Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

KONSEP FILOSOFI DAN ESTETIKA MAINAN TRADISIONAL GANGSINGAN, DHAKON, UMBUL WAYANG, DAN KUDA LUMPING Bagus Indrayana; R.M. Soedarsono -; Djoko Suryo; Timbul Haryono
Dewa Ruci: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol 7, No 2 (2011)
Publisher : Pascasarjana Institut Seni Indonesia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3337.313 KB) | DOI: 10.33153/dewaruci.v7i2.1027

Abstract

Dinamika kehidupan yang terjadi karena ada potensi dan peluang, meskipun ada kelemahan dan hambatan. Gambaran siklus kehidupan manusia sangat berkaitan dengan pandangan hidup yang melekat pada hasil karya cipta untuk memenuhi fungsi-fungsi tertentu. Pandangan hidup dan konsep pemikiran tersebut dapat dibaca melalui hasil karya yang diwujudkan, termasuk benda mainan tradisional gangsingan, dhakon, umbulwayang, dan kuda lumping. Keempat jenis mainan tradisional tersebut mengandung muatan konsep filosofis dan estetis terkait dengan siklus kehidupan, fungsi sosial, dan kultural penyertanya.  Kata kunci: Estetika, Mainan Tradisional.
Spiritualitas Budaya Jawa dalam Seni Tari Klasik Gaya Surakarta Silvester Pamardi; Timbul Haryono; R.M. Soedarsono -; A.M. Hermien Kusmayati
PANGGUNG Vol 24, No 2 (2014): Modifikasi, Rekonstruksi, Revitalisasi, dan Visualisasi Seni
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (214.161 KB) | DOI: 10.26742/panggung.v24i2.118

Abstract

ABSTRACT Javanese classical dance has grown dynamically in line with the history of the palaces in Central Java, especially after the fifteenth century that began in the era of the kingdom of Demak. It has lived and thrived in the court of Mataram Islam since the period of Panembahan Senapati at Kotagede, the time of Sultan Agung in the palace Plered, until the moving of the palace of Mataram to Kartasura.This research methods is focused on the use of qualitative data with the questions of ‘why’ and ‘how’ to unravel the mystery behind of the phenomenon. This actions are carried out with approach of multi- disciplinary such as science of history, social science, and choreography.The events of Gianti agreement in 1755 did not give only influence and impact on the power of the king of Mataram to had to be split into two regions, namely the region of Surakarta and Yogyakarta Sul- tanate region, but also had implications to the life of Javanese culture. The culture of Javanese which was originally derived from the one kingdom, namely  Mataram Kasunanan, then divided into two styles, namely Javanese culture of Surakarta and Yogyakarta. Fortunately, in the palace of Kasunanan Surakarta as well as in the Kasultanan Yogyakarta palace is still being developed classical Javanese arts based on cultural and adiluhung values; respectivelly developed in the different patterns or styles. The values of spiritual ‘Javanese’ is remained as a source of reference. Keywords: the art of dance, classical, spirituality of Javanese  ABSTRAK Seni tari klasik Jawa telah berkembang secara dinamis seiring dengan sejarah perkembang- an keraton-keraton di Jawa Tengah, terutama setelah abad XV yang dimulai pada era kerajaan Demak. Seni tari klasik Jawa hidup dan berkembang di lingkungan istana Mataram Islam sejak periode Panembahan Senapati di Kotagede, atau jaman Sultan Agung di keraton Plered sampai dengan berpindahnya keraton Mataram ke Kartasura.Metode penelitian ini konsentrasi utamanya pada penggunaan data kualitatif dengan per- tanyaan-pertanyaan ’mengapa’ dan ’bagaimana’ untuk mengungkap misteri yang berada di belakang fenomena yang ada. Tindakannya dilakukan dengan pendekatan multi disiplin dari ilmu-ilmu sejarah, sosial, dan koreografi.Peristiwa perjanjian Gianti pada tahun 1755 tidak saja berpengaruh dan berdampak pada kekuasaan raja Mataram yang harus membagi menjadi dua wilayah, yaitu wilayah Kasunanan Surakarta dan wilayah Kasultanan Yogyakarta, tetapi juga berimplikasi pada kehidupan ke- budayaan Jawa. Kebudayaan Jawa yang semula bersumber dari satu kerajaan, yaitu Mataram Kasunanan, kemudian menjadi dua corak, yaitu kebudayaan Jawa Surakarta dan Yogyakarta. Namun demikian, baik di istana Kasunanan Surakarta maupun istana Kasultanan Yogyakarta tetap mengembangkan kesenian klasik Jawa berdasarkan nilai-nilai budaya adiluhung walau- pun dalam corak atau gaya yang berbeda. Nilai-nilai spiritualitas ‘kejawen’ tetap menjadi sum- ber acuannya. Kata kunci: seni tari, klasik, spiritualitas Jawa
Laras dan Rumpaka dalam Garap Karawitan Jaipongan Jugala Ismet Ruchimat; R.M. Soedarsono -; Timbul Haryono; Tati Narawati
PANGGUNG Vol 23, No 4 (2013): Membaca Tradisi Kreatif, Menelisik Ruang Transendental
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (192.081 KB) | DOI: 10.26742/panggung.v23i4.155

