Carolina Etnasari Anjaya
Sekolah Tinggi Teologi Ekumene Jakarta

Published : 25 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 25 Documents
Search

Pendidikan Anak Usia Dini dalam Keluarga Kristen Sebagai Upaya Menghadapi Pengaruh Sekularisme Carolina Etnasari Anjaya; Yonatan Alex Arifianto; Andreas Fernando; Reni Triposa
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 7, No 1 (2022): Oktober 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v7i1.660

Abstract

Abstract. Education for early childhood in the family is important and criticalally to be carried out in the midst of the secularism dominance. This paper aimed to examine the important role of the Christian family in early childhood education in order to prevent the negative influence of secularism. Through a literature study, this study showed that early childhood education cannot simply be given to educational institutions or churches. The family is actually the most effective place for education for children at an early age. In addition, family who is responsible for carrying out early childhood education is at the same time carrying out the Great Commission of the Lord Jesus.Abstrak. Pendidikan untuk usia dini dalam keluarga menjadi hal penting dan genting untuk dilaksanakan di tengah-tengah dominasi paham sekularisme. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji peran penting keluarga Kristen dalam pendidikan anak usia dini dalam rangka membendung pengaruh negatif paham sekularisme. Melalui studi pustaka, kajian ini menunjukkan bahwa pendidikan anak usia dini tidak bisa begitu saja diserahkan kepada lembaga pendidikan ataupun gereja. Keluarga justru menjadi tempat pendidikan yang paling efektif bagi anak pada usia dini. Selain itu, keluarga yang bertanggung jawab menjalankan pendidikan anak usia dini adalah sekaligus telah menjalankan Amanat Agung Tuhan Yesus.
Pandemi Covid-19 dan Rumus Hidup Kristiani (Sebuah Refleksi Filosofis dan Biblis) Carolina Etnasari Anjaya
DUNAMOS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol. 2 No. 2 (2022): Vol. 2 No. 2 (2022): Dunamos (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Happy Family

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (232.364 KB) | DOI: 10.54735/djtpak.v2i2.7

Abstract

Penelitian ini menyajikan cara pandang baru terhadap pandemi COVID-19 yang dapat menghasilkan refleksi sesuai kebenaran Alkitab. Orang percaya dituntut agar berupaya menemukan kehendak Tuhan melalui refleksi tersebut. Metode riset yang dipilih adalah kualitatif melalui pendekatan deskriptif dengan basis kajian filosofis dan biblis. Melalui riset ini ditemukan refleksi baru terkait pandemi. Refleksi tersebut dapat tersusun sebagai rumus kehidupan orang percaya dalam upaya mencapai keselamatan kekal. Refleksi yang dihasilkan dari kajian filosofis dan biblis pada penelitian ini mencakup sepuluh hal. Satu, kesadaran akan adanya jebakan iblis yang berujung kebinasanaan kekal. Dua, dosa adalah ikatan yang harus dilepaskan. Tiga, doa adalah senjata ampuh dalam berjaga-jaga. Empat, tuntutan menjauhi dari segala napsu dunia. Lima, orang percaya dituntut berani keluar dari pergaulan tidak sehat. Enam, hidup dalam ketertiban. Tujuh, hidup dalam kejujuran dan ketulusan. Delapan, pengharapan akan kedatangan Tuhan Yesus menjadi kekuatan. Sembilan, merendahkan diri dan mengandalkan Tuhan dalam segala hal. Sepuluh, mahkota kemuliaan adalah janji Tuhan atas kemenangan peperangan di dunia.
Gereja dan Segregasi Digital Sesuai Narasi Teks 2 Petrus 1:1-11 Andreas Joswanto; Carolina Etnasari Anjaya; Yonatan Alex Arifianto; Simon Simon
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 5, No 1 (2022): September 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v5i1.303

