Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

PENERAPAN ATURAN HUKUM TERKAIT LARANGAN APARATUR SIPIL NEGARA (ASN) MELAKUKAN RANGKAP JABATAN SEBAGAI KOMISARIS UMUM PADA BUMN (Suatu Tinjauan Yuridis Terhadap Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik) Rika Anggun Tiara; Chadijah Rizki Lestari
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 5, No 4: November 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak - Dalam pasal 17a Undang-Undang Pelayanan Publik, pelaksana dilarang untuk merangkap jabatan, namun ASN yang berperan pelaksana dalam menjalankan tugasnya masih banyak ditemukan rintanganrintangan yang dihadapi. Salah satunya adalah maraknya rangkap jabatan yang ditemukan pada pemerintahan. Berdasarkan data yang ditemukan oleh Ombudsman, penyelenggara negara/pemerintahan yang merangkap jabatan sebagai seorang komisaris pada BUMN sebanyak 397 orang, serta 167 orang lainnya merangkap jabatan pada anak perusahaan BUMN pada 2019. Dengan menggunakan penelitian pada peraturan perundangundangan juga karya ilmiah penelitian ini menjelaskan mengenai penerapan aturan hukum terkait larangan Aparatur Sipil Negara untuk melakukan rangkap jabatan sebagai seorang komisaris umum pada BUMN berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, mengetahui pro-kontra serta dampak dari adanya rangkap jabatan ASN merangkap sebagai komisaris pada BUMN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih banyak ASN yang tidak mengindahkan UU Pelayanan Publik yang melarang rangkap jabatan.Kata Kunci: Rangkap Jabatan, Komisaris BUMN, ASN
PAKSAAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI PENYEBARAN BUKU KOMUNISME DI INDONESIA Chadijah Rizki Lestari; Basri Efendi; W Wardah
Jurnal Geuthèë: Penelitian Multidisiplin Vol 4, No 1 (2021): Jurnal Geuthee : Penelitian Multidisiplin
Publisher : Geuthèë Institute, Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52626/jg.v4i1.99

Abstract

Komunisme merupakan salah satu ideologi yang dilarang di Indonesia, selain tidak sesuai dengan falsafah hidup bangsa Indonesia, pemberontakan yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) telah menimbulkan keresahan yang luar biasa bagi rakyat Indonesia. Melalui TAP MPRS RI Nomor XXV/MPRS/1966 komunisme kemudian menjadi ideologi terlarang di Indonesia. Namun ternyata masih ditemukan sejumlah buku yang diduga menyebarkan paham komunis di kawasan pecinan pondok, Kecamatan Padang Barat, tanggal 8 januari 2019. Berdasarkan hal tersebut kajian ini berupaya untuk melihat bagaimanakah paksaan yang dapat dilakukan pemerintah dalam mengatasi penyebaran buku komunisme di Indonesia. Berdasarkan hasil kajian diketahui bahwa pemerintah melakukan pengawasan demi memastikan peraturan perundang-undangan terkait pemenuhan syarat dan isi buku telah dipatuhi dengan baik. Apabila ternyata ditemukan buku yang tidak memenuhi syarat isi buku dan/atau mengganggu ketertiban umum, kejaksaan berwenang menarik dan memblokir sementara baik buku cetak dan buku elektronik paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sebagaimana diatur pada Pasal 62 Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2019 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan, selain itu dapat pula dikenakan sanksi pidana apabila terbukti secara sah dan meyakinkan telah melanggar ketentuan dalam UU Nomor 27 Tahun 1999.
TINJAUAN YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TANAH WAKAF YANG DILEPASKAN DEMI KEPENTINGAN UMUM H Humaira; Chadijah Rizki Lestari
Jurnal Geuthèë: Penelitian Multidisiplin Vol 4, No 3 (2021): Jurnal Geuthee : Penelitian Multidisiplin
Publisher : Geuthèë Institute, Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52626/jg.v4i3.136

Abstract

Sebagai salah satu jenis harta wakaf, tanah berperan penting untuk mencapai kesejahteraan dan peningkatan perekonomian umat. Namun, atas nama kepentingan umum, tidak jarang tanah wakaf termasuk dalam bidang tanah yang terkena pengadaan tanah. Tulisan ini untuk menjelaskan perlindungan hukum yang diberikan Negara atas tanah yang diambil untuk kepentingan umum. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif. Pada bagian hasil pembahasan diketahui bahwa untuk kepentingan umum, tanah wakaf dapat dilepaskan berdasarkan norma fungsi sosial yang ada pada Pasal 6 UUPA. Namun, instansi yang memerlukan tanah tetap wajib mengganti tanah lain yang nilainya sama atau sekurang-kurangnya sama dengan nilai tanah wakaf sebelumnya. Selain itu, tanah penganti tesebut wajib didaftarkan untuk memperoleh perlindungan dan kepastian hukum   
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN SANKSI ADMINISTRASI TERHADAP PNS TERPIDANA KORUPSI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 87/PUU-XVI/2018 Chadijah Rizki Lestari; Basri Effendi
Jurnal Transformasi Administrasi Vol 10 No 02 (2020)
Publisher : Puslatbang KHAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56196/jta.v10i02.159

Abstract

Based on Article 87 Paragraph (4) letter b of the ASN Law and the Constitutional Court Decision Number 87 / PUU-XVI / 2018, civil servants are dishonorably discharged because they are sentenced to imprisonment or imprisonment based on a court decision that has permanent legal force for committing a criminal offense or a criminal act. a criminal offense related to the position. This implies that for the sake of law, officials with authority, namely Civil Service Officers are obliged to issue decisions disrespectfully of civil servants who are proven to have committed acts of corruption based on the inkracht decision. This study is to examine how the responsibility of the Civil Service Officer (PPK) in issuing a dishonorable dismissal decision on civil servants who are involved in corruption based on an inkracht court decision. The results of the study, it is known that the Personnel Development Officer of the institution where the PNS is domiciled receives a delegation from the President to issue a decision to disrespectfully dismiss civil servants who have committed acts of corruption. This decision can be issued from the end of the month the inkracht court decision was issued. This is reinforced by the issuance of a Joint Decree of the Minister of Home Affairs, Minister of Administrative Reform and the Head of the State Civil Service Agency Number 182/6597 / SJ, Number 15 of 2018, and Number 153 / KEP / 2018. Personnel guidance officers who deliberately refuse to issue this decision, may be subject to administrative sanctions under Article 80, Article 81 and Article 82 of Law Number 30 of 2014. At the end of the paper the author concludes the importance of ASN legal compliance to carry out their duties professionally and responsibly, and not to commit acts that are prohibited by law (corruption) so as not to get administrative sanctions from the PPK and have the opportunity to lose their status as ASN.