Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

PENILAIAN KESIAPAN MALUKU SEBAGAI LUMBUNG IKAN NASIONAL Siti Hajar Suryawati; Tajerin Tajerin
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 10, No 1 (2015): Juni (2015)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1688.678 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v10i1.1244

Abstract

Maluku merupakan propinsi kepulauan dengan potensi sumberdaya perikanan tangkap yang besar. Potensi tersebut meliputi kelompok jenis ikan pelagis besar seperti tuna dan cakalang, pelagis kecil, demersal, udang, cumi-cumi dan ikan karang. Hal tersebut mendorong pemerintah menjadikan wilayah Maluku menjadi lumbung ikan nasional (M-LIN). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis status kesiapan Maluku sebagai lumbung ikan nasional. Metode analisis yang digunakan adalah Multi Dimensional Scaling (MDS) dala bentuk RAP-MLIN (Rapid Appraisal for Maluku as ‘Lumbung Ikan Nasional’) yang merupakan modifikasi dari software RAPFISH (Rapid Appraisal for Fisheries). Hasil analisisnya dinyatakan dalam bentuk indeks dan kesiapan program tersebut. Analisis leverage dan Monte-Carlo digunakan untuk mengetahui faktor pengungkit yang merupakan atribut-atribut yang sensitif terhadap indeks dan status kesiapan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dimensi ekologi statusnya cukup siap (50,33%), dimensi ekonomi cukup siap (67,62%), dimensi sosial siap (92,37%), dimensi teknologi siap (99,90%), dimensi infrastruktur cukup siap (70,56%), dan dimensi kelembagaan dan kebijakan siap (86,26%). Dari 47 atribut yang dianalisis, terdapat 18 atribut yang merupakan faktor pengungkit terhadap indeks dan status kesiapan, sehingga perlu dilakukan upaya perbaikan atau intervensi terhadap atribut-atribut tersebut. Dengan melakukan intervensi terhadap 18 faktor tersebut diharapkan dapat meningkatkan status kesiapan Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional ke tingkat yang lebih siap.(Evaluation of Readiness for Maluku as “Lumbung Ikan Nasional”)Maluku is an archipilagic province with large potential for fisheries resources including pelagic groups such as tuna and skipjack tuna, small pelagic, demersal, shrimp, squid and reef fish. This situation encourages the government to establish Maluku as “Lumbung Ikan Nasional (M-LIN)”. This study aimed to analyze the status of readiness of Maluku as “Lumbung Ikan Nasional”. Analytical method was used Multi Dimensional Scaling (MDS) which is so called RAP-MLIN (Rapid Appraisal for Maluku as Lumbung Ikan Nasional) which is a modification of the software RAPFISH (Rapid Appraisal for Fisheries). Analysis results expressed in terms of index and status of program readiness. Leverage and Monte Carlo analysis was used to determine attributes that are sensitive to the index and readiness status. Results showed that the ecological dimension was quite ready status (50.33%), the economic dimension was quite ready (67.62%), the social dimension ready (92.37%), the dimensions of the technology is ready (99.90%), the dimensions of the infrastructure was quite ready (70.56%), and the institutional and policy dimensions were ready (86.26%). Of the 47 attributes to be analyzed, there were 18 attributes enter during to factor of the index and the readiness status of the project, so that improvement and precise intervention can be made. With those intervention the implementation of Maluku as ‘Lumbung Ikan Nasional’ can be ensured.
ANALISIS PERANAN SEKTOR PERIKANAN DALAM MENDUKUNG PROGRAM MINAPOLITAN DI PROVINSI GORONTALO: MODEL INPUT-OUTPUT Taslim Arifin; Siti Hajar Suryawati
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 8, No 2 (2013): DESEMBER (2013)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (604.406 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v8i2.5667