Abstract

Kemajuan teknologi digital telah mendorong segregasi sosial yang semula terjadi dalam dunia nyata, berkembang pesat pada ranah dunia maya sebagai segregasi digital. Adanya ekstensi dari dunia nyata kepada dunia maya menjadikan penanganan atas dampak dari segregasi digital sangat penting dilakukan. Tujuan dari kajian ini adalah mendeskripsikan tentang segregasi digital yang saat ini terjadi dan dampaknya. Kajian ini   menawarkan tahapan penting dan langkah-langkah praktis bagi gereja dalam upaya membina jemaat  menghadapi dampak segregasi digital yang kian marak. Kajian ini disusun menggunakan metode kualitatif dan dilakukan melalui pendekatan studi literatur. Kajian  menyimpulkan  bahwa dari hasil analisa terhadap narasi teks 2 Petrus 1:1-11 didapatkan tujuh tahapan bagi gereja dalam upaya  menyiapkan jemaat untuk menghadapi dampak segregasi digital. Tahapan tersebut dapat diaktualisasikan oleh gereja berupa pendampingan dalam komunitas sel, penyusunan program-program yang relevan, membangun keteladanan karakter Kristus dalam kepemimpinan  dan mendesain budaya Kristiani yang diimplementasikan dalam kehidupan bergereja.
Pelayanan dan Kehidupan Tuhan Yesus Sebagai Pola Dasar bagi Pengembangan Profesi Guru Pendidikan Agama Kristen Andreas Fernando; Carolina Etnasari Anjaya
MANTHANO: Jurnal Pendidikan Kristen Vol. 1 No. 1 (2022): Pendidikan Agama Kristen
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Kristen Samarinda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (155.262 KB) | DOI: 10.55967/manthano.v1i1.9

Abstract

Abstract: The era of technology brings new demands and challenges in the world of education. Facing this, Christian Religious Education (PAK) teachers need to adapt to professional development independently. The ministry and life of the Lord Jesus the great teacher became the reference or basic pattern of this development. This study aims to provide a new understanding of the important points of the ministry of the Lord Jesus that can be used as a basic pattern for development and provide practical guidance for its application. The method used is qualitative with literature study and observation. The conclusion as a result of the research found that there are five important aspects or points that can be drawn from the ministry of the Lord Jesus, namely aspects: first (authority and spirituality), the Lord Jesus taught with power and wisdom. As a mandatory, PAK teachers need to continue to communicate with the authority that is God. Communication can be built in two ways: through persistent prayer and Bible study. Second (integrity), the example of the integrity of the Lord Jesus is related to commitment, honesty and responsibility as a PAK teacher. Integrity is grown by applying honest, committed and responsible habits. PAK teachers need to form associations with people of integrity. Third (totality), work ethic and totality can be built by participating in various trainings and forming or joining a community of teachers to share knowledge and experiences. Fourth (capability), God uses very varied and contextual teaching methods. Digital skills are a must and can be done by attending training or self-study by utilizing technology. Fifth (critical thinking), the parable of the Lord Jesus invites educators to practice having a critical mind. Practicing critical thinking skills is through research.Abstrak: Era teknologi membawa pada tuntutan dan tantangan yang baru dalam dunia pendidikan. Menghadapi hal ini para guru Pendidikan Agama Kristen (PAK) perlu beradaptasi dengan pengembangan profesi secara mandiri. Pelayanan dan kehidupan Tuhan Yesus sang guru agung menjadi acuan atau pola dasar pengembangan tersebut. Penelitian ini bertujuan memberikan pemahaman baru poin-poin penting pelayanan Tuhan Yesus yang dapat dipergunakan sebagai pola dasar pengembangan dan memberikan tuntunan praksis penerapannya. Metode dalam riset ini menggunakan metode kualitatif dengan studi pustaka dan observasi. Kesimpulan sebagai hasil penelitian menemukan ada lima aspek atau poin penting yang dapat diambil dari pelayanan Tuhan Yesus yaitu pertama (otoritas dan spiritualitas), Tuhan Yesus mengajar dengan kuasa dan hikmat. Sebagai seorang mandataris, guru PAK perlu terus berkomunikasi dengan pemberi otoritas yaitu Tuhan. Komunikasi dapat dibangun dengan ketekunan doa dan pembelajaran Alkitab. Kedua (integritas), teladan integritas Tuhan Yesus terkait dengan komitmen, kejujuran dan tanggung jawab sebagai pendidik.  Guru PAK perlu membentuk pergaulan dengan orang-orang yang berintegritas. Ketiga (totalitas), etos kerja dan totalitas. Ini dapat dibangun dengan mengikuti pelbagai pelatihan dan membentuk atau bergabung dengan komunitas guru untuk saling berbagi ilmu dan pengalaman. Keempat (kapabilitas), Tuhan  mempergunakan metode pengajaran yang sangat variatif dan kontekstual. Kecakapan digital menjadi keharusan dan dapat dilakukan dengan mengikuti pelatihan atau belajar mandiri dengan memanfaatkan teknologi. Kelima (rasionalitas - kritis berpikir), melatih kemampuan berpikir kritis adalah melalui penelitian ilmiah. Guru PAK wajib mendedikasikan diri pada penelitian ilmiah sesuai bidangnya.
Tanggung Jawab Penginjilan Bagi orang Percaya: Sebuah Refleksi Teologis 1 Korintus 9: 16-17 Ita Lintarwati; Carolina Etnasari Anjaya; Yonatan Alex Arifianto
KHARISMATA: Jurnal Teologi Pantekosta Vol 5, No 1: Juli 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Alkitab Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47167/kharis.v5i1.164

