Claim Missing Document
Check
Articles

Found 32 Documents
Search

Mangandung dalam Perkabungan Masyarakat Batak Toba Rosmegawaty Tindaon; G.R. Lono Lastono Simatupang; Victor Ganap; Timbul Haryono
Resital: Jurnal Seni Pertunjukan (Journal of Performing Arts) Vol 17, No 3 (2016): Desember, 2016
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (726.165 KB) | DOI: 10.24821/resital.v17i3.2230

Abstract

Menurut kepercayaan masyarakat Batak Toba kematian bukan sebuah totalitas tetapi sebuah perpisahan parsial. Ada kepercayaan bahwa kematian tidak pernah memisahkan manusia secara total, hal ini terungkap lewat ritual yang dilakukan saat anggota keluarga meninggal, konteks kematian dalam masyarakat Batak Toba adalah adat istiadat mereka. Salah satu ritual adat kematian adalah kebiasaan mangandungi jenazah.Mangandung adalah salah satu ritual kematian yang berasal dari kata andung yang artinya ratap. Kebiasaan mangandungi pada masyarakat Batak Toba berkembang menjadi kesenian yang dikenal dengan tradisi nyanyian andung. Tradisi mangandung dianggap sebagai bagian dari adat dan tergolong penting sebagai bentuk ekspresi kesedihan dengan kata kata dan irama tertentu. Penelitian ini menggunakan metode etnografi.The Cosmology of Tetabuhan in Ngaben Ritual Ceremony. According to the Batak Toba community belief death is not a totality but a partial separation. There is a belief that death never separates humanity totally, it is revealed through the ritual performed when family members died, the context of death in Batak Toba society is their custom. One of the customary rituals of death is the habit of mangandungi bodies. Mangandung is one of the rituals of death that comes from the word that means grandmother wailed.The habit of mangandungi in Toba Batak society developed into an art known as the singing andung tradition. Tradition mangandung is considered as part of custom and is important as a form of expression of sadness with certain words and rhythms. This research used ethnography method.
DINAMIKA KEBUDAYAAN LOGAM DI ASIA TENGGARA PADA MASA PALEOMETALIK : TINJAUAN ARKEOMETALURGIS Timbul Haryono
Humaniora Vol 11, No 1 (1999)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1408.565 KB) | DOI: 10.22146/jh.621

Abstract

Pada sebuah cologium yang diselenggarakan di School of Oriental and African Studies, London, pada sekitar September 1973, salah seorang penyaji makalah mempertanyakan apakah wilayah Asia Tenggara (daratan) pada milenia ke-2 SM dianggap sebagai Silabhmi atau Samrddhabhumi (Bayard, 1979:15-32) . la mengeluhkan pendapat beberapa sarjana yang mengatakan bahwa peranan wilayah Asia Tenggara selama masa prasejarah sangat kecil karena dianggap sebagai wilayah yang masih terbelakang.
SANG HYANG WATU TEAS DAN SANG HYANG KULUMPANG : PERLENGKAPAN RITUAL UPACARA PENETAPAN SIMA PADA MASA KERAJAAN MATARAM KUNA Timbul Haryono
Humaniora Vol 11, No 3 (1999)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (679.913 KB) | DOI: 10.22146/jh.666

Abstract

Tulisan ini menguraikan proses pelak- sanaan upacara sima beserta perlengkap- ama Kerajaan Mataram muncul per- an ritual yang disertakan . tama kali pada masa pemerintahan Raja Saiijaya yang memerintah se- jak tahun 717 Masehi, dengan gelar Rakai Mataram . Selama masa Kerajaan Mataram kuna telah banyak dikeluarkan prasasti yang dapat memberikan gambaran tentang keadaan masyarakat Jawa Kuno abad VIII-X dengan berbagai aspek sosial- ekonominya . Di antara prasasti-prasasti yang dikeluarkan selama itu adalah prasasti yang berisi tentang penetapan tanah per- dikan yang disebut dengan istilah 'sima'. Hampir 90% prasasti Jawa Kuna membi- carakan sima, yang diberikan kepada seseorang yang telah berjasa kepada raja atau diberikan kepada sekelompok ma- syarakat untuk mengelola bangunan ke- agamaan (Christie, 1977 ; 1983) . Prasasti tentang penetapan sima pada umumnya diawali dengan manggala yaitu seruan kepada dewa, yang dilanjutkan de- ngan penyebutan unsur-unsur penanggalan yang memuat keterangan tentang kapan prasasti dikeluarkan, keterangan tentang nama raja atau pejabat yang mengeluarkan prasasti, dilanjutkan dengan nama-nama pejabat yang menerima perintah .
Analisis Metalurgi: Peranannya dalam Eksplanasi Arkeologi Timbul Haryono
Humaniora Vol 13, No 1 (2001)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (160.62 KB) | DOI: 10.22146/jh.706

