam pemenuhan hak yang wajib dilakukan oleh pengusaha terhadap pekerja yang mengalami PHK, pekerja tetap harus mendapatkan hak-haknya yang telah diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Terkait Hak pekerja yang telah mengalami PHK oleh pengusaha maka pengusaha tersebut tetap harus memberikan hak-haknya terhadap pekerja, karena pengaturan pemutusan hubungan kerja dan pemberian hak pesangon telah diatur dengan jelas pengaturannya dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Namun masih banyak perusahaan yang belum memenuhi hak-hak pekerja yang sesuai dengan peraturan perundangan-undangan dan perjanjian kerja tersebut, khususnya dalam hal pemutusan hubungan kerja. Abstract. In the scope of Manpower, there are often Termination of Employment (PHK). Basically, layoffs are a very scary thing for workers / workers themselves because it can lose a livelihood so that it will cause loss of income for their daily lives. The provision for termination of employment of workers / workers who want to be reviewed in the thesis is layoff due to serious violations. Regarding serious violations themselves, it has been regulated in Article 158 of Law No. 13 of 2003 concerning Manpower, but a material test has been carried out by the Constitutional Court (MK) through Decision Number 012 / PUU-I / 2023 so that Article 158 has no permanent legal force (inkracht). In fulfilling the rights that must be carried out by employers to workers who experience layoffs, workers must still get their rights that have been regulated in the Manpower Law. Regarding the rights of workers who have experienced layoffs by employers, these employers still have to give their rights to workers, because the arrangements for termination of employment and the granting of severance rights have been clearly regulated in the Manpower Law.In this study researchers use qualitative methods and the data used are secondary data which include primary legal materials, secondary legal materials, Tertiary legal materials collected through literature study. This research analysis was carried out qualitatively.