Abstract

Evangelism is the duty of every human being because, according to God's plan, all human beings need to be returned to their original design, namely to eternity. However, at present, the meaning of evangelism is experiencing bias and decline in its actualization because the mission of evangelism is used to boast. This study aims to describe and analyze the theological study of evangelism according to the narrative text of 1 Corinthians 9:16-17, and from this study, it is found that in carrying out evangelism, the most important needs are self-denial and a willing heart. Because without self-denial, the mission of evangelism will lead to self-aggrandizement and fulfillment of self-interest. AbstrakPenginjilan merupakan tugas setiap umat manusia karena sesuai rencana Allah, semua manusia perlu dikembalikan kepada rancangan semula yaitu kepada kekekalan. Namun saat ini, makna penginjilan mengalami bias dan kemerosotan dalam aktualisasinya sebab tugas penginjilan justru dijadikan sarana untuk memegahkan diri. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menganalisa kajian teologis penginjilan sesuai narasi teks 1 Korintus 9:16-17 dan dari kajian tersebut ditemukan bahwa dalam menunaikan penginjilan, kebutuhan paling utama adalah penyangkalan diri dan kerelaan hati. Sebab tanpa penyangkalan diri tugas penginjilan akan mengarahkan pada kemegahan diri dan pemenuhan kepentingan diri sendiri.  
Pendidikan Kristen dalam Pelayanan Konseling Pranikah di Era Disrupsi Carolina Etnasari Anjaya; Andreas Fernando; Wahju Astjarjo Rini
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.203