Abstract

Integrasi ekonomi yang menyeluruh dan berkesinambungan di antar semua sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi. Data sekunder berupa tabel inputoutput Propinsi Gorontalo tahun 2011digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menganalisis peran sektor perikanan dan keterkaitan kedepan serta kebelakang (forward and backward linkage) dalam perekonomian wilayah; dan (2) Mengetahui indeks daya penyebaran dan indeks derajat kepekaan pada kegiatan sektor perikanan. Metode analisis deskriptif, analisis keterkaitan, dan analisis daya penyebaran serta derajat kepekaan digunakan dalam penelitian ini. Hasil kajian menggambarkan bahwa sektor perikanan budidaya penyebarannya hampir merata, dengan jumlah permintaan seluruhnya mencapai Rp. 0,373 trilyun. Dari sisi penawaran menunjukkan bahwa wilayah pesisir Provinsi Gorontalo mampu berperan menyediakan produksi perikanan sebesar Rp. 0,280 trilyun (75,03%) dari seluruh penawaran/penyediaan produk, kekurangannya yakni sebesar Rp. 36.061 juta (9,65%) harus dipasok dari luar Provinsi Gorontalo. Permintaan akhir sektor perikanan paling banyak digunakan untuk konsumsi rumahtangga dan ekspor yaitu masing-masing sebesar 58,49%, dan 5,95%. Kontribusi sektor perikanan memberikan nilai input primer yang relatif kecil, yaitu sebesar Rp. 0,280 trilyun (6,61%) di bawah rata-rata per sektor Rp. 0,424 trilyun. Sektor perikanan dapat dikategorikan efisien (tingkat efisiensi 75,03%), paling efisien dibandingkan semua sektor maupun rata-rata totalefisiensi sektor kegiatan di Provinsi Gorontalo yang besarnya 53,66%. Koefisien keterkaitan langsung kebelakang sektor perikanan budidaya adalah 0,153159, nilai keterkaitan langsung ke depan adalah 0,107750, sedangkan nilai indeks daya penyebaran sebesar 0,8742 dan nilai indeks derajat kepekaan sebesar 0,8249. Melalui pengembangan sentra perikanan terpadu, keterkaitan antar sektor dapat dimanfaatkan secara optimal. Hal tersebut dapat dilaksanakan melalui program “Minapolitan Berbasis Perikanan Budidaya”.Title: Analysis of Fisheries Sector’s Role in Supporting Minapolitan Program in Gorontalo Province: Input-Output ModelComprehensive economic integration and sustainable between production sectors is one key to successful economic development. Secondary data which used in this research were 2011 Gorontalo Province Input-Output Table Model. This research aimed to: (1) analyze the role of fisheries sector and forward and backward linkage in the economic region; and (2) knowing the distribution index and the degree of sensitivity index of fisheries sector activity in Gorontalo Province. Methods of descriptive analysis, linkage analysis, and analysis of power distribution and the degree of sensitivity used in this research. The results showed that the aquaculture sector is almost evenly spread, with the number of requests totaled Rp. 0.373 trillion. From the supply side shows that the area of the coastal province  of Gorontalo able role in providing fisheries production amounted to Rp. 0.280 trillion (75.03%) of the  entire supply / provision of products, shortcomings which amounted to Rp. 36,061 million (9.65%) to be supplied from outside the province of Gorontalo. Fisheries sector final demand mostly used for domestic  consumption and exports are respectively 58.49% and 5.95%. The contribution of the fisheries provide the primary input values are relatively small, amounting to Rp. 0.280 trillion (6.61%) below the average per sector Rp. 0.424 trillion. The fisheries sector can be categorized as efficient with an efficiency of 75.03%, the most efficient compared to all sectors and the average total efficiency of the sector of activity in Gorontalo Province which amount 53.66%. The coefficient of linkage directly to the back of aquaculture sector is 0.153159, the value of direct relevance to the future is 0.107750, while the index value of 0.8742 and the power spread degree of sensitivity index values of 0.8249. Connectivity between sectors can be exploited optimally and sustainable by program which called “Minapolitan Based on Aquaculture Fisheries”.
ANALISIS FINANSIAL PENGEMBANGAN ENERGI LAUT DI INDONESIA Estu Sri Luhur; Rizky Muhartono; Siti Hajar Suryawati
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 8, No 1 (2013): Juni (2013)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (618.02 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v8i1.1192

