K. Nirmala
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Effect of Salinity Adaptation Technique on Survival and Growth Rate of Patin Catfish, Pangasius sp. Nirmala, K.; Lesmono, D.P.; Djokosetiyanto, D.
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 4 No. 1 (2005): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (119.486 KB) | DOI: 10.19027/jai.4.25-30

Abstract

This study was carried out to determine the effect of salinity adaptation techniques on growth and survival of patin catfish Pangasius sp. fry.  Fry of 1.5-2.0 inch in length were reared in the water with different of the initial salinity of 1, 2, 3, 4 and 5 ppt.  Salinity was then daily increased by duplicated the initial water salinity until fish died.  The results of study showed that fry could survive by initial salinity adaptation of 1 ppt and then increasing the salinity by 1 ppt/day to reach 27 ppt.  In the other treatments, all fry died after the salinity reach 18-25 ppt. Keywords: patin catfish, Pangasius, adaptation, salinity   ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh teknik adaptasi salinitas terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan patin Pangasius sp.  Benih patin ukuran 1,5-2 inci dipelihara pada salinitas awal berbeda, yaitu 1, 2, 3, 4 dan 5 ppt. Salinitas air pemeliharaan ditingkatkan kelipatan dari salinitas awal setiap hari hingga ikan mati.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa adaptasi salinitas awal 1 ppt dan peningkatan sebesar 1ppt/hari menyebabkan ikan dapat bertahan hidup sampai pada salinitas 27 ppt. Pada perlakuan lainnya, benih ikan mengalami kematian masal ketika salinitas mencapai 18-25 ppt. Kata kunci: ikan patin, Pangasius, adaptasi, salinitas
Efficacy of Chitosan as Pb Remover and its Effect on Zebrafish (Danio rerio) Embryo Development Nirmala, K.; Sekarsari, J.; Suptijah, P.
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 5 No. 2 (2006): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (157.16 KB) | DOI: 10.19027/jai.5.157-165

Abstract

Chitosan is a by-product from crustacean carapas. Chitosan has a cationic  polyelectrolyte activity, hence it can be used as remover of heavy metal from polluted water.  This study was aimed to determine optimum concentration of chitosan to remove Pb, efficacy time in Pb removal and its effect on early development of zebrafish (Danio rerio) embryos.  The treatments in this study was control, and chitosan concentration of 70, 85 and 100 mg/L. the results of this study showed that maximum reducing of Pb was obtained at the time of 48 and 72 hours after treatment by chitosan, but Pb level was returning to increase after 96 hours of chitosan treatment.  Abnormality of zebrafish embryos and survival rate of larvae were similar (p>0.05) among treatments, while hatching rate in 100 g/L chitosan was significantly different  (p≤0.05).  Thus, chitosan in concentration of 85 mg/L was effective to  remove Pb  till  81.12% for 3 days, and could increased hatching rate till 59.75%. Keywords: chitosan, Pb, remover, zebrafish, Danio rerio   ABSTRAK Khitosan merupakan hasil sampingan dari limbah perikanan berupa kulit krustasea. Dengan adanya sifat polielektrolit kation dari khitosan, maka khitosan dapat digunakan sebagai pengkhelat logam berat dalam perairan tercemar.  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi optimum khitosan dalam mengkhelat logam berat timbal (Pb), waktu efektivitas khitosan dalam pengkhelatan Pb dan pengaruhnya terhadap telur ikan zebra Danio rerio. Perlakuan pada penelitian ini antara lain kontrol, blanko, khitosan konsentrasi 70, 85 dan 100 mg/l. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan maksimal persentase Pb masing-masing perlakuan khitosan terjadi pada jam ke-48 dan jam ke-72, namun kembali meningkat pada jam ke-96 hingga akhir perlakuan. Abnormalitas telur dan kelangsungan hidup larva ikan zebra pada setiap perlakuan tidak berbeda nyata (P ≥ 0.05), namun derajat penetasan telur ikan pada perlakuan 100 mg/l berbeda nyata (P ≤ 0.05). Dengan demikian, konsentrasi khitosan yang efektif untuk mengkhelat Pb adalah 85 mg/liter hingga 81,12% dengan waktu efektivitas selama 3 hari, serta dapat meningkatkan derajat penetasan telur ikan zebra hingga 59,75%. Kata kunci: khitosan, timbal, pengkhelat, ikan zebra, Danio rerio
The Use of Zeolit and Activated Carbon on Packing System of Corydoras aenus Supriyono, E.; Supendi, E.; Nirmala, K.
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 6 No. 2 (2007): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (175.032 KB) | DOI: 10.19027/jai.6.135-145