Abstract

The era of disruption encourages all humans to adapt to the changes that occur. Christian youth and Christian families are required to be able to withstand these changes by living in the firmness of the Christian faith, according to God's will. Christian education in premarital counseling is very important in this era because through it Christian families will be able to survive in an increasingly uncertain world. This research method is descriptive qualitative, with literature study and observation techniques. The author uses the Bible and various relevant literature. The purpose of this study is to provide a description of how Christian education can form premarital counseling that can guide Christian families in this era. The results of the study conclude that it is necessary to transform premarital counseling from just a church service program to Christian education to provide a new form. Christian education in pre-marital counseling is developed to post-marital counseling, which is carried out continuously throughout life according to the principles of Christian education. The implementation of Christian education in pre-marital counseling is as follows: First, the teaching materials emphasize the development of the personal dimension as a creation that is in the image and likeness of God and the relational dimension, building a relationship that is holy and pleasing to God. Second, the implementation of Christian education in pre-marital counseling includes six stages: First, the preparation of young people to find a life partner. Two, at a time when a future husband and wife decided to start a new family. Three, the young family stage. Four, pre-adolescent and adolescent family stages. Five, the family stage of adulthood, when the children in the family have started to grow up. Six, the stages of old age. Third, forming counselors as guides and guides who fear God, living the truth of God's word so that they can become examples of life.  Era disrupsi mendorong semua manusia untuk beradaptasi dalam perubahan yang terjadi. Orang muda Kristen dan keluarga Kristen dituntut untuk dapat bertahan menghadapi perubahan tersebut dengan tetap hidup dalam kekokohan iman Kristen, sesuai kehendak Allah. Pendidikan Kristen dalam konseling pranikah menjadi sesuatu hal yang sangat penting di era ini karena melaluinya  keluarga Kristen akan mampu bertahan di dalam dunia yang semakin penuh ketidakpastian.  Metode  penelitian ini adalah kualitatif deskriptif, dengan teknik studi pustaka dan observasi. Penulis mempergunakan Alkitab dan berbagai literatur yang relevan. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan deskripsi mengenai  bagaimana pendidikan Kristen dapat membentuk konseling pranikah dapat menjadi penuntun keluarga Kristen di era ini. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perlu transformasi konseling pranikah dari sekadar program pelayanan gereja menjadi pendidikan Kristen untuk memberikan bentukan baru. Pendidikan Kristen dalam konseling pranikah dikembangkan sampai pada konseling paska menikah, diselenggarakan secara terus menerus berkesinambungan sepanjang hayat memenuhi prinsip pendidikan Kristen. Implementasi pendidikan Kristen dalam konseling pranikah sebagai berikut: Pertama, materi pengajaran menekankan kepada  pengembangan dimensi personal sebagai ciptaan yang segambar dan serupa Tuhan dan dimensi relasional, membangun hubungan yang kudus dan berkenan bagi Tuhan.  Kedua, Penyelenggaraan  pendidikan Kristen dalam konseling pra nikah  meliputi enam tahap: Satu, persiapan kaum muda mencari pasangan hidup. Dua,  pada masa ketika sepasang calon suami istri memutuskan untuk membina keluarga baru. Tiga, tahap keluarga usia muda. Empat, tahapan keluarga pra remaja dan remaja. Lima, tahapan keluarga masa dewasa, ketika anak-anak dalam keluarga sudah mulai tumbuh dewasa. Enam, tahapan masa tua.  Ketiga, membentuk konselor sebagai  pembimbing dan penuntun yang takut akan Tuhan, menghidupi kebenaran firman Tuhan sehingga mampu menjadi teladan hidup.  
Gereja dan Segregasi Digital Sesuai Narasi Teks 2 Petrus 1:1-11 Andreas Joswanto; Carolina Etnasari Anjaya; Yonatan Alex Arifianto; Simon Simon
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 5, No 1 (2022): September 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v5i1.303

Abstract

Kemajuan teknologi digital telah mendorong segregasi sosial yang semula terjadi dalam dunia nyata, berkembang pesat pada ranah dunia maya sebagai segregasi digital. Adanya ekstensi dari dunia nyata kepada dunia maya menjadikan penanganan atas dampak dari segregasi digital sangat penting dilakukan. Tujuan dari kajian ini adalah mendeskripsikan tentang segregasi digital yang saat ini terjadi dan dampaknya. Kajian ini   menawarkan tahapan penting dan langkah-langkah praktis bagi gereja dalam upaya membina jemaat  menghadapi dampak segregasi digital yang kian marak. Kajian ini disusun menggunakan metode kualitatif dan dilakukan melalui pendekatan studi literatur. Kajian  menyimpulkan  bahwa dari hasil analisa terhadap narasi teks 2 Petrus 1:1-11 didapatkan tujuh tahapan bagi gereja dalam upaya  menyiapkan jemaat untuk menghadapi dampak segregasi digital. Tahapan tersebut dapat diaktualisasikan oleh gereja berupa pendampingan dalam komunitas sel, penyusunan program-program yang relevan, membangun keteladanan karakter Kristus dalam kepemimpinan  dan mendesain budaya Kristiani yang diimplementasikan dalam kehidupan bergereja.
Kesetiaan Kristus Sebagai Model Spiritualitas Kepemimpinan Jemaat: Kajian Teologis 2 Tesalonika 3:1-7 Yonathan Salmon Efrayim Ngesthi; Carolina Etnasari Anjaya
EPIGRAPHE (Jurnal Teologi dan Pelayanan Kristiani) Vol 6, No 2: November 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Torsina Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33991/epigraphe.v6i2.382