Abstract

ABSTRACT   This paper analyzes characteristic and musical identity of garap karawitan Jaipongan which is focused on the identity of laras and rumpaka. The identity of karawitan Jaipongan is a genre of today’s Sundanese karawitan which developes without any acculturation influence. Most verbal form of rumpaka on garap karawitan Jaipongan Jugala represents a dialogue or text that requires comprehension of the content. The characteristic of laras and rumpaka which are verbal and musical in garap karawitan Jaipongan show a multidimensional artistic expression. Keywords: characteristic, laras, rumpaka, Jaipongan, and jugala    ABSTRAK Tulisan ini menguraikan ciri-ciri atau identitas musikal garap karawitan Jaipongan Ju- gala yang dititikberatkan pada identitas laras dan rumpaka. Identitas karawitan Jaipongan merupakan suatu genre karawitan Sunda kiwari yang berkembang tanpa pengaruh besar akulturasi. Bentuk verbal rumpaka pada garap karawitan Jaipongan Jugala sebagian besar merepresentasikan suatu pembicaraan atau teks yang menuntut pemahaman isi. Karakter- istik laras dan rumpaka yang bersifat verbal dan musikal dalam garap karawitan Jaipongan menunjukkan ekspresi artistik yang multidimensional. Kata kunci: karakteristik, laras, rumpaka, Jaipongan, dan jugala  
Spiritualitas Budaya Jawa dalam Seni Tari Klasik Gaya Surakarta Silvester Pamardi; Timbul Haryono; R.M. Soedarsono -; A.M. Hermien Kusmayati
PANGGUNG Vol 24 No 2 (2014): Modifikasi, Rekonstruksi, Revitalisasi, dan Visualisasi Seni
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/panggung.v24i2.118