Abstract

Krisis energi mengharuskan pemerintah untuk mendorong pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan, termasuk energi yang memanfaatkan arus laut, gelombang laut, pasang surut dan perbedaan suhu air laut. Energi laut mampu menghasilkan listrik yang dapat diakses oleh sektor industri dan rumah tangga perikanan secara luas. Untuk itu, kajian ini bertujuan untuk menganalisis secara finansial terhadap pengembangan energi laut di Indonesia. Data yang digunakan adalah data sekunder yang dikumpulkan selama bulan Maret – November 2012. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Metode analisis yang digunakan adalah analisis finansial dengan menghitung biaya produksi dan biaya pembangunan pembangkit listrik yang memanfaatkan energi laut. Hasil kajian menunjukkan bahwa jenis energi laut yang bernilai ekonomis adalah energi arus laut dengan biaya sebesar Rp1.268/kWh, energi gelombang laut dengan biaya sebesar Rp1.709/kWh dan enegri pasang surut dengan biaya sebesar Rp 2.048/kWh. Sementara itu, energi yang memanfaatkan perbedaan suhu air laut menunjukkan biaya yang sangat besar, yaitu mencapai Rp. 4.030/kWh. Jika dibandingkan dengan biaya produksi dari listrik konvensional yang dihasilkan PT (Persero) PLN yang sebesar Rp. 1.163/kWh maka pengembangan energi laut disarankan fokus pada energi arus laut, energi gelombang laut dan energi pasang surut.
KAPASITAS ADAPTIF INSTITUSI FORMAL PENGELOLA KAWASAN PERAIRAN DALAM MENDUKUNG RESILIENSI SOSIAL EKOSISTEM TERUMBU KARANG Andrian Ramadhan; Agus Heri Purnomo; Siti Hajar Suryawati; Maulana Firdaus
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 10, No 2 (2015): Desember (2015)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1116.664 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v10i2.1257

Abstract

Perairan pada dua lokasi penelitian yaitu di Kepulauan Spermonde dan Laut Sawu dalam kondisi terancam keberlanjutannya akibat kerusakan lingkungan. Hal ini disebabkan oleh rusaknya ekosistem terumbu karang akibat pemanfaatan sumberdaya yang tidak ramah lingkungan. Pada kedua lokasi diketahui bahwa penggunaan bom ikan, potasium dan sianida masih banyak terjadi. Kapasitas adaptif menunjukkan bahwa tingkat kemampuan pengelola untuk mewujudkan tercapainya resiliensi sosial ekosistem terumbu karang yang dalam hal ini telah mengalami gangguan dan kerusakan. Atas dasar kondisi tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kapasitas adaptif pengelola kawasan perairan khususnya dalam mengatasi permasalahan tersebut. Metode yang digunakan untuk mengukur kapasitas adaptif mengikuti model yang dikembangkan oleh Gupta et al. dan Furqon. Data primer diperoleh melalui focus group discussion sementara data sekunder diperoleh dari laporan berbagai instansi dan publikasi hasil penelitian. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik content analysis yang kemudian ditabulasikan dan dipaparkan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas adaptif pengelola perairan laut sawu lebih baik jika dibandingkan dengan pengelola kawasan perairan kepulauan spermonde karena didukung oleh eksistensi Balai Konservasi Kawasan Perairan Nasional (BKKPN). Kehadiran BKKPN terbukti memiliki arti strategis dalam hal peningkatan kapasitas intelektual, kapasitas sosial dan kapasitas politik. Selain itu juga membuat ruang koordinasi pengelolaan perairan yang lebih baik sehingga mengurangi terjadinya tumpang tindih kewenangan dalam pengelolaan kawasan perairan. (Adaptive Capacity of The Water Management Authorities in Endorsing The Social Resilience of Coral Reef Ecosystem)The water condition of Spermonde Islands and Sawu Sea is threatened by environmental degradation. The main problem is the damage of coral ecosystem caused by destructive fishing activities. In both locations, utilization of fishing bomb, potassium and cyanide is commonly used by the societies. Therefore this research was conducted to assessing the adaptive capacity of authorities involved in management. Adaptive capacity used to address the ability of authorities in obtaining ecosystem resilience. Method used in this research based on a framework developed by Gupta et al. dan Furqon. Primary data was obtained through focus group discussion, while secondary was collected from various institutions and research publications. Content and descriptive analysis are used to explore the performace of institutions. Results show that the adaptive capacity of authorities in Sawu Sea is better than in Spermonde Islands. Existence of Water Conservation National Office in Kupang has a strategic value in enhancing intellectual, social and political capacityies. It becomes an institution which synchronize water area management so that overlapping authority can be reduced.