Abstract

In the current era, Indonesia's leadership crisis is increasingly concerning. The increasing number of law violations and societal norms by leaders evidences this. From these various facts, the leaders involved were Christians, even church leaders. This study aims to explore the concept of the faithfulness of the Lord Jesus according to 2 Thessalonians 3:1-7 to find principles that can be used as a basis for church leaders in carrying out their duties. This study uses a narrative approach with a descriptive qualitative method of the text of 2 Thessalonians 3:1-7. The study's results concluded that the principle of loyalty was found in the Bible text as the key to the success of Christian leadership according to the model that the Lord Jesus gave. The Apostle Paul explained that the basic principles for building loyalty in leadership are unconditional commitment, responsibility, and love. Loyalty will be reflected in how church leaders live life and strength as an example.AbstrakDi era saat ini, krisis kepemimpinan Indonesia semakin memprihatinkan. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya kasus pelanggaran hukum dan norma masyarakat yang dilakukan para pemimpin. Dari pelbagai fakta tersebut, para pemimpin yang terlibat terdapat orang-orang Kristen, bahkan pemimpin jemaat. Penelitian ini bertujuan memberikan tawaran konsep kesetiaan Tuhan Yesus sesuai 2 Tesalonika 3:1-7 sebagai prinsip yang dapat dijadikan landasan bagi para pemimpin jemaat dalam menunaikan tugasnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan naratif dengan metode kualitatif deskriptif terhadap teks 2 Tesalonika 3:1-7. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pada teks Alkitab tersebut ditemukan prinsip kesetiaan sebagai kunci keberhasilan kepemimpinan Kristen sesuai model yang Tuhan Yesus berikan. Rasul Paulus menjelaskan bahwa prinsip dasar untuk membangun kesetiaan dalam kepemimpinan adalah komitmen tanpa syarat, tanggung jawab dan kasih. Kesetiaan akan tercermin dari bagaimana cara para pemimpin jemaat menjalani hidup dan kekuatan sebagai teladan.
Pendidikan Kristen dalam Pelayanan Konseling Pranikah di Era Disrupsi Carolina Etnasari Anjaya; Andreas Fernando; Wahju Astjarjo Rini
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.203