Abstract

Problem frequently found by Indonesian exporter in sending ornamental fish including Corydoras aenus to overseas is the low survival rate that caused by decrease in water quality during transportation.  Suitable and efficient packing technology is very needed to send live fish for long time transportation.  Two third of packing plastic volume was filled by oxygen, and Corydoras aenus 20 fish/pack.  Packing plastic was placed into styrofoam and ice was added to maintain at low temperature.  Zeolit and activated carbon was cover up by cloth and then placed into the pack.  Dosage treatment of zeolit and activated carbon was 20 gram zeolit, 15 gram zeolit and 5 gram activated carbon, 10 gram zeolit and 10 gram activated carbon, 5 gram zeolit and 15 gram activated carbon, 20 gram activated carbon, and no added zeolit and no activated carbon as control.  Fish condition was observed every 6 hours, while water quality measurement was performed every 24 hours for 120 hours.  The results of study showed that adding 20 gram zeolit without activated carbon in closed packing system of Corydoras aenus in 20oC could maintained in lower concentration of total nitrogen ammonia and unionized ammonia (NH3), reached of 7.83±0.13 mg/l and 0.046±0.003 mg/l, respectively.  The level of total nitrogen ammonia and unionized ammonia were relatively lower compared to mix of zeolit and activated carbon, and only activated carbon.  Survival rate of fish by this treatment was 100%, higher than other treatment (85-95%). Keywords: zeolit, activated carbon, packing, Corydoras   ABSTRAK Permasalahan yang sering dihadapi oleh para eksportir Indonesia dalam pengiriman ikan hias termasuk Corydoras aenus ke luar negeri adalah rendahnya survival rate diantaranya disebabkan oleh kualitas air yang memburuk selama pengangkutan. Teknologi pengepakan yang tepat dan efisien sangat dibutuhkan dalam rangka pengiriman ikan hidup untuk tempat tujuan yang membutuhkan waktu lama. Kantong pengepakan diisi Corydoras aenus 20 ekor/kantong.  Dua per tiga bagian kantong diisi oksigen.  Kantong dimasukkan ke dalam styrofoam dan ditambahkan es batu untuk menjaga suhu tetap rendah.  Zeolit dan karbon aktif dibungkus kain dan dimasukan ke dalam kantong.  Perlakuan  dosis zeolit dan karbon aktif adalah 20 gram zeolit, 15 gram zeolit dan 5 gram karbon aktif, 10 gram zeolit dan 10 gram karbon aktif, 5 gram zeolit dan 15 gram karbon aktif, 20 gram karbon aktif, dan tanpa zeolit dan tanpa karbon aktif sebagai kontrol.  Pengamatan kondisi ikan dilakukan setiap 6 jam, sementara pengukuran kualitas air dilakukan setiap 24 jam hingga jam ke-120.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian 20 gram zeolit tanpa Carbon aktif pada pengepakan tertutup ikan Corydoras aenus dengan suhu sekitar 20oC mampu menekan kenaikan kadar total amonia nitrogen dan kadar amonia tak terionisasi (NH3) masing-masing mencapai tingkat 7,83±0,13 mg/l dan 0,046±0,003 mg/l. Konsentrasi tersebut relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan penggunaan campuran zeolit dan arang aktif maupun arang aktif saja. Tingkat kelangsungan hidup yang dicapai oleh sistem pengepakan menggunakan 20 gram zeolit mencapai 100% yang juga lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lain yang hanya mencapai 85-95%. Kata kunci: zeolit, karbon aktif, pengepakan, Corydoras
The effect of endosulfan bioaccumulation on the growth of carp, Cyprinus carpio LINN. Taufik, Imam; Supriyono, E.; Nirmala, K.
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 8 No. 1 (2009): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (156.231 KB) | DOI: 10.19027/jai.8.59-65