Abstract

Ada tiga jenis bahan utama yang pada umumnya dipakai oleh manusia untuk pembuatan alat yaitu: tanah, batu, dan logam. Ketiga jenis bahan inilah yang seringkali mash bertahan menghadapi 'gigi waktu' sehingga dapat ditemukan oleh para penelki. Ketiga jenis bahan tersebut mempunyai proses teknologi yang berbeda. Jenis bahan logam memiliki proses yang lebih rumit dibandingkan dengan yang lain, yang kemudian melahirkan pengetahuan 'metalurgi'. Karena kerumitan itulah maka tidak mengherankan apabila pengetahuan metalurgi kernudian menjadi tolok ukur bagi munculnya peradaban (Childe, 1950). Pengetahuan metalurgi ituiah yang juga melahirkan craft specialization. Menurut V.G. Childe perubahan teknologi dan spesialisasi dalam kerajinan berhubungan erat dengan institusi sosial dan politik.
Kerajaan Majapahit: Masa Sri Rajasanagara sampai Girindrawarddhana Timbul Haryono
Humaniora No 5 (1997)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1027.17 KB) | DOI: 10.22146/jh.1902

Abstract

Kerajaan majapahit atau sering disebut juga dengan nama Wimatiktamerupakan kerajaan besar di Nusantara. Sejak pemerintahan Sri KertarajasaJayawarddhana tahun 1293, kerajaan Majapahit mengalami pasang surut. Peristiwa-peristiwa sejarah yang dialami kerajaan Majapahit sangat bermanfaat untuk diambil hikmahnya dalam membangun dan menjaga kelangsungan Negara Republik Indonesia tercinta. Makalah ini berisi uraian singkat tentang sejarah timbul-tenggelamnya Majapahit sejakpemerintahan Sri Rajasanegara sampai runtuhnya Majapahit
Teori Linguistik Tradisional Jawa dan Masalahnya Timbul Haryono
Humaniora No 8 (1998)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (985.678 KB) | DOI: 10.22146/jh.2073

Abstract

Makanan tradisional adalah warisan nenek moyang yang perlu dilestarikan keberadaannya sejalan dengan program "Aku Cinta Makanan Indonesia". Sampai saat ini keberadaan jenis-jenismakanan yang tersurat di dalam sumber-sumber terulis belum banyak mendapat perhatian para ahli. Beberapa sumber tertulis seperti prasasti memang telah diteliti (PKMT-UGM, 1997; Lien Dwiari, Ratnawati, 1992; Titi Surti Nastiti, 1989; Amelia, 1992), namun sumber-sumber yang berupa naskah sastra belum ba-nyak mendapat perhatian. Penelitian ini bertujuan untuk menggali dan menginventarisasi macam-macam makanan yangterdapat di dalam Serat Centhini. Serat Centhini merupakan salah satu karya sastra Jawa yang amat terkenal yang ditulis pada tahUn 1814 M dengan huruf Jawa tulisan tangan. Secara garis besar isinya adalah perikehidupan orang Jawa lahir-batin, filsatat, agama, kebatinan, adat kebesaran, dan kesenian. Didalamnya juga disebut nama berbagai jenis makanan dan minuman dalam konteks ceritera. Pada tahun 1912 M Serat Centhini dicetak dengan huruf latin dan diterbitkan oleh Koniaklijk Bataviaasch Genootsehap van kunsten en Wetenschappen (KBG). Kemudian pada tahun 1986-1991 Serat Centhini diterbitkan oleh Yayasan Centhini dari hasil aksara Karkana Kamajaya sebanyak 12 jilid (Marsana, dkk., 1998)
THE SIGNIFICANCE OF SACRED PLACES FROM “THE TRIAD” OF MENDUT TEMPLE – PAWON TEMPLE – BOROBUDUR TEMPLE : PERSPECTIVE OF ENVIRONMENTAL SEMIOTIC Niken Wirasanti; Timbul Haryono; Sutikno Sutikno
Bumi Lestari Journal of Environment Vol 15 No 1 (2015)
Publisher : Environmental Research Center (PPLH) of Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Letak Candi Mendut - Candi Pawon  -Candi Borobudur berada dalam satu garis (imajiner)yang dikenal dengan tiga serangkai. Rangkaian tersebut merupakan sistem tanda yangoleh masyarakat Mataram Kuna abad IX Masehi diberi makna sesuai dengan konvensiyang berlaku pada waktu itu.Membuktikan ketiga candi yang merupakan sistem tanda dengan sebuah makna dapatdijelaskan dengan pendekatan semiotika struktural (Ferdinan de Saussure) yangmendasarkan pada elemen- elemen semiotika yaitu tanda (penanda-petanda), dan porostanda (sintagmatik dan paradigmatik). Elemen tanda dari lingkungan yang dapat dirunutyaitu penanda ruang, elevasi, jenis tanah, dan sumber air, sedangkan elemen tanda daricandi yaitu  arsitektur, arca, dan relief cerita. Tanda tersebut tidak dapat dilihat secaraterpisah-pisah tetapi dilihat dalam relasi dengan  tanda yang lain dalam poros sintagmatikdan paradigmatik. Untuk itu urutan tanda dimulai dari Candi Mendut-Candi PawonCandiBorobudur yang tersusun dalam susunan tertentu (jukstaposisi) dengan masingmasingmakna simbolisnya.Tanda-tandapada Candi Mendut – Candi Pawon – Candi Borobuduryaitu lokasi, tanahbatuan,sumber air,elevasi, arca,dan reliefcerita, tersusun dalam rangkaian yangmemperlihatkansebuah struktur yang bermakna. Susunan tersebut  bersifat linier yaknimengikutiaturan tertentu. Apabila aturan penataan tersebut berubah maka maknanyapunakanberbeda. Hal inilah yang membuktikan bahwa ketiga candi tersebut membentukkesatuanrangkaian perlambang yang mengacu pada makna simbolis berdasarkan konsepajaran agama Buddha pada masa Mataram Kuna abad IX Masehi.
KONSEP FILOSOFI DAN ESTETIKA MAINAN TRADISIONAL GANGSINGAN, DHAKON, UMBUL WAYANG, DAN KUDA LUMPING Bagus Indrayana; R.M. Soedarsono -; Djoko Suryo; Timbul Haryono
Dewa Ruci: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol 7, No 2 (2011)
Publisher : Pascasarjana Institut Seni Indonesia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3337.313 KB) | DOI: 10.33153/dewaruci.v7i2.1027