Abstract

The era of disruption encourages all humans to adapt to the changes that occur. Christian youth and Christian families are required to be able to withstand these changes by living in the firmness of the Christian faith, according to God's will. Christian education in premarital counseling is very important in this era because through it Christian families will be able to survive in an increasingly uncertain world. This research method is descriptive qualitative, with literature study and observation techniques. The author uses the Bible and various relevant literature. The purpose of this study is to provide a description of how Christian education can form premarital counseling that can guide Christian families in this era. The results of the study conclude that it is necessary to transform premarital counseling from just a church service program to Christian education to provide a new form. Christian education in pre-marital counseling is developed to post-marital counseling, which is carried out continuously throughout life according to the principles of Christian education. The implementation of Christian education in pre-marital counseling is as follows: First, the teaching materials emphasize the development of the personal dimension as a creation that is in the image and likeness of God and the relational dimension, building a relationship that is holy and pleasing to God. Second, the implementation of Christian education in pre-marital counseling includes six stages: First, the preparation of young people to find a life partner. Two, at a time when a future husband and wife decided to start a new family. Three, the young family stage. Four, pre-adolescent and adolescent family stages. Five, the family stage of adulthood, when the children in the family have started to grow up. Six, the stages of old age. Third, forming counselors as guides and guides who fear God, living the truth of God's word so that they can become examples of life.  Era disrupsi mendorong semua manusia untuk beradaptasi dalam perubahan yang terjadi. Orang muda Kristen dan keluarga Kristen dituntut untuk dapat bertahan menghadapi perubahan tersebut dengan tetap hidup dalam kekokohan iman Kristen, sesuai kehendak Allah. Pendidikan Kristen dalam konseling pranikah menjadi sesuatu hal yang sangat penting di era ini karena melaluinya  keluarga Kristen akan mampu bertahan di dalam dunia yang semakin penuh ketidakpastian.  Metode  penelitian ini adalah kualitatif deskriptif, dengan teknik studi pustaka dan observasi. Penulis mempergunakan Alkitab dan berbagai literatur yang relevan. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan deskripsi mengenai  bagaimana pendidikan Kristen dapat membentuk konseling pranikah dapat menjadi penuntun keluarga Kristen di era ini. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perlu transformasi konseling pranikah dari sekadar program pelayanan gereja menjadi pendidikan Kristen untuk memberikan bentukan baru. Pendidikan Kristen dalam konseling pranikah dikembangkan sampai pada konseling paska menikah, diselenggarakan secara terus menerus berkesinambungan sepanjang hayat memenuhi prinsip pendidikan Kristen. Implementasi pendidikan Kristen dalam konseling pranikah sebagai berikut: Pertama, materi pengajaran menekankan kepada  pengembangan dimensi personal sebagai ciptaan yang segambar dan serupa Tuhan dan dimensi relasional, membangun hubungan yang kudus dan berkenan bagi Tuhan.  Kedua, Penyelenggaraan  pendidikan Kristen dalam konseling pra nikah  meliputi enam tahap: Satu, persiapan kaum muda mencari pasangan hidup. Dua,  pada masa ketika sepasang calon suami istri memutuskan untuk membina keluarga baru. Tiga, tahap keluarga usia muda. Empat, tahapan keluarga pra remaja dan remaja. Lima, tahapan keluarga masa dewasa, ketika anak-anak dalam keluarga sudah mulai tumbuh dewasa. Enam, tahapan masa tua.  Ketiga, membentuk konselor sebagai  pembimbing dan penuntun yang takut akan Tuhan, menghidupi kebenaran firman Tuhan sehingga mampu menjadi teladan hidup.  
Gereja dan Segregasi Digital Sesuai Narasi Teks 2 Petrus 1:1-11 Andreas Joswanto; Carolina Etnasari Anjaya; Yonatan Alex Arifianto; Simon Simon
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 5, No 1 (2022): September 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v5i1.303

Abstract

Kemajuan teknologi digital telah mendorong segregasi sosial yang semula terjadi dalam dunia nyata, berkembang pesat pada ranah dunia maya sebagai segregasi digital. Adanya ekstensi dari dunia nyata kepada dunia maya menjadikan penanganan atas dampak dari segregasi digital sangat penting dilakukan. Tujuan dari kajian ini adalah mendeskripsikan tentang segregasi digital yang saat ini terjadi dan dampaknya. Kajian ini   menawarkan tahapan penting dan langkah-langkah praktis bagi gereja dalam upaya membina jemaat  menghadapi dampak segregasi digital yang kian marak. Kajian ini disusun menggunakan metode kualitatif dan dilakukan melalui pendekatan studi literatur. Kajian  menyimpulkan  bahwa dari hasil analisa terhadap narasi teks 2 Petrus 1:1-11 didapatkan tujuh tahapan bagi gereja dalam upaya  menyiapkan jemaat untuk menghadapi dampak segregasi digital. Tahapan tersebut dapat diaktualisasikan oleh gereja berupa pendampingan dalam komunitas sel, penyusunan program-program yang relevan, membangun keteladanan karakter Kristus dalam kepemimpinan  dan mendesain budaya Kristiani yang diimplementasikan dalam kehidupan bergereja.