Abstract

This research was done in order to determine the effect of endosulfan biaccumulation on the growth of carp (Cyprinus carpio). This research was conducted in 40 l of glass aquaria, the initial weight of carp was 0.81±0.098 g/fish, and the pesticide endosulfan with active ingredient of 350 g/l was used as test solution. Preliminary research was conducted with bioassay test to assess  LC50-96h of endosulfan for  carp, and then the fish were exposed to some series of exposure concentration, those are  10; 30; and 50% of LC50-96h value or 0.24; 0.72; and 1.2 mg/l for 12 weeks. Endosulfan residue analysis in the water and the body of the fish was conducted after: 0, 4, 12, 24, 48, 96, 144, 192, 264 of exposure hours by using liquid gas chromatography (LGC). Body weight of fish was measured weekly. This study resulted that endosulfan was very toxic to the carp with LC50-96h value was 2.42 (2.206-2.652) mg/l. Endosulfan bioaccumulation of exposure concentration of  0.24; 0.72; and 1.20 mg/l were 67.93; 119.21; and 141.19 mg/kg respectively. Bioaccumulation of 119,21mg/kg   significantly inhibit the growth of carp. Keywords: endosulfan, bioaccumulation, growth, carp   ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh biakumulasi insektisida endosulfan terhadap pertumbuhan ikan mas. Wadah penelitian berupa akuarium kaca, hewan uji adalah ikan mas berukuran 0,81±0,098 g/ekor, bahan uji berupa formulasi insektisida dengan bahan aktif endosulfan 350 g/l. penelitian diawali dengan uji hayati untuk menentukan nilai LC50-96 jam endosulfan terhadap ikan mas, selanjutnya dilakukan pemaparan ikan mas selama 12 minggu dalam air dengan konsentrasi endosulfan yang berbeda, yaitu: 10, 30, dan 50% dari nilai LC50-96 jam atau sebesar 0,24; 0,72; dan 1,20  mg/l. Analisis residu endosulfan dalam sample air dan ikan dilakukan setelah waktu pemaparan 0, 4, 12, 24, 48, 96, 144, 192, dan 264 jam dengan menggunakan kromatografi gas cair (GC), pengukuran bobot ikan dilakukan setiap minggu dengan menimbang berat total. Hasil penelitian menunjukkan bahwa insektisida endosulfan sangat toksik terhadap ikan mas dengan nilai LC50-96 jam sebesar 2,42 (2,206-2,652) mg/l, bioakumulasi endosulfan pada konsentrasi perlakuan 0,24; 0,72; dan 1,20 mg/l secara berturut-turut adalah 67.93; 119,21; and 141,19 mg/kg. Bioakumulasi sebesar 119,21mg/kg secara nyata menghambat pertumbuhan ikan mas. Kata kunci: endosulfan, bioakumulasi, pertumbuhan, ikan mas
The Effect of Cirata Reservoir Sediment on Early Developmental Stage of Common Carp (Cyprinus carpio) Embryo Pujihastuti, Yuni; Nirmala, K.; Effendi, I.
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 8 No. 2 (2009): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (595.816 KB) | DOI: 10.19027/jai.8.185-192

Abstract

Sedimentation at Cirata reservoir may directly and indirectly influence fish particularly fish which have an adhesive characteristic at its early developmental stage such as common carp (Cyprinus carpio). Sample of sediment was collected from Cirata reservoir using Eikmand dredge at a depth of 80 m. The sample was subsequently centrifuged at 5500 rpm for 10 min. The supernatant obtained was then used for toxicity test on common carp at early developmental stage. In this test, four treatments were applied based on the concentration of sediment supernatant, namely: 0, 8.33, 16.60 and 24.90 %. The results showed that a higher sediment supernatant concentration resulted in lower egg yolk absorption rate, lower relative growth rate in length, lower egg yolk efficiency and higher egg and larval abnormality.  Higher sediment supernatant concentration also resulted in lower hatching percentage of common carp larva. The damage of eggs and larval morphologies in treatments with sediment supernatant was likely caused by the presence Pb and organic matters which act in synergy. Keywords :  sediment, Cirata, embryo, common carp   ABSTRAK Sedimentasi di Waduk Cirata secara langsung dan tidak langsung akan berpengaruh terhadap kehidupan ikan khususnya tahap awal perkembangan ikan yang bersifat adhesiveseperti ikan mas (Cyprinus carpio).  Sampel sedimen waduk Cirata diambil dengan Eikmand dredge pada kedalaman 80 m.  Hasil ekstrak di sentrifugasi dengan kecepatan 5500 rpm selama 10 menit untuk diambil air pori sedimennya.  Air pori digunakan sebagai bahan uji toksisitas terhadap perkembangan awal ikan mas dengan perlakuan 0; 8,33; 16,60 dan 24,90 %. Hasil uji toksisitas diperoleh bahwa semakin tinggi konsentrasi air pori dari sediment maka semakin rendah laju penyerapan kuning telur Laju pertumbuhan relatif panjang embrio pada berbagai konsentrasi juga diperoleh bahwa semakin tinggi konsentrasi air sedimen maka semakin rendah laju pertumbuhan relatif panjang embrio Efesiensi pemanfaatan kuning telur menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi air pori sedimen maka semakin rendah efesiensi kuning telurnya.  Semakin tinggi konsentrasi air pori sediment maka semakin tinggi pula abnormalitas telur dan larva ikan mas.  Rata-rata derajat penetasan telur menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi air pori maka semakin rendah derajat penetasan telurnya.  Berdasarkan kerusakan morfologi telur dan larva pada perlakuan diduga yang berpengaruh adalah timbal dan bahan organik yang bekerja secara sinergis.  Kata kunci : sedimen, Cirata, embrio, ikan mas