Abstract

Dinamika kehidupan yang terjadi karena ada potensi dan peluang, meskipun ada kelemahan dan hambatan. Gambaran siklus kehidupan manusia sangat berkaitan dengan pandangan hidup yang melekat pada hasil karya cipta untuk memenuhi fungsi-fungsi tertentu. Pandangan hidup dan konsep pemikiran tersebut dapat dibaca melalui hasil karya yang diwujudkan, termasuk benda mainan tradisional gangsingan, dhakon, umbulwayang, dan kuda lumping. Keempat jenis mainan tradisional tersebut mengandung muatan konsep filosofis dan estetis terkait dengan siklus kehidupan, fungsi sosial, dan kultural penyertanya.  Kata kunci: Estetika, Mainan Tradisional.
KETERPADUAN STRUKTUR DRAMATIK PERTUNJUKAN WAYANG KULIT LAKON SUDHAMALA GR. Lono Lastoro Simatupang; Timbul Haryono; S. Soetarno
Gelar : Jurnal Seni Budaya Vol 12, No 1 (2014)
Publisher : Institut Seni Indonesia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (264.338 KB) | DOI: 10.33153/glr.v12i1.1505

Abstract

Wayang performance can be used for the sake of ritual ceremony ruwatan. The story of wayang performanceruwatan lakon Sudamala comes from kidung Sudamala. The literature work is sacred. Besides in literaturework, Sudamala story also can be seen visually in the relief sculpture of Candi Sukuh (Central Java) andTegowangi (East Java). The research problem is how the integration of dramatic elements in lakon Sudamalapresented by Ki Purbo Asmoro. The purpose of the discussion is to describe the dramatic elements in lakonSudamala. Lakon Sudamala is researched by using textual approach from the dramatic structure as well asthe treatment elements. Based on the approach, the result found is that the presented structure hasn’t beenas strict as the balungan lakon of the palace tradition even it can be a new treatment presentation. The onenight wayang performance is not anymore treated traditionally but it presents a creative treatment of thescene. It can be seen from ginem that the chosen words is suitable to the characters’ characteristics,pocapan that only uses short words, and the presented janturan that seems to be a kind of janturan alit thatis janturan that its expression is relatively short.Keywords: wayang performance, Sudamala, tekstual, dramatic structure
KAJIAN BENTUK DAN FUNGSI WANDA WAYANG KULIT PURWA GAYA SURAKARTA, KAITANNYA DENGAN PERTUNJUKAN Bambang Suwarno; Timbul Haryono; R.M. Soedarsono; S Soetarno
Gelar : Jurnal Seni Budaya Vol 12, No 1 (2014)
Publisher : Institut Seni Indonesia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (307.013 KB) | DOI: 10.33153/glr.v12i1.1487

Abstract

ABSTRACTThe writing is part of the writer’s discussion about the dissertation research as part of his doctoral programfinal examination. Focus of the study is wanda of wayang kulit purwa of Surakarta style, its function in the fifthpakeliran (wayang performance), and its relationship with sanggit lakon (story treatment). In solving theproblem, the writer uses the approach of pedalangan (puppetry) aesthetics completed by phenomenology,psychology, and creativity approaches in holistic thinking as the instrument of data analysis.Keywords: form, function, wanda, wayang kulit purwa, performance