Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

IKTIOFAUNA AIR TAWAR BEBERAPA DANAU DAN SUNGAI INLETNYA DI PROVINSI SULAWESI TENGAH, INDONESIA Muh. Herjayanto; Abdul Gani; Yeldi S Adel; Novian Suhendra
Journal of Aquatropica Asia Vol 4 No 1 (2019): Journal of Aquatropica Asia
Publisher : Jurusan Akuakultur, Universitas Bangka Belitung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33019/aquatropica.v4i1.1679

Abstract

Sulawesi Tengah Province (Sulteng) is in the Wallacea region wich have endemic fish. In addition, the government has also introduced fish for the welfare of community. So far the records of freshwater fish in Sulteng have not been well summarized. Therefore, we explore the results of previous studies fish species in 11 lakes and their inlet rivers in Sulteng. The lake (L) is L. Bolano (Bolanosau), L. Lindu, L. Poso, L. Rano, L. Rano Kodi and L. Rano Bae, L. Sibili, L. Talaga (Dampelas), L. Kalimpa’a (Tambing), L. Tiu and L. Wanga. In addition, we also observed fish in seven lakes between 2012-2019. Fishing uses cast net, seine net, gillnet, and hook and line. Summary and observation result showed that there were 18 families and 27 genera of fish in 11 lake and their inlet rivers in Sulteng. Then there are 15 endemic species in 3 habitats (Lindu, Poso and Tiu), namely Adrianichthys 4 species, Oryzias 6 species, Mugilogobius 2 species and Nomorhamphus 3 species. Introduced fish as many as 23 species, Oreochromis niloticus the most found (8 lakes). Lake Poso (30 species) has the most fish species. Utilization of fish in 11 lake as consumption fish and ornamental fish. Especially for endemic fish, in situ (habitat) and / or ex situ (aquaculture) conservation needs to be carried out in order to remain sustainable. Through aquaculture, the breeding of endemic species that have the potential as ornamental fish and/or consumption can be avoided from exploitation (overfishing) in nature.
PERFORMA ADAPTASI PASCAPENGANGKUTAN IKAN PADI Oryzias javanicus DENGAN KEPADATAN BERBEDA Muh. Herjayanto; Imadiah Aulia; Edo Ahmad Solahudin; Mila Wahyuningsih; Aditya Baariz Ramadhan; Elinda Kusuma Dewi; Lukman Anugrah Agung; Haeru Wahyudin; Suardi Laheng; Jhon Meirta Ginting; Evan Danisworo; Abdul Gani
Jago Tolis : Jurnal Agrokompleks Tolis Vol 1, No 1 (2021): JANUARI
Publisher : Universitas Madako Tolitoli

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ikan padi Oryzias javanicus adalah spesies yang euryhaline, mudah dipelihara, dan dikembangbiakkan sehingga dapat menjadi ikan model untuk penelitian di laboratorium. Ikan ini juga memiliki potensi sebagai ikan hias untuk akuaskap. Budidaya ikan O. javanicus belum populer sehingga pengadaan ikan ini mengandalkan hasil tangkapan alam. Ikan liar hasil tangkapan alam membutuhkan adaptasi di dalam wadah terkontrol. Salah satu faktor yang mempengaruhi performa adaptasi awal yaitu kepadatan ikan selama pengangkutan sistem tertutup. Kondisi yang terlalu padat berdampak pada performa adaptasi ikan yang kurang baik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji performa adaptasi O. javanicus selama pemeliharaan pascapengangkutan. Performa berkaitan dengan sintasan, tingkah laku, dan jumlah telur selama 15 hari pemeliharaan. Kepadatan ikan yaitu 24 ekor/L (perlakuan A) dan 40 ekor/L (perlakuan B) yang dikemas selama 6 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengangkutan ikan O. javanicus dapat dilakukan dengan kepadatan 40 ekor/L selama 6 jam. Kepadatan tersebut menghasilkan sintasan saat pengangkutan yaitu 100%, sintasan selama pemeliharaan pascapengangkutan yaitu 92,00%, tingkah laku adaptasi yang baik, sehingga menghasilkan total telur 522 butir selama 15 hari pemeliharaan. Kata kunci: adaptasi pascapengangkutan, Oryzias javanicus, sintasan, tingkah laku adaptasi
KERAGAMAN JENIS IKAN PADA ALIRAN DRAINASE LAHAN GAMBUT KABUPATEN KUBU RAYA KALIMANTAN BARAT Lalu Panji Imam Agamawan; Muh. Herjayanto; Bambang Kurniadi
Jurnal Kelautan, Lingkungan, dan Perikanan Vol 1 No 2 (2020): MANFISH JOURNAL
Publisher : Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan Politeknik Negeri Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (723.379 KB) | DOI: 10.31573/manfish.v1i02.158