Abstract

ABSTRACT Javanese classical dance has grown dynamically in line with the history of the palaces in Central Java, especially after the fifteenth century that began in the era of the kingdom of Demak. It has lived and thrived in the court of Mataram Islam since the period of Panembahan Senapati at Kotagede, the time of Sultan Agung in the palace Plered, until the moving of the palace of Mataram to Kartasura.This research methods is focused on the use of qualitative data with the questions of ‘why’ and ‘how’ to unravel the mystery behind of the phenomenon. This actions are carried out with approach of multi- disciplinary such as science of history, social science, and choreography.The events of Gianti agreement in 1755 did not give only influence and impact on the power of the king of Mataram to had to be split into two regions, namely the region of Surakarta and Yogyakarta Sul- tanate region, but also had implications to the life of Javanese culture. The culture of Javanese which was originally derived from the one kingdom, namely  Mataram Kasunanan, then divided into two styles, namely Javanese culture of Surakarta and Yogyakarta. Fortunately, in the palace of Kasunanan Surakarta as well as in the Kasultanan Yogyakarta palace is still being developed classical Javanese arts based on cultural and adiluhung values; respectivelly developed in the different patterns or styles. The values of spiritual ‘Javanese’ is remained as a source of reference. Keywords: the art of dance, classical, spirituality of Javanese  ABSTRAK Seni tari klasik Jawa telah berkembang secara dinamis seiring dengan sejarah perkembang- an keraton-keraton di Jawa Tengah, terutama setelah abad XV yang dimulai pada era kerajaan Demak. Seni tari klasik Jawa hidup dan berkembang di lingkungan istana Mataram Islam sejak periode Panembahan Senapati di Kotagede, atau jaman Sultan Agung di keraton Plered sampai dengan berpindahnya keraton Mataram ke Kartasura.Metode penelitian ini konsentrasi utamanya pada penggunaan data kualitatif dengan per- tanyaan-pertanyaan ’mengapa’ dan ’bagaimana’ untuk mengungkap misteri yang berada di belakang fenomena yang ada. Tindakannya dilakukan dengan pendekatan multi disiplin dari ilmu-ilmu sejarah, sosial, dan koreografi.Peristiwa perjanjian Gianti pada tahun 1755 tidak saja berpengaruh dan berdampak pada kekuasaan raja Mataram yang harus membagi menjadi dua wilayah, yaitu wilayah Kasunanan Surakarta dan wilayah Kasultanan Yogyakarta, tetapi juga berimplikasi pada kehidupan ke- budayaan Jawa. Kebudayaan Jawa yang semula bersumber dari satu kerajaan, yaitu Mataram Kasunanan, kemudian menjadi dua corak, yaitu kebudayaan Jawa Surakarta dan Yogyakarta. Namun demikian, baik di istana Kasunanan Surakarta maupun istana Kasultanan Yogyakarta tetap mengembangkan kesenian klasik Jawa berdasarkan nilai-nilai budaya adiluhung walau- pun dalam corak atau gaya yang berbeda. Nilai-nilai spiritualitas ‘kejawen’ tetap menjadi sum- ber acuannya. Kata kunci: seni tari, klasik, spiritualitas Jawa
Laras dan Rumpaka dalam Garap Karawitan Jaipongan Jugala Ismet Ruchimat; R.M. Soedarsono -; Timbul Haryono; Tati Narawati
PANGGUNG Vol 23 No 4 (2013): Membaca Tradisi Kreatif, Menelisik Ruang Transendental
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/panggung.v23i4.155

Abstract

ABSTRACT   This paper analyzes characteristic and musical identity of garap karawitan Jaipongan which is focused on the identity of laras and rumpaka. The identity of karawitan Jaipongan is a genre of today’s Sundanese karawitan which developes without any acculturation influence. Most verbal form of rumpaka on garap karawitan Jaipongan Jugala represents a dialogue or text that requires comprehension of the content. The characteristic of laras and rumpaka which are verbal and musical in garap karawitan Jaipongan show a multidimensional artistic expression. Keywords: characteristic, laras, rumpaka, Jaipongan, and jugala    ABSTRAK Tulisan ini menguraikan ciri-ciri atau identitas musikal garap karawitan Jaipongan Ju- gala yang dititikberatkan pada identitas laras dan rumpaka. Identitas karawitan Jaipongan merupakan suatu genre karawitan Sunda kiwari yang berkembang tanpa pengaruh besar akulturasi. Bentuk verbal rumpaka pada garap karawitan Jaipongan Jugala sebagian besar merepresentasikan suatu pembicaraan atau teks yang menuntut pemahaman isi. Karakter- istik laras dan rumpaka yang bersifat verbal dan musikal dalam garap karawitan Jaipongan menunjukkan ekspresi artistik yang multidimensional. Kata kunci: karakteristik, laras, rumpaka, Jaipongan, dan jugala Â