Abstract

Parit Sembin, Parit Derabak, dan Parit Cabang Kiri digunakan untuk irigasi pertanian dan aktivitas domestik. Saluran air juga merupakan media hidup bagi beberapa jenis ikan. Keberadaan jenis ikan di Parit Sembin, Parit Derabak, dan Parit Cabang Kiri belum pernah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis ikan dan struktur komunitas ikan di ketiga paerit tersebut. Penelitian ini dilakukan pada bulan November-Desember 2019. Jenis ikan yang ditemukan adalah Rasbora sp, Trichopsis sp, Barbodes sp, trichogaster leeri, Osteacillus vittatus, Demogenys sp, Kryptoterus sp, Anabas testudineus, Trichogaster pectoral, Channa striata sebanyak 1.617 individu. Nilai Indeks Keanekaragaman jenis ikan di Parit Sembin, Derabak, dan Cabang Kiri tergolong rendah. Nilai Indeks Keseragaman di Parit Sembin dan Derabak tergolong sedang dan Nilai Indeks Keseragaman di Parit Cabang Kiri tergolong rendah. Nilai Indeks Dominansi Parit Sembin dan Derabak tergolong rendah dan Nilai Indeks Dominansi Parit Cabang Kiri tergolong tinggi.
Penggunaan madu sebagai bahan seks reversal alami untuk ikan cupang Betta splendens (Teleostei: Osphronemidae) melalui perendaman embrio Muh. Herjayanto; Madinawati; Irawati Mei Widiastuti
Intek Akuakultur Vol. 7 No. 1 (2023): Intek Akuakultur
Publisher : Program Studi Budidaya Perairan Universitas Maritim Raja Ali Haji

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Individu jantan Betta splendens memiliki warna dan bentuk yang digemari di pasar ikan hias dibandingkan betina. Karena itu budidaya cupang dapat dilakukan melalui produksi jantan menggunakan teknologi seks reversal dalam mengarahkan perkembangan kelamin ikan menjadi jantan (maskulinisasi). Bahan alami yang telah digunakan untuk maskulinisasi ikan adalah madu. Karena itu tujuan penelitian adalah mengkaji penggunaan madu melalui perendaman embrio untuk maskulinisasi ikan cupang. Keberhasilan maskulinisasi dianalisis melalui karakteristik madu, persentase ikan jantan, tingkat penetasan telur, mortalitas tiap 15 hari, dan sintasan pada akhir pemeliharaan. Embrio yang digunakan berumur 20 jam setelah pembuahan. Perlakuan penelitian adalah perendaman embrio cupang di dalam larutan madu (mL L-1) 5, 10, 15, 20, dan 25. Perendaman dilakukan selama 7 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa madu yang digunakan memiliki kalium 0,31% dan pH 4. Pada penelitian ini pemberian madu tidak berpengaruh terhadap jumlah cupang jantan. Pemberian madu 25 mL L-1 air menghasilkan 56,98±4,58% jantan, tingkat penetasan telur 99,17±1,67%, dan sintasan umur 90 hari setelah menetas 79,89±4,50%. Mortalitas terjadi pada awal pemeliharaan larva. Setelah umur 60 hari setelah menetas tidak terjadi kematian pada cupang. Nilai tingkat penetasan telur dan sintasan yang tinggi menunjukkan bahwa madu adalah bahan alami yang aman digunakan untuk maskulinisasi ikan dalam budidaya monoseks.Individu jantan Betta splendens memiliki warna dan bentuk yang digemari di pasar ikan hias dibandingkan betina. Karena itu budidaya cupang dapat dilakukan melalui produksi jantan menggunakan teknologi seks reversal dalam mengarahkan perkembangan kelamin ikan menjadi jantan (maskulinisasi). Bahan alami yang telah digunakan untuk maskulinisasi ikan adalah madu. Karena itu tujuan penelitian adalah mengkaji penggunaan madu melalui perendaman embrio untuk maskulinisasi ikan cupang. Keberhasilan maskulinisasi dianalisis melalui karakteristik madu, persentase ikan jantan, tingkat penetasan telur, mortalitas tiap 15 hari, dan sintasan pada akhir pemeliharaan. Embrio yang digunakan berumur 20 jam setelah pembuahan. Perlakuan penelitian adalah perendaman embrio cupang di dalam larutan madu (mL L-1) 5, 10, 15, 20, dan 25. Perendaman dilakukan selama 7 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa madu yang digunakan memiliki kalium 0,31% dan pH 4. Pada penelitian ini pemberian madu tidak berpengaruh terhadap jumlah cupang jantan. Pemberian madu 25 mL L-1 air menghasilkan 56,98±4,58% jantan, tingkat penetasan telur 99,17±1,67%, dan sintasan umur 90 hari setelah menetas 79,89±4,50%. Mortalitas terjadi pada awal pemeliharaan larva. Setelah umur 60 hari setelah menetas tidak terjadi kematian pada cupang. Nilai tingkat penetasan telur dan sintasan yang tinggi menunjukkan bahwa madu adalah bahan alami yang aman digunakan untuk maskulinisasi ikan dalam budidaya monoseks.
Identifikasi Sampah Laut di Pantai Sepanjang Pulau Sangiang, Banten Siti Savilas Ritla Nafisa; Muh. Herjayanto; Siti Julaeha; Sesilia; Abdul Muad Mainaki; Abdul Muad Maenaka; Khairul Tanjung; Lusi Oktaviai; Putri A'Mulia; Heru
Environmental Pollution Journal 2025: Special Edition: Environmental Day
Publisher : ECOTON: Ecological Observation and Wetlands Conservation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sampah laut, khususnya anorganic marine debris (AMD), merupakan masalah pencemaran yang dihadapi baik di dalam negeri maupun internasional. Sampah laut menyebabkan berbagai dampak buruk terhadap lingkungan sekitar, bidang pariwisata, bidang ekonomi, keselamatan, bidang kesehatan, dan bidang budaya. Sampah laut ini sebagian besar sangat lama terurai di lingkungan pesisir dan laut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifkasi presentase AMD denganbiomassa terbanyak. Pengambilan data sampah laut dilakukan dengan membentangkan garis transek sepanjang 60 m yang dibagi menjadi 3 plot dengan lebar 20 m. Semua jenis sampah lautdiambil yang ada pada tiap plot. Sampah yang telah dikumpulkan dalam karung, dikeluarkan kembali dan disortir berdasarkan jenisnya. Setelah selesai disortir, sampah ditimbang untukmengetahui bobot tiap jenisnya kemudian di hitung presentase nya. Didapat AMD dengan biomassa terbanyak pada jenis sampah plastik (PL). Keberadaan sampah plastik di laut bebas dapat berubah menjadi mikroplastik karena mengalami fragmentasi akibat radiasi sinar ultraviolet.Sampah tersebut akan memberikan dampak yang serius bagi biota laut, seperti menyebabkan kerusakan ekosistem laut, mengancam mikroplastik, menurunkan kualitas air akibat pencemaran bahkan menyebabkan pencemaran biota laut yang mati.
Development of Standard-Length Prediction Model Based on the Morphometrics of Shortfin Scad (Decapterus macrosoma) from the Karangantu Archipelagic Fishing Port, Banten Arizky, Naufaldi; Muh. Herjayanto; Erik Munandar
Grouper Vol. 16 No. 2 (2025): Grouper : Jurnal Ilmiah Perikanan
Publisher : Universitas Islam Lamongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30736/grouper.v16i2.330

Abstract

The morphometric truss system is a widely used method for analyzing variations in fish body shape. However, its application remains limited for predicting standard length in specimens with incomplete body morphology. This study aims to develop a predictive model for estimating the standard length of shortfin scad (Decapterus macrosoma) based on morphometric truss characteristics as a solution for morphological estimation when fish specimens are not intact. The research was conducted at the Fisheries Science Study Program Laboratory, University of Sultan Ageng Tirtayasa. One hundred shortfin scad specimens were collected from the Karangantu Archipelagic Fishing Port (PPN Karangantu). Measurements were taken from 24 truss points, which were classified into four body regions: head (A), anterior body (B), posterior body (C), and caudal peduncle (D). The analysis employed simple and multiple linear regression, and model performance was evaluated using MAE, MSE, RMSE, and R² metrics. The multiple linear regression results indicated that the anterior body and posterior body groups exhibited the highest coefficients of determination (R² > 0.97), the lowest error values, and residuals approximating a normal distribution. In contrast, the caudal peduncle group showed the weakest predictive performance. These findings affirm that morphometric truss characteristics of the anterior and posterior body regions are the most effective quantitative indicators for predicting standard length in shortfin scad. The proposed model has significant potential to enhance the reliability of fisheries stock data, particularly under conditions involving morphologically incomplete specimens.